episode 11: a week after

952 209 1
                                    

Seminggu berlalu, Mina dan Jihyo masih tidak saling bicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seminggu berlalu, Mina dan Jihyo masih tidak saling bicara. Tak ada ucapan selamat pagi atau pun bentuk basa-basi lainnya. Usaha Nayeon dan Jeongyeon untuk membuat keduanya saling bicara tak ada yang membuahkan hasil.

Segelas kopi maupun lingkaran makan malam mereka yang biasanya tak bisa menyatukan dua orang ini.

Setidaknya tidak ada keributan lain di rumah itu selama seminggu ini, sampai datangnya selembar amplop putih bersih yang diantarkan pengantar pos sekitar sepuluh menit yang lalu.

Surat di dalam amplop itu bagaikan bom yang berbahaya, dan bisa menjadi dua kali lebih berbahaya jika Hirai Momo yang menerimanya.

Momo melempar surat dari KCA tentang diskualifikasi tim mereka ke depan Jihyo yang sedang berusaha menelan sereal sarapannya. Ia hanya mengatakan tiga kata, “What the hell?” dan Jihyo balik menatapnya dengan bingung.

Diraihnya surat itu lalu dibacanya setiap kalimat yang tercetak di atas kertas tersebut. Ia tahu hari ini akan datang, siap atau tidak ia akan menghadapi kemarahan Momo dan seluruh anggota timnya yang sedang bergantian membaca surat itu.

“Kita didiskualifikasi, gara-gara plagiarisme? Park Jihyo freakin’ explain yourself!” Sentak Momo, ia menyibakkan rambutnya ke belakang lalu menambahkan, “dan kamu waktu itu nolak pendapat aku buat bikin koreo baru. yang bener aja sih.”

“Damn girl, all those tiring practice for nothing,” kata Jeongyeon kesal.

“Maaf.”

Cuma itu yang bisa keluar dari mulut Jihyo. Ia membiarkan semua teman-temannya meluapkan kemarahan mereka padanya, ia merasa pantas mendapatkan itu.

Kali ini Sana yang mendatanginya sambil menggelengkan kepala dan melipat lengan di dada. “Koreo buatan sendiri my ass. Aku benci pembohong.”

Anggota-anggota yang paling muda hanya terdiam sambil menundukkan kepala, tentu saja mereka tidak akan membentak Jihyo atau memaki-makinya. Mereka, apalagi Dahyun, mempunyai respect tertentu terhadap Jihyo. Walau kekecewaan jelas hadir di wajah-wajah manis mereka.

Bahkan Nayeon yang tidak pernah marah menunjukkan kekecewaannya, ia hanya diam, melirik Jihyo sekali lalu masuk ke kamarnya.

Mina, well, ia tidak berbuat apa-apa. Ia menyaksikan Jihyo tersenyum pahit, membuang mangkuk serealnya ke tumpukan piring kotor dengan sedikit dibanting.

Gadis Park itu melewatinya seolah ia tidak ada, melangkah dengan cepat ke pintu depan rumah. Lalu Mina mendengar bunyi brak keras, menandakan bahwa Jihyo sudah keluar.

Ini terasa jauh lebih buruk daripada hari pertamanya datang ke rumah ini. Mina kira hari itu adalah salah satu momen paling tidak menyenangkan dalam hidupnya.

Ia harus tinggal bersama segerombolan cewek, mulai beradaptasi dengan lingkungan baru, dan menghadapi ketakutan dalam dirinya.

Tidak, ternyata berada di tengah-tengah kekalutan dunia perempuan jauh lebih mengerikan. Seperti bom waktu, katakanlah ia membuat satu saja kesalahan fatal, ia yang akan berada di posisi Jihyo tadi.

Lamunan Mina dibuyarkan oleh nada dering ponselnya. Okaasan is calling. Bagus, benar-benar waktu yang tepat. Kalau dihitung-hitung, memang sudah lama sejak Mina terakhir menghubungi ibunya, dan bisa dibilang Mrs. Myoui adalah tipe ibu-ibu yang agak khawatiran.

Menghela napas, Mina beranjak dari meja makan untuk membereskan bekas sarapannya. Kemudian ia masuk ke kamar mandi, memutuskan untuk menerima telepon ibunya di dalam sana.

“Minari! kenapa lama sekali sih ngangkatnya. God I miss you so much!”

Mina tersenyum kecil lalu menjawab, “I miss you too.” Lalu ia mulai terisak, mengingat semua masalah yang ingin ia ceritakan pada ibunya.

Mina? Kamu gak apa-apa kan? Ada masalah apa? Soal kuliah? Soal cheers? Atau ada masalah sama temen-temen kamu? How’s the girls, they’ve been good to you right honey?”

“Aku gak apa-apa. Mereka baik kok. I’m not bullied, if that’s what you’re worrying about.”

Mina menghapus air matanya sebelum aliran cairan asin itu sampai ke pipinya. Ibunya malah semakin khawatir dan mulai membicarakan tentang masalah Mina dulu di San Antonio, membangkitkan memori-memori yang ingin Mina hapus dari pikirannya.

“…Kalo ada masalah cerita Mina, supaya yang dulu gak terulang lagi.”

“Iya aku pasti cerita. Okaasan, I love you! Nanti aku telpon lagi.”

💅💅💅

GIRLS' PROBLEM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang