"Prilly, cepetan!" panggil Erlina pada putri semata wayangnya yang terlihat sudah berada di deretan anak tangga terakhir.
Prilly terlihat begitu anggun mengenakan dress biru dongker sebatas lutut, sepatu flat shoes juga ia gunakan warna biru dongker dan panduan pita warna creme agar warnanya terpadu dan terlihat calm. Make up tipis yang biasa ia gunakan setiap hari membuatnya lebih pede, dan rambut panjangnya ia biarkan tergerai dengan indah.
Saat Prilly telah sampai diruang keluarga, ia mendapatkan Erlina tengah berbincang bersama kerabatnya -juga kerabat almarhum Papa yang tengah duduk menengahi putranya. Prilly sudah tahu maksud kedatangan mereka, karena sebelumnya Erlina sudah berbicara padanya. Erlina dan almarhum Papanya Prilly -yang bernama Ari pernah membuat perjodohan. Bagi mereka, kini adalah waktu yang tepat. Meski tahu Ari telah berpulang lebih dulu, perjanjian mereka tak akan pernah sirna.
Awalnya Prilly menolak keras perjodohan tersebut. Tapi karena ini adalah janji almarhum Papa, otomatis ini adalah sebuah wasiat.
"Hai Om. Hai Tante." sapa Prilly, kemudian ia membungkukkan badannya untuk mencium tangan keduanya.
"Sini duduk. Sebelumnya Kamu udah tau kan maksud kedatangan Om Pras sama Tante Pelyn kesini?" tanya Erlina.
Prilly mengangguk sambil tersenyum samar. Sedari tadi Prilly memperhatikan pria itu -yang akan dijodohkan dengannya hanya diam dengan wajah datar.
"Eh iya, sampe lupa hehehe. Ini Ali, Pril. Anak Om Pras sama Tante Pelyn. Calon suami kamu." ucap Erlina perlahan-lahan. Bahwasanya ia tahu Prilly berat untuk menerima ini, Prilly hanya ingin fokus pada pendidikannya yang tengah menuju S2. Prilly bisa saja meneruskan pendidikannya, tapi jika sudah berumah tangga lain lagi urusannya. Erlina bilang jika ia sudah menikah, keluarga sangat penting, apalagi tanggung jawab Prilly akan jadi seorang istri, tidak usah memikirkan hal lain termasuk pendidikan.
Mama salah, Prilly ingin sekolah tinggi juga untuk banggain Mama dan almarhum Papa.
"Ali, ayo kenalan!" ucap Pelyn lembut. Ali memutar bola matanya malas setelah menatap Prilly dari ujung rambut hingga ujung sepatu.
Dengan terpaksa Ali memberikan telapak tangannya untuk saling berkenalan dengan Prilly.
"Ali!"
"Prilly!"
"Prilly cantik ya, Li?" tanya Pelyn membuka sesi orientasi.
Ali diam. "E-eum iya." jawab Ali, terpaksa.
"Eum, denger-denger kata Mama Kamu, Kamu lagi lanjutin S2 ya, sayang?" tanyanya lagi.
"I-iya, Tante." jawab Prilly gugup.
"Wah calon menantu kita pendidikannya tinggi juga ya, Ma? Hebat! Nggak salah pilih kita hehehe." sambung Pras. Mereka terkekeh bersama.
"Nanti kalo kalian udah nikah, Tante nggak larang Kamu kok buat nerusin kuliah, kalo Prilly mau lanjut kuliah ya gapapa." ujar Pelyn.
"Enggak kok Tante, Prilly udah pikirin matang-matang. Prilly mau putus kuliah aja." ucap Prilly, membuat mereka terbelalak.
"Kenapa?" tanya Pras, ekspresi wajah Pelyn pun menunjukkan bahwa ia juga bermaksud bertanya.
"Mama bilang, setelah Prilly menikah, tanggung jawab keluarga sangat penting, apalagi peran Prilly sebagai istri."
"Yakin? Prilly nggak keberatan? Er?" tanya Pelyn pada ibu dan anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belatedly Love You 1 & 2
FanfictionSUDAH TERBIT!!! Chapter 1-22 (versi 1) | Chapter 23-selesai (versi 2). Ini lebih mirip kisah klasik mungkin. Tentang mereka yang terpaksa terikat janji pernikahan karena dijodohkan kemudian timbul berlarut-larut luka karena merasa tidak hidup layakn...