BAB 2

4.2K 216 43
                                    

Max jadi tidak nafsu makan hari ini. Rasanya malas untuk pergi ke kantin ataupun ke perpustakaan sekolah. Padahal biasanya Max rajin sekali berkunjung ke perpustakaan untuk meminjam buku—yang tebalnya hampir menyerupai Serial Harry Potter. Max memang tipikal cowok yang rajin membaca buku pelajaran atau buku lain—selain komik dan novel. Tapi kali ini, Max hanya ingin duduk di bangkunya—sendirian.

Max terus memikirkan penyebab mood Mil mendadak kacau, kemarin. Ya, Max memang seperti itu orangnya—sangat pemikir akan sesuatu yang menurutnya penting, terlebih pula jika bersangkutan dengan Mil.

"Max."

Suara familier itu sukses bikin Max sadar dari lamunannya. Max spontan mendongkak sedikit ke atas dan menatap manik mata cokelat milik Mil—yang tengah berdiri dihadapannya.

"Nih, gue bawain jajan kesukaan lo," Mil memberikan jajan kesukaan Max. "Gue tau, lo pasti laper tapi mager ke kantin."

Sekilas Max menatap jajan yang diberikan oleh Mil, pandangannya kemudian kembali menatap Mil. "Udah baikan mood nya?"

Seketika Mil nyengir kuda. Ekspresi nya berbeda sembilan puluh lima derajat dari yang tadi. "Lo kan tau Max, gue nggak bakalan bisa marahan lama sama lo. Nggak negur lo dikit aja rasanya ada yang kurang, gitu."

Max tersenyum miring, lalu menerima jajan pemberian Mil. "Thanks ya. Emang seharusnya sih lo baik ke gue, karena gue ini kan orang yang bakalan selalu ngejagain lo. Jadi, lo mesti kasih gue imbalan."

Pernyataan Max bikin Mil jadi terkekeh pelan. "Lo kan sahabat gue dari kecil. Jadinya emang udah seharusnya gue selalu baik sama lo, dan lo harus ngejagain gue. Ingat kan sama janji lo dulu?"

Max mengangguk samar. "Iya-iya bawel!"

"Pulang sekolah temanin gue ke kedai es krim ya!" Mil memohon dengan sangat. "Lagi pengen makan es krim nih, sekalian bikin mood gue jadi jauh lebih baik!"

"Lo bakalan gendut kalo makan es krim mulu," cibir Max. "Lagiankan, tiga hari yang lalu lo udah makan es krim."

"Tiga hari lalu kan cuman makan es krim yang lo beliin di mini market," selak Mil. "Udah lama nih gue nggak mampir ke kedai es krim langganan gue. Lagiankan, lo tau sendiri kalo gue susah gendut!"

"Gue berharap banget Tuhan ambil anugerah yang dikasih ke lo itu," Max menjawab dengan santai. "Keenakan lo nya dong kalo makan es krim tapi ngga gendut-gendut juga."

Seketika gelak tawa Mil menggema diseluruh penjuru kelas. "Itu artinya Tuhan sayang sama gue. Makanya dia kasih anugerah terindah buat gue."

"Jadi gimana, lo mau kan nemenin gue?" sekali lagi, Mil membojok Max—seperti biasa, dengan mengenakan jurus andalannya.

"Ya."

"YES!" Mil berseru sangat senang. "AKHIRNYA MAX MAU NEMENIN MIL KE KEDAI ES KRIM!"

Mendengar hal itu, alis mata Max terangkat sebelah. Ia tak lagi mencicipi jajan yang dibelikan oleh Mil. Max justru kembali menatap lekat manik mata cokelat milik Mil.

"Sejak kapan lo nyebut diri lo sendiri dengan nama?" Max bertanya.

"Sejak aku mulai mencintaimu," Mil tersenyum manis.

Jleb!

Mil melihat jelas ekspresi yang Max perlihatkan—mendadak berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Max jadi kaku, seakan pernyataan yang dilontarkan oleh Mil adalah sebuah peluru yang melesat tepat mengenai hatinya.

"Baper lo?" tembak Mil, bikin Max jadi skakmat.

"Gue cuman bercanda kok," Mil tertawa kecil. "Jangan tegang gitu dong, Max!"

Max & Mil [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang