20. Good Night Sayang

31 4 0
                                    

Kia memasuki rumah dengan bibir yang menyunggingkan senyum. Kakinya melangkah ringan menapaki lantai, rasanya ia begitu bahagia ketika tau keluarga Dion tak mempermasalahkan hubungan mereka.

Dari awal, memang dirinya saja yang terlalu banyak mengkhawatirkan sesuatu hingga menimbulkan fikiran-fikiran buruk dikepalanya.

Nyatanya, orang tua Dion menyambut hangat kedatanganya. Tante Nike, alias mamahnya Dion memperlakukan Kiara sangat ramah begitu Dion memperkenalkan dirinya sebagai kekasih dari cowok itu. Wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang sudah tidak muda lagi itu bahkan menyuruh Kia memanggilnya dengan sebutan mamah.

"Kamu dari mana Ki?" Kia mengehentikan langkanya begitu mendengar seruan dari sang kakak.

Ia menolehkan kepala, dilihatnya Kinan duduk di sofa ruang tamu bersama ayah dan bunda.

Kia merutuki dirinya sendiri yang terlampau bahagia hingga tak menyadari keberadaan Kinan dan kedua orang tuanya.

"Habis dari rumah Dinda Ka"

"Semalam kamu tidur di rumah Dinda?" Kia menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Kinan "Iya Kak, Kia nginep dirumah Dinda"

Kinan mendesah lelah "Lain kali harusnya kamu bilang kalau mau bermalam dirumah teman, kakak itu khawatir sama kamu Ki"

Kia menatap Kinan dengan rasa bersalah "Maaf kak, Kia gak bermaksud bikin kakak khawatir"

"Jangan kaya gini lagi Ki, bukan cuma Kakak yang khawatir sama kamu tapi-"

"Biarkan saja! selama ini kan dia selalu merasa hidup sendiri. Jadi biarkan dia melakukan sesuatu sesuka hatinya!" Ayahnya berkata dingin sambil melangkah menjauhi ruang tamu.

Seperti ada belati yang mengiris hati Kiara, perkataan sang ayah benar-benar melukainya. Memangnya siapa yang menjadi penyebab Kia selalu merasa hidup sendiri selama ini?
Salah siapa jika ia merasa tak pernah ada yang perduli pada dirinya?

"Ayah" Kinan melangkah mengejar sang ayah, meninggalkan Kia bersama sang bunda di ruang tamu.

Kia melihat kearah bundanya, tak ada sikap perduli yang ditunjukkan sang bunda. Wanita yang melahirkannya itu justru terlihat sibuk dengan majalah yang ada ditangannya.

Ingat saat Kia merasa bahagia begitu mendengar bahwa bunda mengkhawatirkannya ketika ia pingsan? Kini Kia tau, bahwa kalimat yang diucapkan kakaknya mungkin hanya kalimat penghibur untuknya. Teriakkan sang bunda yang sempat ia dengar juga mungkin hanya khayalannya saja.

Kia melangkah menuju kamarnya saat merasa tak lagi mampu menahan air mata.

Kini Kia percaya dengan Kalimat yang mengatakan "Jangan terlampau bahagia, karena nantinya kamu akan terluka" sebab saat ini ia sedang merasakannya.

Setelah sebelumnya Kia merasa sangat bahagia dengan perlakuan orang tua Dion, kini ia di buat terluka dengan perlakuan orang tuanya sendiri.

Kia menangis terisak saat sampai dikamarnya, meluapkan semua rasa sakit yang ada dihatinya.

Pada akhirnya, Kia selalu merasa bahwa keberadaannya sama sekali tak berarti di rumah ini.

¤¤¤¤

Dengan mata yang masih terpejam, tangan Kia meraba-raba kasur untuk mencari ponselnya yang dari tadi tak berhenti berdering.

Kia mengangkat panggilan tanpa melihat nama si penelpon saat menemukan ponselnya yang berada di bawah bantal.

"Assalamualikum"

"Wa'alaikumsallam Ki"

"Iya, ini siapa?"

"Kamu kenapa? Ko suara kamu serak gitu?"

Kia melihat nama si penelpon, ia mengucek matanya sambil mengerutkan kening untuk memperjelas pengelihatannya. Kia rasa ia tak salah membaca, sejak kapan ada nama kontak "My Honey" diponselnya?

"Ini siapa ya?" Kia bertanya sambil mendudukan dirinya.

"Ki, kamu gak amnesia kan?"

Suaranya terdengar familiar  kiara membantin.

"Dion?"

"Iya, ini aku. Masa kamu lupa sama pacar sendiri sih?"

"Ini kenapa nama kontaknya di HP aku alay banget?"

Kia mendengar Dion tergelak diujung telepon "Kan aku yang kasih nama, biar terkesan romantis gitu" ia mendengus mendengar ucapan Dion.

"Kamu belum jawab pertanyaan aku"

"Yang mana?"

"Kenapa suara kamu serak? Habis nangis?"

"Enggak, aku baru bangun tidur"

Kia tidak bohong kan? Ia memang baru bangun tidur walaupun sebelumnya ia memang menangis hingga lelah sendiri.

"Kamu ada apa telpon aku?" Kia bertanya sambil memandang wajahnya di cermin kecil yang ia ambil dari laci nakas. Ia mendesah keras saat melihat mata dan wajahnya yang sembab, terlihat sangat mengerikan.

"Emangnya ada larangan buat nelpon pacar sendiri? Kamu gak suka aku telpon?" Kia kembali mendengus mendengar perkataan Dion.

"Sensitif banget sih, kaya cewek lagi PMS" ia kembali mendengar tawa geli cowok itu.

"Aku kangen"

"Dasar lebay, baru juga ketemu" Kia memang munafik, mengejek Dion padahal sebenarnya pipinya merona karena ucapan kekasihnya itu.

"Tetep aja kangen, maunya kamu disamping aku terus" Kia tertawa mendengar perkataan Dion.

"ALAY"

"Alay gini juga kamu suka"

"Iya sih" jawaban Kia membut Dion terkekeh disebrang sana.

"Besok jadikan? Aku jemput ya?"

"Iya"

"Yaudah kalo gitu, good night sayang" Kia melongo mendengar ucapan Dion, pipinya memerah.

Sial! Bagaimana bisa satu kata yang diucapkan Dion membuat Kia salah tingkah? padahal laki-laki itu tak berada dihadapannya.

Kia tak bisa membayangkan jika seandainya Dion ada dihadapannya dan Ia bersikap malu-malu seperti saat ini. Bisa-bisa kekasihnya itu besar kepala dan menggodanya habis-habisan.

"Ki?"

"Eh iya?" Kia tersentak saat mendengar suara Dion.

"Kok diem aja, seneng ya dipanggil sayang" Dion terkekeh diakhir kalimatnya, membuat Kia mendengus kesal.

"Mana ada? Yang ada aku tuh geli denger kamu manggil gitu!" Kia bersungut-sungut, membuat tawa Dion semakin menjadi.

"Udah ah, aku mau tidur lagi aja"

"Dasar TuTi"

"Apa tuh? Nama aku Kiara ya bukan tuti" Dion tertawa mendengar ucapan ketus Kia.

"Aku gak bilang nama kamu tuti tuh, maksud aku TuTi itu tukang tidur" Kia mendengus "BODO!"

Dion kembali tertawa mendengar teriakan Kia, membuat gadis itu semakin kesal disebrang sana.

"Ki?"

"Apa lagi sih?!!"

"Kiara?"

"Apa sih Dion?!!" Kia bertanya dengan nada gemas saat tak mendengar kalimat apapun yang dilontarkan cowok itu.

"Ki"

"AP-"

"Disaat kamu sedih atau senang, aku harap kamu bisa jadiin aku tempat bersandar. Karena aku mau jadi laki-laki yang bisa kamu andalkan. Aku mau menjadi seorang yang berarti dihidup kamu Ki" Kia terdiam, tanpa sadar setetes air mata jatuh dipipinya. Bahkan hingga panggilan terputus, Kia masih betah dengan keterdiamannya.

Kia tak menyangka, kalimat sederhana yang diucapkan Dion mampu membuatnya menangis haru seperti ini.

About FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang