[Part XIII] Citrani

5.1K 492 28
                                    

Keindahan yang tergambar

samar

terselubung lukisan *)

Bagai rasa yang tertahan

Rindu yang tak tersampaikan

dalam ribuan malam

melukis rasa penuh warna

yang tak terungkap

---

Mahendra meringis, bukan dingin air pancuran yang membuatnya terkesiap tapi ada sedikit pedih yang terasa di pundak kirinya. Penasaran dia melihat ke bagian tubuhnya dan terlihat goresan luka memanjang berlajur tipis di pundaknya. Sudut bibirnya menarik sebuah senyuman mengingat jemari-jemari lentik nan lembut milik istrinya ternyata bisa menggoreskan luka. Intan memang memiliki kuku yang terawat rapi, tetapi efek rasa sakit yang diakibatkan olehnya semalam bisa jadi membuat jemari gadis itu menekan punggungnya terlalu keras hingga menggoreskan luka. Perih ini justru mengingatkannya pada wajah ayu yang pasrah dalam dekapannya, luruh dalam kekuasaannya. Kilasan ekspresi wajah bidadari dalam bayangannya membuat Mahendra mendesah.

"Seharusnya tubuhku dingin karena air ini, tapi tiba-tiba aku merasa gerah. Belum-belum aku telah merindukannya..." kakinya melangkah menjauhi pancuran dan melilitkan kain batik di pinggangnya yang ramping. Setelah berganti pakaian lelaki itu menuju ke kediamannya, sepanjang perjalanan menuju Bale Dauh beberapa wanita kerabatnya menyapa dan Mahendra hanya tersenyum sekedarnya menanggapi.

Sampai di kamarnya, terdengar gelak tawa beberapa wanita, ternyata Intan telah ditemani Kenanga dan Ratih.

"Nah, setelah minum jamunya, kau akan merasa lebih baik nak, mungkin kakimu sudah bisa bergerak sekarang...." goda Kenanga. "Jika masih belum bisa kau gerakkan, suruh Mahendra yang membopongmu ke pemandian, bukankah dia yang bertanggungjawab akan keadaanmu sekarang?"

"Intan bisa sendiri ibu..." gadis itu tersipu melihat kehadiran Mahendra yang telah begitu rapi dan wangi. Seharusnya sebagai seorang istri, dia yang terlebih duu bangun dan menyiapkan sarapan yang telah disajikan di Paon dan membawakannya untuk sang suami, tapi saat bangun pagi tadi, semua telah tersedia di kamarnya dan seorang pelayan bahkan menambahkan jamu tradisional untuk diminum Intan.

"Bisa sendiri bagaimana? Berpakaian saja kau dibantu oleh bibi dan aku...." Ratih terkikik.

Intan menggerakkan tubuhnya dan kembali meringis.

"Sini kubantu...." Ratih meraih lengan Intan dan membantunya berdiri. Ditatapnya Mahendra dengan galak. "Entah apa yang bli lakukan pada Dayu Intan semalam, tapi melihat itu...." Ratih melirik ke arah ranjang dan mengernyitkan dahi. "...pria santika seperti Bli saja mampu melakukan perbuatan mengerikan pada seorang wanita, membuat tiang takut menikah..."

Mahendra bersidekap menatap Ratih.

"Sebaiknya anak kecil memang belum boleh memikirkan pernikahan..."

"Tiang dan Intan hampir sebaya...." bantah Ratih.

"Sudah Ratih, bawa kang mbokmu membersihkan diri dan bantu dia berpakaian nanti, biar hukuman untuk Bli kamu bibi yang urus...." Kenanga mendekat dan mencubit lengan putra kesayangannya.

"Seharusnya kau lebih bisa mengendalikan diri, Bli Gus!" cubitan Kenanga membuat Mahendra mengaduh pelan dan Ratih terkikik sambil membawa Intan keluar kamar.

"Nah nah, dengar itu, waktu aku kecil dulu jika Bli Gus nakal dan kuadukan pada bibi, itu yang akan dilakukan bibi! Karena itu, jika Bli Gus kelewatan padamu, adukan saja pada bibi, Intan..."

Intan_PadmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang