Mobil hitam besar berhenti melaju ketika pengendarannya sudah memasuki area halaman rumah. Seorang perempuan yang duduk di kursi penumpang bergegas turun dari mobil dan melangkah dengan santai menuju pintu rumah utama. Ia membuka pintu setelah sampai disana, kemudian kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang televisi yang akan merupakan jalan satu-satunya untuk tiba di kamarnya.
Anya dengan ransel merah yang senada dengan warna jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya mendengus pelan napasnya yang terasa berat ketika hampir melewati ruang televisi itu. Dilihatnya sebuah benda kotak hitam besar sedang menyala—menampilkan sebuah acara gosip yang membahas seputar kehidupan para selebritas. Anya juga melihat seorang wanita tengah duduk bersantai di sova empuk—yang langsung berhadapan dengan televisi. Diyakininnya jika itu adalah Bianca—Mamah nya.
"Mah," Anya menyapa saat tiba disamping Bianca. Cewek itu merubah posisinya menjadi duduk bersandar pada permukaan sova. Ia mendengus pelan sebelum melanjutkan perkataanya. Tak lupa memejamkan matanya—seolah menikmati kegiatannya yang sekarang. "Hari Rabu, Anya ikut olimpiade fisika lagi."
Sontak, Bianca mendongkak kearah anak semata wayangnya itu. "Mamah sangat yakin, kamu yang akan selalu menjadi siswa terbaik disekolahmu. Dan menjadi andalan mereka. Lagipula, ini bukan hal biasa yang jarang mamah dengar. Mamah sudah terlalu sering mendengar kalau kamu menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti olimpiade."
Bukannya tersenyum atau setidaknya menjawab beberapa patah kata, Anya justru terdiam dan tetap asik dengan kegiatannya yang sekarang. Ia merasa, rasa lelahnya akibat terlalu banyak belajar sebagai persiapan untuk mengikuti olimpiade terbayarkan dengan posisi tubuhnya yang sekarang. Tak diherankan sekali, saat ini Anya memang membutuhkan untuk beristirahat selain tidur malam.
"Oh iya Sayang, kamu harus coba pakai gaun yang Mamah beliin, sekarang ya!" Bianca seakan bersemangat seketika. Ditatapnya Anya dengan senyuman yang mengartikan sangat mengharapkan kata 'iya' yang keluar dari mulut Anya.
"Anya capek, Mah. Nanti aja ya Anya coba pakai, pasti Anya pakai kok!" Anya menolak secara halus—masih bertahan diposisi yang tadi.
"Mamah kan udah bilang tadi, kamu mesti coba pakai gaun mu setelah pulang sekolah. Lagian, kamu tadi juga bilang 'iya' 'kan?"
Anya mendengus lagi, lalu membuka matanya lebar-lebar—kini ia menatap kearah langit-langit rumah. "Ntar malam pasti Anya coba pakai kok, Mah. Anya mau istirahat dulu ya sekarang. Capek banget Mah!"
Tanpa menunggu jawaban dari Bianca, Anya bergegas beranjak dari duduknya menuju lantai dua—tempat kamarnya berada. Ia membawa rasa lelah dan kantuknya itu menuju kekamar—berniat untuk beristirahat lagi, setelah merasa lelah belajar yang berlebihan saat di sekolah.
Sementara Bianca yang melihat tanggapan anak semata wayangnya itu tak dapat berbuat apa-apa. Dia tidak bisa memaksakan Anya mengikuti kemauannya, karena dia tau jika Anya kelelahan akibat terlalu banyak berkutik dengan buku-buku pelajaran di sekolah—belum lagi belajar untuk persiapan olimpiade fisika. Begitulah Bianca, akan selalu sabar dan mencoba mengerti Anya apabila anaknya merasa kelelahan. Karena tak lain alasan Anya lelah yaitu karena lebih sering berkutik dengan buku pelajaran dibanding beristirahat. Anya melakukan iu semua untuk dirinya, orang tuannya, dan sekolahnya. Bagaimana pun juga ia harus mendapatkan beasiswa sekolah di luar negeri setelah SMA. Ia juga harus mempertahankan pringkat pertama nya di kelas, dan mempertahankan gelar the best student di sekolahnya. Karena itu semua adalah kemauan orang tua nya—terlebih kemauan sang Ayah, walaupun Anya tak menginginkan sepenuhnya.
***
Setelah berganti pakaian menjadi kaos hitam lengan pendek dan celana jeans selutut, Sam meraih botol minuman air mineral yang ia beli di bandara tadi—lalu membawa minuman itu kedekat jendela kamar. Gorden jendela itu terbuka lebar—menyisakan kaca tembus pandang yang memperlihatkan rumah tetangga yang berhadapan dengan rumah yang ditempati oleh Sam. Dari jendela itu, Sam juga bisa melihat keadaan jalan raya kecil yang menjadi pembatas antara rumah Tina dan rumah tetangga didepan rumahnya. Cowok itu sesekali meneguk air mineral miliknya, namun pandangannya tetap mengarah keluar jendela. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu lagi, mungkin saja tentang perempuan yang masih menguasai pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Max & Mil [Completed]
Short StoryDia adalah Max, kapten basket terbaik di SMA Model. Cuek, tidak banyak omong dan sulit ditebak. Meskipun Max sama seperti cowok di luar sana yang hobi bermain basket dan menonton film action, percayalah, dia juga hobi membuat Mil kesal. Lain lagi d...