❝You think you can survive in a girl world?❞
Ketika Myoui Mina yang trauma menjalin pertemanan dengan sesama perempuan bertemu dengan si kapten cheers Park Jihyo serta cheerleading squad-nya, ia pun memasuki dunia baru di mana ia dikelilingi delapan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Belum ada satu pun coretan tinta merah di atas kertas laporan Yoo Jeongyeon dan itu merupakan hal baru. Hal baru yang baik tentunya, laporannya kali ini bisa dibilang sempurna.
Jeongyeon menyaksikan Profesor Han memeriksa lembar demi lembar laporannya tentang kasus kleptomaniac, ada ekspresi senang samar-samar di wajah pria tua itu, membuat Jeongyeon semakin tak sabar mendengar komentarnya.
"Waktu berharga saya tidak terbuang sia-sia membaca laporan ini Miss Yoo. What a great take on a kleptomaniac case,"
Jantung Jeongyeon baru saja melompat! Komentar itu membuatnya lega sekaligus menggebu-gebu.
Untuk pertama kalinya ia tidak merasa seperti sebuah kegagalan besar, ia punya sesuatu untuk dibanggakan, sesuatu untuk ditunjukkan di depan wajah ibunya sambil berkata "lihat, aku bisa melakukan ini."
"Terima kasih pak."
Hanya itu respons yang bisa keluar dari mulut Yoo Jeongyeon saat ini. Tangannya masih gemetaran karena terlalu senang dan kaget.
Profesor Han kembali memandangi laporan Jeongyeon, lalu menyimpan kertas-kertas itu di atas mejanya, mengalihkan atensinya pada siswinya yang masih berdiri di depan mejanya.
"Saya sedang butuh asisten di ruang konseling dan asisten untuk mengajar juga. What do you think, Miss Yoo?"
Tidak sampai 5 detik Jeongyeon langsung menerima tawaran dosennya itu. Tak hentinya ia mengucapkan terima kasih, melukiskan senyum kecil di wajah sang profesor yang terkenal galak itu.
Hari ini Jeongyeon meninggalkan kelasnya dengan mata berbinar dan semangat baru di dalam dadanya, bukan wajah stress karena setumpuk revisi yang biasanya.
Inilah saat yang tepat untuk menelpon ibunya, Jeongyeon ingin menyombong, membalas semua tekanan yang ibunya berikan selama ini.
Ia menekan speed dial nomor dua di ponselnya, mendengarkan nada sambung yang terus terulang sebanyak tiga kali hingga terdengar suara ibunya di seberang.
"Coba tebak? Mulai hari ini Yoo Jeongyeon adalah asisten dosen. Have I make you proud yet, eomma?"
"Jeongyeon? Ini serius?"
"Ya! Jadi sekarang jangan protes lagi soal kegiatan cheerleading aku. Karena buktinya kuliah aku sama sekali gak keganggu."
Tak ada suara apa-apa terdengar dari ponselnya setelah Jeongyeon mengatakan itu. Sempat ia kira ibunya sudah memutus sambungan, tapi kemudian terdengar isak tangis. Sangat pelan namun jelas. Ibunya sedang menangis.
"Eomma?" Panggil Jeongyeon. Nada suaranya agak melembut.
"Jeongyeon, denger, maaf eomma neken kamu terus selama ini tanpa tau seberapa keras usaha kamu. Wajar kalo kamu pengen marah."
"No it's okay. Semua orang tua mau yang terbaik untuk anaknya, aku ngerti kok. Cara eomma salah tapi-" Jeongyeon tak mampu melanjutkan kalimatnya.