episode 29: girlfriends forever

1K 189 6
                                    

Dapatkan edisi pertama Writozine di sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dapatkan edisi pertama Writozine di sini.

Di bawah poster yang ditempelnya di mading itu, Myoui Mina menggantungkan sebuah keranjang berisi sepuluh majalah tipis berjudul Writozine yang memuat tulisan-tulisan kreatif mahasiswa Bahasa Inggris.

Majalah itu adalah projeknya dengan beberapa teman sekelasnya. Projek itu memang masih non-profit, namun Mina cukup bahagia ia bisa menyalurkan ide-idenya dengan percaya diri.

Lagi-lagi Mina teringat pada keputusannya untuk bergabung dengan 9MILLION waktu itu. Dulu Mina tidak akan berpikir bahwa keputusan itu adalah keputusan terbaik yang pernah ia ambil seumur hidupnya.

Lain halnya sekarang, bertemu dengan gadis-gadis itu adalah hal terbaik yang terjadi padanya sejak pindah kembali ke Seoul, tanpa mereka si penakut Sharon Myoui pasti masih menguasai dirinya.

Selesai mempromosikan majalahnya, Mina melangkah menuju tangga sambil mengecek ponselnya yang terus-terusan berdering sejak tadi.

Nama Jihyo alias “Ms. Captain” tertera di layar ponselnya, ternyata gadis itu sudah menelponnya lima kali.

Sembari menuruni tangga, Mina menerima panggilan keenam dari Jihyo, mendengarkan si kapten mengomel di telinganya karena ia tak kunjung menjawab.

“Aku lagi ngurusin mading tadi, ada apa sih?” Kata Mina tenang, memperlambat langkahnya.

“Aku mau ngajak makan bareng,” sahut Jihyo melalui sambungan telepon.

“Oh haha kirain kenapa,” tawa Mina, lagi-lagi menerima omelan dari Jihyo.

“Mau makan di mana?”

“Di tempat makan burger yang deket kampus itu mau gak? Di sana saladnya enak.“

“Mmm okay, tunggu 15 menit ya?” Ucap Mina.

“See you miss Myoui! Awas kalo telat!”

Mina hanya tertawa lalu menyimpan kembali ponselnya. Pertemanannya dengan Jihyo sudah sampai pada taraf yang ia sendiri tidak sangka-sangka.

“Hi Myoui! You look so happy!

Sapaan tiba-tiba dari Kim Yugyeom yang berdiri di ujung bawah tangga cukup mengagetkan Mina hingga hampir menjatuhkan tasnya.

Kecanggungan di antara keduanya masih ada sampai sekarang. Walau mereka sering mengobrol lewat chat, sepertinya setiap bertatap muka secara langsung rasa canggung itu muncul kembali bagai kabut tipis di antara mereka.

“Oh hai Yugyeom.” Mina membalas sapaan itu sembari menyandangkan kembali tali tas selempangnya.

Ia mengambil beberapa langkah turun menghampiri Yugyeom, kini mereka saling berhadapan dan saling melempar senyum canggung lagi.

“Eh tau gak ada film bagus baru main di bioskop. Cuma ngasih tau aja sih siapa tau-“

“I like movies.” Potong Mina, menganggukan kepalanya dan menunjukkan gummy smile-nya.

“Jadi mau…?”

“Jumat, jam 7. Kamu beli tiket aku yang beli makanan.”

“Oke,” Yugyeom menyetujui perjanjian yang dibuat Mina.

“Ini bukan date atau apa kok, aku cuma mau nunjukin film itu. Anggap aja nonton sama temen.” Lanjutnya.

“Iya iya aku tau,” timpal Mina.

“Aku bukannya mau gantiin Jaebum hyung atau gimana.”

Mendengar nama Jaebum disebut, Mina tersenyum kecil, menggelengkan kepalanya dan membantah pernyataan Yugyeom barusan.

Hubungannya dengan Im Jaebum hanya seperti mengisi lubang-lubang kosong di antara waktu luang. Sementara waktu utamanya tetap untuk Jihyo.

Mina tidak menganggap hubungan itu serius, ia memang sempat menyukai senior-nya itu, tapi mereka tidak sampai ke mana-mana. Tak ada rasa sedih atau apa pun di benaknya, ia lebih suka Im Jaebum menjadi temannya.

“Gak gitu kok. Thanks Yugyeom. Eh aku harus pergi sekarang, there’s a special date.” Mina melirik jam tangan di tangan kanannya.

Hampir 10 menit sudah berlalu sejak ia menutup telpon Jihyo. Gadis itu akan mengomel lagi kalau ia terlambat.

“Special date? Sama siapa?”

Mina tersenyum lebar, “sama Park Jihyo!”

💅

“Gimana tadi praktek dramanya?”

Pertanyaan Sana membuka perbincangannya dengan Momo yang dari tadi sibuk melahap makanan di meja.

Hirai Momo baru saja menyelesaikan praktek drama kelasnya hari ini. Ia mendapat nilai B- dan julukan peran utama kedua terburuk sepanjang sejarah jurusan Seni Teater.

Tak peduli apa yang dosennya katakan, Momo tetap senang ia berhasil melewati praktek kali ini tanpa cedera.

“Well, tetep aja aku benci si Changkyun. Kalo bukan gara-gara dia aku gak bakal dapet nilai segitu.”

Mengangkat kepalanya dan memindahkan fokusnya dari makanan ke sahabatnya, Momo mendapati Sana mengeluarkan sebungkus rokok dari tasnya.

Momo segera menyita benda itu sebelum Sana sempat menyelipkan sebatang di antara kedua bibirnya.

“Heh sejak kapan ngerokok? Gak baik San,” kata Momo, mengerucutkan bibirnya menunjukkan ketidaksetujuannya.

“Cuma nyobain sekali kok,” jawab Sana.

“Iya gak akan lagi.” Ia melanjutkan, membuat Momo tersenyum senang dan mengacungkan jempolnya.

“Tau gak, rasanya ga pernah ada temen aku yang sedeket kamu. You’re like my other half, do you feel that way too?

Entah bagian jiwa Momo yang mana yang sedang kumat, namun Sana tak bisa menahan untuk tidak tertawa mendengar kata-kata cheesy gadis itu.

“No I don’t wanna be your girlfriend Momo.”

“Wow thanks for being so bitchy Sana,” Momo memutar matanya kesal.

“Bercanda ih! Serius amat,” balas Sana, melemparkan sebutir kacang pada Momo.

“Gak lucu! Ngeselin!” Momo balas melempar kacang tadi.

Jeda sunyi sesaat sebelum keduanya tertawa geli. Tak peduli jika mereka bertambah tua, Momo tak mau pertengkaran-pertengkaran konyolnya dengan Sana berakhir.

Persahabatannya dengan Sana menjadi warna yang berbeda dalam kehidupan sehari-harinya. Ia akan mati kebosanan kalau tidak ada Sana untuk diajak bertengkar.

“Abis kuliah kamu mau ke mana? Balik ke Jepang?” Tanya Sana pada Momo yang sedang mengunyah sepotong daging.

“Kenapa nanya gitu? Masih lama juga,” jawab Momo heran.

“Gak apa-apa. Aku ga mau kita pisah.”

Sana rasanya ingin menampar dirinya sendiri, sekarang ia yang bertingkah cheesy terhadap Momo.

“Idih kayak aku mau pergi besok aja,” komentar Momo.

“Yaudah gak jadi!”

Sana pun menyumpal mulut Momo dengan sepotong daging karena kesal. Gadis Hirai itu berusaha mengunyah dagingnya sambil tertawa hingga nyaris tersedak.

I hate you,” ketus Sana, lalu ikut memakan makanan yang masih tersisa di meja.

I hate you too,” balas Momo, mengambil potongan daging terakhir dari jepitan sumpit Sana.

Tidak ada yang lebih menyenangkan bagi Hirai Momo selain membuat kesal Minatozaki Sana.

💅💅💅

GIRLS' PROBLEM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang