[Part XIV] Padmi

4.7K 496 52
                                    

Memiliki cinta adalah keberuntungan

Bahkan sang raja

Akan mengenali sang permaisuri *)

Walaupun dalam wujud yang berbeda

Dalam tujuh kehidupan

---

Intan nyaris tak mampu berkata-kata sesaat setelah menyadari Mahendra mampu mempengaruhinya sedemikian rupa. Dimana sikap santikanya? Baru beberapa hari mereka bersama, apa yang telah dilakukan Mahendra kepadanya?

Tidak ada lagi Intan yang lugu dan polos. Atau memang perempuan lugu nan polos itu memang sesungguhnya tiada? Inilah dirinya yang sesungguhnya?

"Kenapa terdiam, Dayu?"

Suara berat Mahendra menyentak telinga Intan. Perlahan tangannya yang terulur dan melilit bagai ular di leher sang Siwa dilepaskannya sehingga kini mereka berhadapan. Gadis itu perlahan memiliki kesadaran, barusan dia telah merayu Mahendra sedemikian rupa karena pemikiran cemburunya terhadap Padmi.

"Apakah Padmi pernah memelukmu seperti ini, Bli?"

"Apakah Padmi mampu membakar bibirmu dan memberikan ciuman seperti ini? Apakah gadis itu mampu memberikan kepuasan seperti yang kuberikan padamu saat ini?"

Dalam kemarahan dan kecemburuan yang nyaris tak terkendali, justru mampu dikendalikan dan dimanfaatkan Mahendra dengan baik.

"Berikan yang mampu kau wujudkan dengan ragamu, Dayu! Bahkan dalam amarahmu, aku merasakan bagai api yang membungkus cinta. Aku dan engkau pada dasarnya satu. Sama seperti panas dan api, keduanya tak terpisahkan. Aku bagai ular yang berdiam diri, kau bagai ular yang bergerak memicu ragaku...."

"Bli bagai lautan yang tenang dan tiang bagai laut yang penuh gelombang..." Intan meneruskan Purana dalam Kitab Suci yang menceritakan kisah Siwa dan Parwati. Sebagai pewaris klan Brahmin tentu Mahendra hafal setiap kisah lama dalam kitab.

"Aku adalah transdental dan engkaulah manifestasi....bergeraklah saat aku terlihat diam dan engkau memahami kediaman semesta sesungguhnya karena adanya gerakan yang stagnan dan terkendali ...."

....dan saat Intan membuka mata, dia baru menyadari, perkataan Mahendra kepadanya bagai sebuah mantera yang lebih kejam daripada sebuah rayuan semata. Melihat jejak yang dibuatnya sendiri di tubuh suaminya, Intan terkesiap. Bagaimana bisa dia bertingkah seliar itu dan membuat banyak jejak hasrat di tubuh suaminya? Bibir, leher, dada..... Kapan dan bagaimana dia sendiri tak mampu memahaminya, seolah dia menjelma Durga alih-alih Gauri disaat Mahendra serupa Siwa yang memicu emosi dalam batinnya yang terbiasa tenang. Perbandingan dan terbandingkan dengan wanita lain membuatnya kalap dan meluapkannya dalam sebuah emosi yang dimanfaatkan Mahendra dengan begitu cerdik. Intan melayani Mahendra melebihi hal terliar yang mampu masuk dalam pemikirannya selama ini.

Senyum kemenangan yang tersungging di bibir sang suamipun semakin membuat Intan ingin menjerit kesal karena memakan mentah-mentah umpan Mahendra. Tanpa kata gadis itu melepaskan diri dari Mahendra dan berdiri dari kolam pemandian.

"...mau kemana, jegeg?" genggaman kokoh Mahendra mengunci pergelangan ramping sang istri yang sekarang berwajah kemerahan, Intan bahkan tak sanggup memandang Mahendra.

"Ampurayang jika tiang tadi bersikap keterlaluan...." gumam Intan pelan, lelaki itu justru terkekeh pelan sambil berdiri. Ketegapan dan ketegasan tubuhnya sekarang membayangi Intan yang terlihat begitu mungil dalam kekuasaan Mahendra.

"Tidak...tidak....justru tiang menyukai Dayu yang seperti tadi. Selama ini tiang bertanya-tanya dan menakar, apakah saat bercinta tiang menyakiti Dayu? Seberapa kuat Dayu bisa menahan tiang dan kesabaran yang puluhan tahun telah tiang simpan rapat-rapat, sekarang bagai air bah yang nyaris sanggup meluluh lantakkan dirimu. Seberapa takaran tiang harus menahan diri untuk tidak menyakiti Dayu yang tiang inginkan sejak bajang? Tidakkah Dayu merasa takut akan hasrat tiang yang begitu besar? Pikiran-pikiran itulah yang selama ini berkecauk dalam pikiranku tetapi malam ini Dayu telah memberikan jawaban yang indah, kau telah siap menerimaku, Intan....Padmi...."

Intan_PadmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang