2. Abangku Sayang

44 19 4
                                    

Kia membanting pintu kamarnya dengan kencang, nafasnya masih memburu menahan amarah. Ia kembali mengingat kejadian di pesta ulang tahun kakaknya tadi.

Sang ayah menghampirinya dengan rahang yang mengeras, Kia sudah siap jika harus menerima kemarahan ayahnya dan akan dipermalukan di hadapan banyak orang. Namun hal yang mengejutkan terjadi, ayahnya justru merangkul bahunya.
Kia menatap aneh kepada sang ayah, ayahnya jarang sekali memperlakukan Kia seperti saat ini.

"kamu baik-baik aja kan? Kenapa baru datang jam segini?"

Ia tersenyum senang saat mendengar ayahnya bertanya mengenai keadaannya dan alasan keterlambatannya datang ke pesta sang kakak. Ia berfikir ayahnya menghawatirkan dirinya.

"Aku baik ko yah" ayahnya mengangguk mendengar jawaban Kia

"Ikut ayah sebentar" Kia mengikuti sang ayah yang membawanya kesudut ruangan, menjauhi keramaian pesta.

"Kapan kamu akan bersikap lebih baik Kia? Seharusnya kamu tidak membut keributan di pesta kakak kamu" ayahnya kembali bersuara saat mereka telah sampai disudut terjauh dari ramainya pesta

Kia kembali menatap aneh pada sang ayah. Ia mulai sadar bahwa pertanyaan sang ayah sebelumnya hanyalah basa basi belaka.

Ayahnya tidak benar-benar menghawatirkannya. Ia hanya menampilkan citra baik dihadapan para tamu agar tidak mengacaukan pesta sang kakak.

Ia benci mengakui bahwa saat ini ia sangat sangat kecewa, kecewa karna sikap yang ditunjukan oleh sang ayah sebelumnya hanya sebuah kepalsuan. Kia menghela nafas kasar sebelum menjawab

"Bukan aku yang mu.."

"Kapan kamu akan jadi seperti kakak kamu Kia. Coba kamu liat kakak kamu, dia itu tenang dan jarang buat keributan. Harusnya kamu bisa seperti kakak kamu!"
Bahkan Kia belum sempat melanjutkan perkataannya saat sang ayah kembali membandingkan dirinya dengan sang kakak

Ia benci saat ayahnya kembali membandingkan dirinya dengan Kinan. Perbandingan yang dilakukan oleh orang tuanya selalu berhasil melukai hati Kia. Kia tertawa miris, sudah tak terhitung berapa kali dirinya dibandingi dengan sang kakak.

"Ini Kia yah, Kia gak akan pernah berubah jadi kak Kinan karna ini diri Kia yang asli. Lagi pula Kia gak mau seperti kak Kinan yang lemah dan penyakitan"

"KIARA!!!" Kia tersentak saat mendengar bentakan sang ayah, ia menatap beberapa para tamu yang menatap penasaran kearah mereka

"Jaga ucapan kamu Kia" ayahnya mendesis tak suka

"Kia gak tau kalo ternyata ayah pintar bersandiwara" Kia menggeleng dan segera pergi meninggalkan pesta setelah mengatakan hal itu.  Meninggalkan sang ayah dengan wajah merah padam menahan amarah.

Kia menghela nafas kasar, dadanya terasa sesak. Berkata seperti itu kepada ayahnya membuat ia merasa bersalah.

Harusnya ia mendengarkan saja saat ayahnya membanding-bandinginya dengan sang kakak, toh biasanya juga ia bersikap seperti itu. Lalu kenapa sekarang ia berkata kejam mengenai sang kakak. Ia bukan tokoh antagonis kan??

Kia sudah tidak tau harus bagaimana, fisik dan pikirannya sudah lelah. Jadi ia memutuskan untuk beristirahat, mengenai kemarahan sang ayah ia fikirkan besok lagi saja. Mungkin besok ia tidak akan keluar dari kamar untuk menghindari ayahnya. Lagi pula besok masih hari libur, jadi tidak masalah jika ia berada dikamar seharian.

¤¤¤¤

Kia menuruni anak tangga dengan mengendap-ngendap, ia lupa jika hari ini memiliki janji dengan teman-temannya. Padahal seharusnya ia tak keluar kamar untuk menghindari sang ayah hari ini.

About FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang