Kini Rena sedang menunggu angkutan umum ataupun taksi di depan gerbang sekolah. Supir Rena tidak bisa datang karena harus menjemput kakaknya di kantor. Ban mobil yang digunakan kakak Rena sempat bocor saat perjalanan.
Sambil menunggu taksi, Rena memilih memainkan ponselnya. Tak lama, gadis itu mendengar deru motor mendekat ke arahnya. Karena penasaran ia mengadahkan wajahnya dan melihat si pengendara motor tersebut.
Ternyata Sean.
"Lo gak pulang?" Tanya Sean sambil melepas helm full face miliknya.
"Lagi nunggu taksi," jawab Rena sekenanya.
"Mau pulang bareng, gak? Ohiya, tadi kita belum sempat kenalan, kan?" Sean mengulurkan tangan pada Rena. "Kenalin nama gue Sean, Seano Marvilio."
Rena membalas uluran tangan Sean sambil tersenyum. "Renaya Andriana."
"Mau pulang bareng?" tanya Sean lagi.
"Gak, deh, ntar ngerepotin, gue nunggu taksi aja."
"Di sini mana ada taksi, lagian gak ngerepotin, kok." Sean memakai kembali helmnya.
"Beneran gak apa-apa?"
Sean mengangguk "Ayo, naik."
Akhirnya Rena memilih naik ke atas motor Sean sebab tak ingin menunggu berlama-lama meski dengan susah payah.
Motor Sean lumayan tinggi untuk ukuran tubuh Rena, membuat cowok itu terkekeh melihatnya kesusahan. Sean malah diam, memilih untuk menikmati wajah Rena yang penuh ambisi, terlihat begitu lucu. "Udah?" tanya Sean.
"Udah," jawab Rena mantap.
Sean mulai menjalankan motornya menuju rumah gadis itu. Tanpa sadar, Jerry, Ian, dan Arga telah memperhatikan mereka sedari tadi.
"Wahh, Sean nyuri start duluan," ucap Jerry heboh.
"Wahh, Parah, sih!" balas Ian tak terima.
Sedang Arga masih memperhatikan jalan di mana sahabatnya dan murid baru itu berbicara tadi.
Ada yang aneh dengan dirinya, kenapa ia merasa Rena labil, baru tadi gadis itu berkata bahwa dia merindukannya, tapi kenapa sekarang Rena malah pulang bersama Sean.
Namun, kenapa juga dirinya mempermasalahkan hal itu. Ia bahkan tidak mengenal murid baru tersebut.
Aneh.
Ia memilih menaiki motornya dan segera melaju meninggalkan Jerry serta Ian yang masih menyumpah serapahi Sean.
***
"Makasih, Maaf udah ngerepotin," ucap Rena setelah sampai di depan rumahnya."Rumah lo di komplek sini juga?" tanya Sean.
"Iya, kenapa? Rumah lo di sekitar sini juga?"
"Gak, sih. Maksudnya bukan rumah gue, tapi rumah Arga."
Rena membulatkan matanya. "Ohya, di mana?" tanya Rena antusias.
"Ada, deh. Oh iya, boleh minta Id line lo, gak?"
"Jawab dulu rumahnya di mana?"
"Ntar gue line deh alamatnya, gimana?"
Rena menghela nafas pasrah. "Yaudah, deh. ID-nya 'Renaaaaaaa', a nya ada tujuh ya, ingat!" tekan Rena.
Sean mengerutkan keningnya. "Beneran itu ID-nya? Awas kalau bohong."
"Ya ampun. Ngapain gue bohong, coba?"
"Yaudah, deh. Gue balik dulu, bye," ucap Sean dengan mengacak rambut Rena gemas.
"Sean!" teriak si pemilik.
Cowok itu refleks menutup telinganya dan segera pergi meninggalkan Rena yang masih merapikan rambut dengan wajah ditekuk.
Sean tertawa, ekspresi wajah Rena sangat lucu jika seperti itu.
Setelah cowok itu pergi, Rena memutuskan untuk masuk ke rumahnya. Seperti biasa rumah akan terus terasa sepi. Hanya ada Bi Ida, ART di rumahnya yang sudah bekerja pada keluarganya sejak kedua orang tua Rena meninggal.
"Bi, Bang Aldo udah pulang?" tanya Rena pada Bi Ida.
"Udah, Neng. Mungkin sekarang Den Aldo ada di kamarnya."
"Yaudah, Bi. Rena ke kamar dulu, ya."
"Iya, Neng."
Rena segera berlari menuju kamarnya di lantai dua untuk membersihkan diri sebelum menemui sang kakak.
Setelahnya Rena segera turun untuk membuatkan coklat panas kesukaan kakaknya. Itu lah yang biasa Rena lakukan untuk Aldo.
Senyum Rena tak pernah luntur, ia sangat menyayangi Kakaknya. Hanya Kakaknya lah keluarga Rena sekarang, ia tidak punya siapa-siapa lagi.
Selesai membuat coklat panas, Rena segera mengantarkan ke kamar Aldo.
Perlahan, ia membuka pintu kamar Kakaknya. Tapi Rena sama sekali tidak menemukan Aldo di sana. Gadis itu beralih ke ruang kerja yang masih berada di dalam kamar Aldo, Rena berjalan ke arah sana.
Ia mengetuk pintu sebanyak tiga kali, lalu memutar kenop pintu secara perlahan.
Pintu pun terbuka, menampakkan seorang pria yang masih sangat tampan dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Sang kakak ternyata sedang berkutat di depan laptop.
Rena berjalan ke arah Aldo dan meletakkan secangkir coklat panas di atas meja kerja pria itu.
"Bang Aldo, Aya bawain coklat panas. Jangan lupa diminum, ya," pesan Rena seraya tersenyum manis.
Tapi Aldo masih sibuk dengan laptopnya. Ia tidak menghiraukan ucapan Rena sedikitpun.
Melihat itu Rena hanya bisa menghela nafas panjang dan berjalan ke luar.
Setelah menutup kembali pintu kerja sang kakak. Gadis itu berusaha mati matian menahan air matanya agar tidak menetes.
Rena berusaha untuk tidak cengeng.
Saat ingin keluar dari kamar Aldo, Rena mendengar suara pecahan gelas dari arah ruang kerja Kakaknya. Bisa Rena pastikan jika itu adalah cangkir coklat panas yang dibanting oleh Aldo sendiri.
Kenapa Rena tau? Karena itulah yang terjadi setiap Rena mengantar coklat panas kesukaan Aldo ke kamarnya.
Rena kembali berjalan meninggalkan kamar kakaknya dengan perasaan sesak.
Sampai kapan sang kakak seperti ini padanya?
Jangan lupa vote
Sider dosa loh
Makasih⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoying Girl (Selesai)
Teen FictionSERIES #1 Highest rank #77 of 53,1k in Teen [25/1/2021] #31 of 37k in Random [25/1/2021] #43 of 36,6k in Indonesia [25/01/2021] #239 of 17k in acak [27/09/2020] #33 of 135k in fiksiremaja [16/01/2021] #219 of 217k in remaja [25/1/2021] #27 of 15,2k...