BAB 6

3.1K 175 29
                                    

Hari Sabtu, adalah hari yang tidak disukai oleh beberapa siswa-siswi SMA Model kelas aud IPA maupun IPS—karena, setelah proses pembelajaran selesai pada pukul 13:45, mereka harus tetap bertahan di sekolah dan mengikuti kegiatan pramuka yang dimulai pada pukul 14:00. Kepala sekolah sengaja menetapkan aturan untuk Jumat dan Sabtu agar tidak langsung pulang ke rumah, tetapi harus bertahan di sekolah untuk mengikuti kegiatan pramuka. Alasannya hanya karena menghindari siswa maupun siswi yang membolos dari kegiatan yang sangat diwajibkan untuk diikuti itu.

Sekarang waktu sudah menunjukan pukul enam lewat dua puluh menit, Mil sudah tiba di sekolah sedari tadi—bersama anggota inti OSIS lainnya. Pekerjaan mereka sudah selesai—selesai lebih cepat dari waktu yang ditargetkan Alden. Mimbar untuk pidato, microfone, alat pengeras suara, kabel-kabel listrik dan berbagai keperluan untuk pidato sudah siap—di lapangan utama SMA Model. Gavin sudah mencoba men-tes microfone itu berkali-kali dan hasilnya tetap bagus—tidak ada kerusakan sedikit pun. Yang harus para anggota inti OSIS itu lakukan sekarang ialah; menunggu kepala sekolah dan dewan guru memasuki area lapangan utama, dan seluruh siswa-siswi lainnya.

"Semoga nggak ada kekacauan pagi ini," Alara berucap dengan penuh harapan—didepan para anggota inti OSIS lainnya, terkecuali Alden yang sedang dipanggil ke ruangan kepala sekolah.

"Amin," Mil menyahut. "Sampai detik ini, gue masih penasaran sama orang yang berani ngambil soal-soal evaluasi siswa itu!"

"Gue juga," Alara ikutan menyahut.

"Apalagi gue," ungkap Gavin. "Gue bakalan buat perhitungan sama orang itu kalo gue tau siapa orangnya! Karena perbuatannya itu, gue juga kena imbasnya dari si ketua OSIS."

Seketika Mil terkekeh pelan. "Tenang aja Gav, Bang Alden nggak bakalan main tangan kok sama lo. Lo kan juga bukan pelaku nya, 'kan?"

Gavin mendengus pelan, "Meskipun nggak main tangan, tapi dia main mulut! Lo tau Mil, kemarin itu telinga gue bener-bener panas setelah di omelin sama dia! Dia itu udah kayak emak-emak yang ngomel karena tupperware nya dihilangin sama anaknya! Dia—"

Mil menggetuk kasar pergelangan kaki Gavin. Cewek itu mendongkak ke belakang punggung Gavin dengan raut wajah yang khawatir karena sesuatu. Bersama Alara dan para anggota inti OSIS lainnya, mereka melihat kedatangan Alden yang tiba-tiba sudah berada di belakang punggung Gavin.

"Apaan sih Mil?" Gavin protes. Sementara Mil memberikan kode dari gerak-gerik mata nya kepada Gavin.

"Apaan?" Gavin jadi bingung sendiri. Perlahan ia menoleh ke belakang dengan raut wajah yang masih kesal seperti ia mengoceh tadi—kemudian, sembilan puluh derajat raut wajahnya berubah.

"Ngomong apa lo tentang gue?" suara Alden pelan, tetapi terdengar galak bagi Gavin.

"Bercanda, Boy," Gavin terkekeh pelan. "Gue cuman—"

"Banyak ngeles lo," selak Alden, kemudian tatapannya beralih pada para anggota inti OSIS. "Lo semua stayby di lapangan, karena sebentar lagi pidato dari kepsek bakalan di mulai."

Belum sempat Alden menyaksikan pernyataan 'iya' atau sebuah anggukan dari anggota OSIS nya, cowok yang terkenal akan kemampuan akademiknya itu menyelenong pergi begitu saja. Sepertinya ada urusan lain yang harus ia selesaikan.

Anetha—sang ketua bendahara OSIS, melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Nggak kerasa udah jam enam lewat lima puluh tujuh menit aja."

"Dan tumben, kepsek datang pagi banget," Naldo—sang wakil sekretaris OSIS ikut menimpali.

"Udah guys," kata Alara. "Mending sekarang kita kerjain apa yang harus kita kerjain, sesuai perintah Alden. Jangan sampai acara pagi ini jadi kacau karena keterledoran kita."

Max & Mil [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang