episode 26: queen b(itch)

1K 194 9
                                    

Angin musim gugur meniup lembut banner bertuliskan "Korean National Cheerleading Competition" yang dipasang di depan gedung venue tempat kompetisi nasional itu akan berlangsung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angin musim gugur meniup lembut banner bertuliskan "Korean National Cheerleading Competition" yang dipasang di depan gedung venue tempat kompetisi nasional itu akan berlangsung.

Terdapat sebuah tenda kanopi berwarna biru dan putih layaknya warna merk produk sponsor tahun ini. Di bawah naungan tenda itu terdapat sebuah meja, kursi, dan dua orang staf lomba yang mengurus proses registrasi ulang dan pengambilan nomor urut peserta.

Baris antrian di depan tenda sudah sangat panjang ketika Sana sampai, gadis itu tak mau repot-repot mendengarkan saran Jihyo untuk datang lebih pagi.

Sudah bagus ia mau meluangkan waktu di hari liburnya yang berharga untuk ini, sekaligus merepotkan Jackson untuk mengantarnya.

Sana mengibaskan rambut panjangnya seiring kakinya melangkah mendekati antrian. Speaker stereo yang sedari tadi mengalunkan lagu-lagu upbeat untuk menyemangati peserta dan staf langsung memutar Get the Party Started milik P!nk, seolah tahu bahwa lagu itu adalah deskripsi sempurna seorang Minatozaki Sana.

Tak ada habisnya Sana melambaikan tangan dan berkata "hai" selagi ia mengantri. Semua orang mengenalnya, sebagian menyukainya dan sebagian membencinya.

Yang mana pun itu, Sana tetap melempar senyuman ramah pada mereka. Bahkan pada Kim Chungha yang mengantri di barisan sebelahnya, meskipun gadis itu menganggap fakta bahwa Sana dan timnya kembali diundang ke kompetisi nasional sangatlah konyol dan tak masuk akal.

Chungha mendecih, membalas senyum ramah Sana dengan tatapan sinis, sementara Sana sendiri terkekeh puas melihat ekspresi si gadis Kim.

"Kenapa? Iri ya kita dapet undangan?" Kata Sana bangga, melambaikan amplop berisi undangan itu depan wajah kesal Chungha.

"Dih ngapain iri. Seengganya tim aku gak perlu plagiat routine orang lain buat lulus tingkat kota kemaren," balas Chungha, mengacungkan jari tengahnya pada Sana yang langsung mendengus.

"Itu cuma sekali! Seengganya tim aku loyal dan gak pernah saling rebutan posisi kapten sampe kayak orang gila."

Sana menyindir perang dingin dan saling sikut yang sering terjadi di dalam Cheer 101. Chungha merupakan salah satu kandidat kuat kapten, namun hasil pemilihan suara memenangkan Im Nayoung beberapa poin di atasnya.

Sana tahu gadis itu masih berambisi sampai sekarang. Chungha tidak menampik pernyataan Sana. Itu memang fakta, tetap saja ia membenci Minatozaki Sana seberapa benar pun perkataannya.

"Well at least I'm not a slut like you!"

Chungha kembali menyambar Sana dengan hinaan. Wajah si gadis Jepang memerah, tidak ada hal yang lebih ia benci selain dipanggil dengan kata itu.

"What the-"

Sebuah senggolan pelan dari orang di belakangnya menunda semburan amarah Sana. Tanpa sadar Sana dan Chungha sama sekali tidak melangkah maju mengikuti antrian, mereka sibuk bertengkar hingga barisan di depan mereka sudah hampir kosong.

Sana membungkuk minta maaf pada perempuan yang berdiri di belakangnya, ia langsung berlari kecil menyusul antrian dan melancarkan kembali antrian yang macet di belakangnya.

Proses pengambilan nomor dan daftar ulang ternyata tak memakan waktu lama. Sana hanya perlu menunjukkan undangannya lalu menuliskan nama timnya di daftar peserta dan mengambil nomor urut tampil secara acak dari sebuah toples kaca di atas meja.

Setelah memberitahu panitia nomor urut yang didapat, maka urusannya selesai. Hanya saja urusannya dengan Kim Chungha belum selesai.

Begitu Chungha menyebutkan nomor urut tampil Cheer 101 pada panitia, Sana meraih rambut panjangnya dan menarik gadis itu ke luar barisan. Cengkeramannya pada rambut Chungha tidak main-main, jeritan kesakitan menyelinap ke luar dari mulut Chungha.

"How dare you?" Sana menggumam, masih tidak terima Chungha mengatainya tadi.

Kedua perempuan itu mungkin akan saling cakar dan memukul satu sama lain jika Jackson tidak mendatangi Sana dan memaksanya melepaskan jambakan mautnya itu.

Ia menarik Sana pergi, dan gadis itu dengan setengah hati membiarkan temannya membawa dirinya kembali ke tempat parkir.

"Kan aku suruh tunggu di sini ngapain nyusulin!!" Seru Sana kesal, ia belum puas menyiksa Kim Chungha.

"Gimana mau nunggu. Kamu di mana-mana suka bikin ribut kayak tadi."

Jackson benar-benar khawatir pada kebiasaan Sana yang selalu bicara tanpa disaring, belum lagi temannya yang satu ini selalu bertindak kasar kalau marah. Sesungguhnya manajemen emosi Sana tidak jauh berbeda dari Jihyo.

"Kamu bukan baby sitter aku, Jackson Wang! Stop taking care of me so much!"

"Ya emang bukan siapa bilang gitu. Tapi kan-"

"Kita temen?" Potong Sana, ia sudah tahu ke mana arah argumen Jackson.

"Awalnya kita temenan juga cuma gara-gara kamu pengen deketin Momo dulu. Kamu tuh terlalu peduli sama aku, terus nanti aku ngerasa penting, terus aku makin suka sama kamu. Malesin pokoknya!"

Melihat wajah bingung dan kaget Jackson, Sana langsung menampar dirinya sendiri secara mental. Ia baru saja mempermalukan diri, membiarkan rahasianya kabur begitu saja melalui mulutnya.

"Aku gak ngomong apa-apa. Lupain aja. Ayo pulang."

Tiba-tiba kehilangan kontrol dirinya, Sana berjalan bolak-balik kebingungan harus ke arah mana. Ia tidak bisa membayangkan dirinya duduk di dalam mobil berdua dengan Jackson Wang setelah apa yang dikatakannya barusan.

Biasanya ia tidak begitu peduli pada hal seperti ini, namun kali ini ia berubah menjadi gadis SMP lugu yang baru saja mengaku pada cinta pertamanya.

Bukan Minatozaki Sana yang biasanya, Jackson juga menyadarinya. Laki-laki itu tertawa geli melihat gelagat aneh Sana.

"You have a crush on me? That's new," komentar Jackson.

"Gak usah dibahas, please?!" Omel Sana.

Wajahnya sudah mulai memerah, apalagi ketika Jackson meraih tangannya sambil tersenyum; senyum setengah mengejek dan setengah senang. Sungguh Sana ingin menampar wajah itu sekarang juga.

"Tapi kita gak bisa pacaran San, kamu udah mantanan sama member tim aku, aneh rasanya," gurau Jackson, mengayun-ayunkan kedua tangan Sana yang sedang ia pegang.

"Siapa juga yang mau pacaran sama kamu! Sinting!"

Sana melepaskan pegangan itu, melangkah menjauh dari Jackson sambil menggerutu sendiri.

Tak lama sepasang lengan kuat menangkapnya, memaksanya kembali ke mobil. Seruan kesal Sana memenuhi udara diikuti tawa jahil Jackson.

Keduanya sama sekali tidak berencana menghabiskan terlalu banyak waktu di lapangan parkir itu seperti yang sedang terjadi saat ini.

Melihat soft spot Sana adalah hal langka yang tidak terjadi setiap hari, karena itu Jackson Wang akhirnya mensyukuri keputusannya untuk mengantar Sana hari ini dan meninggalkan game-nya di rumah.

💅💅💅

GIRLS' PROBLEM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang