"Terima kasih Brenda, kamu sudah datang ke ruangan saya."
Pak Oktaf—sang guru BK menaikkan sedikit kacamata nya yang hampir melorot. Tatapannya kepada Brenda terlihat sedikit berbeda dari biasanya—datar, kaku, dan penuh pertanyaan. Sejak Brenda datang menemui nya dan duduk berhadapan dengannya—di ruang BK—tatapan Pak Oktaf selalu mengarah ke lawan bicaranya.
"Saya hanya ingin bertanya, dan saya sangat menginginkan jawaban yang sejujurnya dari kamu," Pak Oktaf melanjutkan. Kedua tangannya dilipat di atas meja—tetapi tidak terlihat menegang, namun terlihat santai saja. "Apakah benar, setelah pidato dari kepala sekolah tadi pagi, kamu merokok di lantai atas bagian atap gudang sekolah?"
Jleb!
Brenda—cewek bergaya tomboy yang hobi menggonta-ganti warna bagian ujung rambutnya seketika terkejut setelah sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh sang guru BK. Dia terkejut bukan main, pertanyaan Pak Oktaf membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
Sekilas tentang Brenda Blenzki, dia adalah salah satu cewek cantik dari sekian banyaknya cewek cantik di SMA Model, yang juga sangat menyukai gaya berpakaian tomboy. Tiga kata yang menggambarkan sosok Brenda; ganas, pemalas, dan brandalan. Alasan mengapa Brenda menempati kelas aud IPA 1 pun cukup menarik; Bu Aida—sang guru Fisika memintanya untuk menempati kelas IPA di karenakan kemampuan akademik Brenda yang memadai, hanya saja cukup tersembunyi. Padahal, Brenda mencentang kolom IPS pada formulir pendataan siswa-siswi baru SMA Model tahun lalu.
"Tolong jawab pertanyaan saya," Pak Oktaf berkata lagi, nada bicaranya memang tidak terlalu tinggi, tetapi Brenda merasa jika suara Pak Oktaf terdengar galak.
Tidak tahu harus menjawab apa, cewek yang saat ini ujung rambutnya diberi warna merah itu mendengus pasrah. Kedua tangannya mengepal kuat, detak jantungnya berjalan semakin cepat, pikirannya mulai mencari-cari kalimat yang pas untuk ia lontarkan, sementara raut wajahnya terlihat ketakutan.
Bagi Brenda, sekarang juga ingin rasanya ia menghabisi orang yang berani melaporkan tindakan yang ia lakukan. Padahal sebelumnya, sejak kelas sepuluh, tak ada seorang pun yang mengetahui tindakan yang sering ia lakukan di lantai atas bagian atap gudang sekolah. Hanya Debora lah satu-satunya orang yang mengetahui hal ini—sejak awal Brenda mulai merokok tahun lalu. Debora bahkan berjanji pada Brenda untuk tidak menyebarkan tindakan yang Brenda lakukan. Dan kini Brenda semakin yakin jika seorang pengkhianat sedang bermain di belakangnya.
Plakkk!
Sebuah pukulan keras mendarat tepat di atas permukaan meja guru BK. Suara itu bikin Brenda jadi semakin takut dan bingung harus menjawab apa.
"Saya minta kamu untuk menjawab pertanyaan saya, Brenda!" nada bicara Pak Oktaf menjadi naik satu oktaf. "Saya hanya butuh jawaban dari kamu, antara benar atau tidak nya!"
"Itu tidak benar, Pak," Brenda menyelak dengan ragu. "Saya tidak pernah melakukan hal itu."
"Bagaimana bisa kamu membohongi saya?" sekarang giliran Pak Oktaf yang menyelak pembicaraan Brenda. "Bukti yang saya miliki sangat kuat. Sia-sia usaha mu untuk memohongi saya."
Guru BK yang usia nya hampir mencapai kepala empat itu segera meraih ponselnya yang terletak di atas meja dan mengusap sekali layar ponsel itu. Tangannya bergerak cepat mencari sebuah bukti kuat yang menyatakan jika Brenda sudah melakukan sebuah kesalahan besar—di dalam album gallery ponsel nya.
"Apa maksudnya ini?" Pak Oktaf bertanya, seraya memperlihatkan sebuah gambar yang ada di layar ponselnya.
Terlihat Brenda sedang duduk di atas kursi-kursi tua yang berserakan di lantai atas bagian atap gudang sekolah—sambil merokok dan tangan satu yang lainnya menggenggam sekotak rokok. Ekspresi yang terlihat di wajah Brenda pada foto itu terkesan mendatar, pandangannya kosong, mungkin sama seperti isi pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Max & Mil [Completed]
Short StoryDia adalah Max, kapten basket terbaik di SMA Model. Cuek, tidak banyak omong dan sulit ditebak. Meskipun Max sama seperti cowok di luar sana yang hobi bermain basket dan menonton film action, percayalah, dia juga hobi membuat Mil kesal. Lain lagi d...