17. Marah Atau Tidak??

16 4 0
                                    

Suasana diruang tamu begitu mencekam bagi Kiara. Ditatap sedemikian rupa oleh lima pasang mata membuat nyalinya menciut. Ia seperti seorang terdakwa yang akan dihukum mati. Apalagi Dion tak juga merubah ekspresi datarnya sedari tadi, hal itu membuat Kia merasa resah.

Kia menatap tajam kearah Bagas yang duduk disebrangnya. Cowok itu terlihat santai, seolah tak terjadi apapun sebelumnya. Melihat itu membuat Kia mendengus kesal, apakah cowok itu tidak menyadari jika dirinyalah yang menjadi penyebab Kia berada diposisi seperti ini?

"Buat apa lagi lo nemuin Kiara?" Dinda yang mulai jengah dengan suasana seperti ini membuka suara, matanya menatap tajam Bagas yang duduk disamping kanannya.

Bagas tersenyum kecil mendengar pertanyaan Dinda

"Apa kabar Din? Makin cantik aja" Ia mengabaikan pertanyaan Dinda dan lebih memilih menyapa gadis itu dengan sedikit godaan.

Hal itu menyulut amarah Kari, cowok itu melempar tatapan membunuh kepada Bagas.

Berani sekali ia menggoda Adindanya.

"Ini sebenernya ada apa?" Dina bertanya penasaran, ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan siapa laki-laki asing yang ada diantara mereka

"Kayanya gue harus undur diri" Bagas bangkit dari duduknya. sebenarnya, ia juga merasa tidak nyaman berada diantara teman-temannya Kiara.

Kia tersenyum sinis "Lo emang pantes disebut bajingan pengecut, karena lo selalu kabur dan ngebiarin orang lain nyelesain masalah yang lo buat"

Bagas merasa tertohok mendengar perkataan Kia, ia melangkah mendekati gadis itu
"Gue gak pernah punya maksud kaya gitu Ki" ia mencoba meraih tangan Kia namun segera ditepis kasar oleh gadis itu

Dion tersenyum mengejek, niat hati ingin menjenguk Kiara yang sedang sakit. Ia malah disuguhi drama live dihadapannya

"Ki, please!" Bagas masih saja memohon pada Kia, membuat Dion jengah sendiri. Amarah Dion tersulut melihat cowok itu selalu berusaha untuk menyentuh Kiara

Dion bangkit untuk menghampiri Bagas yang berlutut dihadapan Kia, ia menarik bahu Bagas agar cowok itu berdiri "Lo bilang mau pergi kan? Jadi mending lo pergi sekarang!!" Dion memerintah dengan tegas

"Apa-apan lo? Lo pikir lo siapa bisa ngusir gue?!" Ujar Bagas tak terima

Dion tersenyum sinis, jujur saja ia tak mau ikut campur dalam masalah Kia dan cowok yang ada dihadapannya ini. Tapi ia tak suka melihat Bagas yang sedari tadi selalu mengusik Kiara

"Gue cuma nyaranin lo untuk pergi sekarang, karena tadi lo sendiri yang bilang mau pergi" Dion berkata dengan tenang, namun matanya menyorot tajam pada orang yang ada dihadapannya

Bagas sendiri tak mau kalah, ia juga memberi tatapan tajamnya pada Dion, bahkan ia memajukan langkahnya bermaksud untuk menantang cowok itu

Kia yang merasa suasana mulai panas segera bangkit untuk melerai kedua cowok itu. Ia berdiri diantara Bagas dan Dion, tangannya memijat pangkal hidungnya. Kepalanya kembali berdenyut nyeri, padahal ia sudah merasa lebih baik saat bangun tidur tadi.

"Mending kalian pergi!" Kia mengusir dengan nada halus namun penuh penekanan

"Ki-" Dion dan Bagas sudah ingin protes, namun terpotong dengan ucapan Kia

"Kalian semua!" ucapan Kia membuat Kari dan Ranti berdiri tak terima

"Lo gak bisa kaya gini dong Ki! kalo lo kesel sama mereka, jangan lo lampiasin ke kita" Ranti menumpahkan protesannya

"Kita tuh kesini mau jenguk lo, dan lo malah ngusir kita? Apa gini cara lo memperlakukan tamu?!" Kari berkata sinis, kakinya melangkah meninggalkan rumah Kiara

Kia menatap lelah kearah Dinda, Dinda yang mengerti arti tatapan Kia mencoba memberikan pengertian kepada temannya yang lain

"Gue rasa kita emang harus pulang, Kia masih perlu istirahat. Gak enak juga sama orang tuanya kalo mereka sampe liat kita ribut-ribut disini" Dinda menggiring yang lain untuk keluar dari rumah Kia

"Thanks" Kia berbisik lirih ditelinga Dinda saat mengikuti gadis itu dari belakang, Dinda meremas pelan tangan Kia yang ada digenggamannya "Kalo butuh tempat curhat jangan lupa hubungin gue" ia berujar pelan yang disetujui oleh Kia

Kia selalu bersyukur memiliki teman seperti Dinda. Teman yang selalu mengerti keadaannya.

¤¤¤¤

Dinda menghampiri Kia yang berada di perpustakaan dengan kantung plastik ditangannya

"Makan dulu Ki!" Dinda berseru saat melihat Kia yang enggan memakan makanan yang dibawa olehnya

"Gue gak nafsu makan Din" Kia berkata lemah sambil merebahkan pipi kirinya diatas meja, Dinda yang melihat hal itu mendesah lelah

"Masih sakit?" Dinda bertanya sambil memegang dahi Kia, yang dijawab gelengan oleh gadis itu

"Yang lain masih marah ya sama gue?" Kia bertanya lesuh, membuat Dinda tertawa geli

Melihat respon yang diberikan Dinda membuat Kia mendengus kesal "Lo mah kebiasaan! seneng banget ngetawain gue yang lagi susah"

"Uulluuhh ulluuhhh~ Emang baby aku susah kenapa sih? Hmm?" Dinda bertanya dengan nada menggoda sambil mencubit pipi kanan Kiara, membuat Kia bertambah kesal

"Temen kampret" Dinda tertawa mendengar umpatan Kia

"Lagian, siapa sih yang marah sama lo Ki?"

"Kari sama Ranti, mereka dari tadi diemin gue" Kia mengeluh, pasalnya dari awal ia datang ke Sekolah hingga jam istirahat tiba, Kari dan Ranti selalu mengabaikannya, membuat Kia merasa bersalah

Kia sadar mungkin sikapnya yang mengusir mereka kemarin sangat keterlaluan, teman-temannya memiliki niat baik untuk menjenguk dirinya tapi yang Kia berikan justru sebuah pengusiran

Sebenarnya Kia tak bermaksud seperti itu, tapi melihat suasana yang memanas dan kondisi kepalanya yang kembali berdenyut nyeri, apa lagi yang bisa Kia lakukan selain mengusir mereka semua??

"Udah sih gak usah lo pikirin! kaya gak tau Kari sama Ranti aja. Nanti juga mereka baik sendiri, paling juga sekarang mereka lagi dinasehatin sama Dina" Dinda berujar santai

Dalam pertemanan mereka, Dina adalah seseorang yang akan menjadi penengah jika terjadi perselisihan diantara mereka. Dina itu agak pendiam, tapi memiliki pemikiran yang dewasa. Ia akan merenung untuk memahami masalah yang ada, setelahnya ia akan memberikan pengertian kepada yang lainnya.

Kia mendesah lelah, ia benar-benar merasa bersalah. Kia sadar sifatnya kemarin sangat kekanak-kanakan. Masih teringat jelas bagaimana raut kecewa yang ditampilkan teman-temanya, terlebih raut kecewa Dion yang membuat Kia gelisah sepanjang malam hingga menimbulkan penyesalan.

"Ini mah gue tau" Dinda menjentikkan jarinya saat melihat wajah sedih Kiara "Lo mah bukan mikirin Kari sama Ranti, tapi mikirin si Dion. Iya kan??" Ia bertanya sambil menaik turunkan alisnya

Kia mengangkat kepalanya sambil mengangguk lesuh "Dia pasti marah banget sama gue"

"Mana mungkin sih dia marah sama lo Ki? Tadi aja dia nanyain keadaan lo ko"

"Serius??" Kia bertanya tak percaya

"Iya Kiara" Dinda berujar gemas

"Tapi dari tadi dia gak nemuin gue?"

Dinda terkikik geli melihat tingkah Kia "Ciee ada yang kangen" godanya sambil mencolek dagu Kia, membuat Kia mencebik kesal

"Percaya deh sama gue, dia itu gak marah sama lo. Udah mendingan lo makan sekarang! Nanti keburu bel"

Dengan enggan, Kia memakan makanan yang diberikan oleh Dinda. Ia berharap apa yang dikatakan Dinda memang benar, bahwa Dion tidak marah dengan perlakuannya yang kemarin

Karena sungguh, kemarahan Dion membuat hatinya tidak tenang.

About FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang