Part 14

1.3K 134 24
                                    

Siwon pov

Aku melihat iPad yang merupakan fasilitas kantor, yang berisikan jadwal jadwal pribadiku dan akses menuju data pasien, di ruang pribadiku. Setelah tadi selesai visit ke seorang anak bernama Rachel, aku kembali ke ruangan untuk mengambil iPad.

Namun saat ku lihat kembali jadwalku, rupanya ruang operasi yang akan kupakai untuk operasi 30 menit lagi masih di gunakan. Akhirnya aku menelepon perawat Han, untuk merubah jadwal operasi ke malam hari saja.

Karena jadwal konsultasiku dengan dr. Jung masih 2 jam lagi, aku memutuskan untuk ke kantin membeli secangkir kopi. Semalam aku bermalam di apartemen lamaku.

Sudah beberapa hari ini aku kembali kesana. Aku sangat merindukan Tiffany dan perasaanku akan lebih baik jika kembali kesana. Entah mengapa, tapi aku masih bisa merasakan bau parfum Tiffany di apartemen lamaku.

Saat berjalan menuju kantin, aku mendengar suara lelaki berteriak pada seorang wanita. Mereka sedang bertengkar, tapi mengapa tampak seperti kekerasan? Jika mereka bertengkar tentu ke dua pihak akan sama sama keras.

Tiba tiba saja kulihat lelaki itu akan melayangkan tamparan, aku berlari untuk menolong wanita itu namun terlambat. Dia sudah menampar wanita itu. Namun tidak hanya sekali, saat dia akan menampar wanita itu kucegah dia dengan memegang tangannya.

"Stop it" kataku menggunakan bahasa Inggris, tampaknya dia bukan orang Korea.

"Jangan ikut campur!" kata lelaki itu padaku. Aku melihat ke arah wanita yang ditamparnya dan sangat kaget ketika mengetahui wanita itu adalah Tiffany ku.

Emosinya langsung naik begitu tau dia berani menampar wanitaku. "Urusan dia juga urusanku" kataku tenang namun aku yakin sorot mataku tidak demikian.

"Persetan kau!" kata lelaki itu dan bersiap memukulku.

Aku berhasil menghindar dan memukulnya balik. Ku lihat sejenak Tiffany masih dalam keadaan terduduk dan menangis, ku tarik rahang lelaki itu dan kuseret dia menuju depan lorong untuk memencet 'panic button'.

Panic button adalah sebuah tombol yang tersebar di banyak titik SNUH. Berfungsi apabila ada keadaan darurat bisa segera diatasi dan security atau perawat akaan datang.

Tak lama kemudian security datang. Aku pun meminta mereka untuk membawanya ke kantor polisi dan tidak membiarkan lelaji ini untuk bisa masuk lagi ke lingkungan SNUH. Security yang mengetahui siapa aku dan juga jabatanku sedikit ketakutan ketika aku berteriak sedikit kencang.

Aku kembali ke ujung lorong, sedikit berjongkok dan berkata "Gwencana Fany-ah?".

Aku bisa melihat matanya kaget ketika mendengar suaraku dan saat melihatku. Namun kuabaikan semua, kulihat ujung bibirnya berdarah. Sepertinya terkena cincin yang lelaki itu pakai saat tadi dia menampar Tiffany.

"Ikut aku, aku akan merawatmu" kataku.

Tiffany yang masih menangis kemudian mengelap airmatanya dan bangkit. "Nega gwencana. Terimkasih atas bantuannya" kata Tiffany membungkukkan badannya dan bermaksud pergi.

Apa ini? Kenapa dia tiba tiba bersikap seperti orang yang tidak mengenalku?

Aku menahan tangannya dan berkata "Aku tidak menerima penolakan" kata ku dan menggiringnya ke dalam ruangan pribadiku yang terletak tak jauh dari lorong.

Aku menarik tangannya untuk membawanya ke dalam ruanganku. Namun ketika melihat dia sedikit terseok aku memelankan jalanku dan membuat jalan kami seimbang.

"Maafkan aku terlalu kasar, gwencana?" kataku pada Tiffany yang hanya di jawab anggukan.

"Duduklah dulu di sofa aku akan menyiapkan beberapa peralatan" kataku padanya.

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang