Chapt. 08

1.1K 85 4
                                    

Seketika senyum di bibirku menghilang. Tawaku yang sedari tadi terdengar, kini tidak terdengar lagi. Sekarang aku hanya menunduk diam dengan tanganku yang masih di genggam oleh yonggi. Bahkan aku tak mendengar berisiknya mereka sekarang. Hatiku sangat pedih, untuk melihat pemandangan didepanku bahkan aku tidak bisa. Ingin saja berlian bening yang sedari tadi kutahan jatuh. Aku menggigit bibir bawahku menahan tangis. Aku tak boleh lemah depan mereka. Hingga suara yerin membuatku mendongak.

"Kajja kita toilet sebentar. Aku takut jika pergi ke toilet sendiri" ia menatapku seakan berbicara 'aku akan membawamu keluar dari sini' aku menangguk sambil tersenyum.

"Geuraesseoyo. Dasar penakut" ujarku di selingi tawa. Yah, tawa palsu sebagai sandiwara untuk meyakinkan bahwa aku baik-baik saja. Kemudian aku dan yerin beranjak ke toilet.

Air mataku melolos begitu saja. Air mata yang sedari tadi kutahan. Aku terduduk di kursi taman yang berada di belakang cafe dengan yerin. Untunglah suasana disini tenang dan sepi.

"Geogjongma, itjanha jieun-ah" yerin menggenggam tanganku erat kemudian ia menyeka air mataku dan kemudian ia tersenyum.

"Kau jelek jika menangis" candanya yang membuatku sedikit tersenyum. Kemudian aku memeluknya erat.

"Neo majja. Aku tidak boleh seperti ini. Gomapseumnida yerin-ah" ujarku pelan di tengah-tengah pelukan kami. Kudengar ia mendesah pelan.

"Cheonmaneyo. Aku sangat sedih jika melihatmu selalu bersedih. Geuraeneun, bangkitlah" dia melepas pelukannya dan kemudian menatapku sambil tersenyum.

"Hwaiting" ujar nya lagi menyemangatiku. Sungguh aku sangat beruntung memiliki sahabat yang sangat pengertian seperti yerin. Aku tersenyum, lalu aku kembali memeluknya.

Tidak ada yang spesial selain persahabatan. Semua terasa ringan jika dilalui dengan sahabat.

.
.
.
.

Taehyung terus merangkulku saat berjalan di sepanjang koridor sekolah. Aku sungguh kesal atas sikapnya. Bahkan dia tidak melepaskan rangkulannya dari tadi. Tangannya masih selalu setia di leherku. Apalagi di sepanjang koridor, siswi sekolah ini melihatku dan membuatku semakin risih.

"Oppa. Lepaskan" ujarku sambil berusaha melepaskan tangannya yang melingkar di leherku.

"Ya. Aku hanya ingin melindungimu" ujarnya santai. Aku menghentikan langkahku dan menatap sebal wajahnya yang seperti alien itu.

"Wae?" aku berdecak mendengarnya.

"Lepaskan tanganmu oppa. Aku risih seperti ini. Dan Aku baik-baik saja. Arraseo?" ujarku ketus. Ia tak menggububris ucapanku malah kembali menyeretku untuk jalan.

My Cold Senior[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang