"God, please pull the feelings of love that should not be here!"
*
*
*
*
*Sejak mendapat telepon dari pihak rumah sakit, Ali dan Rahel segera menuju kesana. Untuk kejadian ini wajar jika Rahel takut terjadi sesuatu pada Prilly dan calon keponakannya, pasti Mama akan marah besar. Sedangkan Ali, apa yang ia takuti? Bukankah ia sudah tidak peduli lagi? Lalu pantaskah ia mengkhawatirkan orang yang telah ia lukai?
"Permisi sus, saya mau tanya mengenai pasien yang baru aja mengalami kecelakaan. Tadi saya dapet telepon dari pihak rumah sakit."
"Ohh mbak Prilly dan-" ucapan suster itu terpotong oleh Ali yang sudah sangat panik.
"Iya, dimana ya ruangannya?" tanya Ali, membelakangi Rahel yang terlihat begitu panik.
"Pasien baru saja masuk ruang IGD, karena lukanya cukup parah. Nanti dari sini Mas sama Mbak ambil kiri, nah disitu letaknya."
Lutut kakak-beradik itu langsung melemas, ketika akan segera beranjak tapi kemudian suster yang berdiri dibalik meja itu menghentikannya.
"Sebentar, Mas! Ini saya ingin mengembalikan handphone, sepertinya milik-" lagi-lagi ucapan suster itu terpotong.
"Itu handphone Kak Prilly, bang! Handphonenya ancur, terus Kak Prilly gimana? Hiks hiks."
"Hel, jangan bikin abang panik dong!"
"Tapi itu handphone Kak Prilly ancur bang, terus Kak Prilly gimana? Hiks hiks."
Ali menarik nafasnya dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. "Kalo handphone Prilly rusak, terus gimana rumah sakit ini bisa hubungin telepon rumah? Sedangkan setau gua Prilly nggak pernah nyatet di kertas ataupun di kartu nama kecuali di handphone."
"Yaudah yuk kita kesana, udah jangan nangis." ucap Ali kemudian menuntun Rahel mencari ruang IGD.
Mereka berdua berlari sebisanya. Kemudian saat mereka sampai ditempat tujuan, mereka mendapatkan seorang perempuan dengan kepala yang diperban duduk sambil menangis tersedu. Perempuan itu membuat Ali dan Rahel terkejut bukan main, suster tadi bilang ia masuk ruang IGD, tapi kenyataannya ia tidak terluka parah kecuali kepalanya yang diperban.
"Kakak?! Kak Prilly gapapa kan? Hiks hiks." Tangis Rahel semakin pecah, tangisannya itu merupakan bentuk rasa syukur atas keselamatan kakak ipar kesayangannya itu.
Prilly hanya menangis saja, tak berniat sedikitpun menanggapi pertanyaan Rahel dalam keadaan seperti ini. Sedangkan Ali, ia hanya diam dan mencoba untuk tidak terlihat peduli.
"Nyusahin tau nggak lo? Nanti kalo Mama tau dia bakal marah besar!" Ali marah, terlihat begitu marah.
"Li... hiks hiks." Prilly menarik nafas, mencoba menjelaskan apa yang sudah terjadi.
"Apa?! Mau minta maaf karena udah nyusahin bikin orang khawatir?" ucapnya dengan nada tinggi.
"Bang, bisa nggak sih nggak usah marahin Kak Prilly? Dia tuh baru aja kecelakaan, seharusnya abang nenangin, bukan malah marah-marah!" sambar Rahel.
"Lo nggak usah ikut-ikutan!" teriak Ali.
"Li, hiks hiks, Luna..." tatapannya sendu, membuat Ali penasaran apa maksud perkataannya dengan menyebut nama Luna sambil menangis.
"Kenapa? Lo benci sama Luna karena gua cinta sama dia terus lo coba nyakitin diri lo sendiri hah?"
"Enggak! Dengerin gue dulu, Li, hiks hiks. Jadi..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Belatedly Love You 1 & 2
FanfictionSUDAH TERBIT!!! Chapter 1-22 (versi 1) | Chapter 23-selesai (versi 2). Ini lebih mirip kisah klasik mungkin. Tentang mereka yang terpaksa terikat janji pernikahan karena dijodohkan kemudian timbul berlarut-larut luka karena merasa tidak hidup layakn...