22. Cerita Kiara

34 4 0
                                    

Setelah sebelumnya bingung mencari tempat tujuan untuk berkencan. Kia memutuskan untuk pergi ke SeaWorld, dan disinilah mereka berada.

Kia tersenyum senang, kakinya melangkah sambil meloncat-loncat kecil. Melihat itu membuat Dion ikut mengukir senyum.

Kebahagiaan Kia akan menjadi prioritasnya mulai saat ini. Dion menggenggam tangan Kia, membawa gadis itu melangkah disisinya.

"Tau kamu seneng, tapi akunya jangan ditinggalin dong" Dion bebisik ditelinga Kia, membuat Kia menunjukkan cengirannya.

Karena terlalu antusias membuat Kia melupakan Dion yang berjalan dibelakangnya.

"Dari dulu, aku tuh pengen banget kesini. Selain penasaran sama kehidupan bawah laut, aku juga mau liat berbagai macam jenis ikan yang hidup dilaut secara langsung"

"Emang kamu belum pernah kesini?" Kia menggeleng menjawab pertanyaan Dion, membuat kening cowok itu berkerut.

"Sama sekali?"

"Iya, ini tuh pertama kalinya aku kesini dan itu berkat kamu. Makasih ya" Dion terkekeh sambil menarik gemas hidung Kiara.

"Sama-sama sayang" Kia bersemu mendengar ucapan cowok itu, membuat Dion yang melihatnya gemas sendiri.

"Emangnya kamu udah pernah diajak liburan kemana aja sama orang tua kamu?"

Kia terdiam mendengar pertanyaan Dion, ia menatap kosong ke arah ikan pari yang ada dihadapannya. Rasa antusiasnya hilang saat pertanyaan itu dilontarkan.

Kemana saja orang tuanya pernah mengajak ia pergi liburan? Kia bahkan tak bisa menjawab pertanyaan itu.  Selama tujuh belas tahun dalam hidupnya, satu kalipun Kia tak pernah merasakan pergi liburan bersama orang tuanya.

Dulu ia  ingin sekali pergi berlibur bersama orang tuanya. Ke kebun binatang, pantai, bukit atau kemanapun asalkan bersama orang tuanya pasti akan membuat liburannya terasa menyenangkan.

Tapi kenyataannya, semua itu hanya sebuah keinginan yang tak pernah menjadi nyata. Ia hanya akan menatap iri teman-teman sekolahnya yang menceritakan pengalaman liburan mereka dengan orang tuanya.

Ia bukan Kinan yang akan selalu diperhatikan dan akan dituruti setiap keinginannya, bukan juga Kenrick yang meskipun jauh namun akan selalu diingat dan dikhawatirkan. Ia adalah Kiara, anak yang tak terlihat dan selalu diabaikan oleh orang tuanya.

Sebuah kenyataan yang selalu memukul telak dirinya, yang berhasil menggores hatinya hingga menghasilkan luka yang membuat Kia ingin menjerit putus asa.

Dion menatap wajah sendu Kiara dalam diam, sedetik kemudian ia tersentak saat melihat bulir air mata yang mengalir dipipi gadis itu. Menimbulkan isak tangis yang membuat dirinya diliputi rasa panik.

Apa yang terjadi pada kekasihnya? Apa pertanyaannya menyakiti hati Kiara?
Dion membawa Kia menjauhi keramaian, untungnya saat ini tidak banyak wisatawan yang datang ketempat ini.

Ia menghapus air mata Kia, walau rasanya percuma karena air mata Kia seakan tidak mau berhenti. Membuat Dion mengerang frustasi.

"Ki, hey kamu kenapa? Cerita sama aku, pertanyaan aku nyakitin kamu ya?"

Kia tak menjawab apapun, justru isak tangisnya semakin kencang. Ia tak peduli lagi dengan pandangan orang-orang padanya.

Selama ini, Kia selalu menahan rasa sakitnya sendiri. Ia tak ingin memperlihatkan sisi lemahnya kepada siapapun. Tapi saat Dion bertanya seperti itu, membuat Kia mengingat kembali bagaimana masa lalunya. Ia ingin menumpahkan rasa sakitnya, menceritakan segala keluh kesahnya kepada Dion.

"Dion" Kia memanggil Dion masih dengan terisak.

"Iya Ki, kamu kenapa? Cerita sama aku ya" Dion kembali menghapus air mata yang mengalir di pipi Kiara.

Kia menggeleng "aku aneh ya?" Tanyanya sambil tertawa sumbang, ia berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Dion menatap Kia dengan kening berkerut, tak mengerti dengan pertanyaan yang dilontarkan gadis itu.

"Masa tiba-tiba aku nangis gini, kan aneh" Kia berkata santai saat tangisnya sudah mulai berhenti, membuat Dion menatap dalam dirinya.

"Pasti ada sesuatu yang bikin kamu nangis kaya gini kan Ki?"

"Enggak ko, air matanya aja yang nakal. Masa tiba-tiba keluar" Kia terkekeh, tapi Dion tau bahwa ada nada getir dalam tawa Kiara.

Kia mengeluarkan cermin kecil dari dalam tasnya, ia mendesah saat melihat wajahnya yang sembab. Sangat mengerikan.

"Dion liat aku deh!" Dion menaikkan sebelah alisnya sambil memandang Kiara "Dari tadi aku liatin kamu kok Ki"

"Wajah aku berantakan banget ya? Malu-maluin gak? Aduh, udah muka pas-pasan gini makin ancur aja deh gara-gara nangis" Dion memandang geli Kia yang sedang berceloteh sambil memandang wajahnya yang terpantul dalam cermin kecil.

"Siapa yang bilang wajah kamu pas-pasan? Cantik gitu ko" Kia mendengus mendengar jawaban Dion.

"Hallaaahh, dulu siapa yang bilang aku gak meyakinkan untuk jadi adiknya kak Kinan? Taulah, aku mah gak ada apa-apanya kalo dibandingkan sama kak Kinan. Kak Kinan kan cantik, anggun, lah aku? Bisa nemu dress didalam lemari aku aja udah termasuk keajaiban. Boro-boro mau makeupan kaya kak Kinan, udah bisa pake bedak aja aku mah Alhamdulillah" Dion tersenyum geli mendengar Kia yang bersungut-sungut kesal.

"Baperan banget sih, dimata aku tuh kamu cantik"

"Iya, dimata kamu doang. Juling kali mata kamu!" Kia berkata ketus, membuat Dion terkekeh.

"Dikasih pujian tuh bilang terima kasih, ini malah marah-marah" Dion mengacak gemas rambut Kiara, membuat Kia mendengus kesal.

"Haahh, aku tuh gak percaya sama semua pujian kamu. Bohong semua pasti, lagian aku gak suka dikasih pujian, sukanya dikasih uang"

"Dasar matre"

"Realistis" Dion mendegus "Iya, Matrealistis"

Kia memgerucutkan bibirnya mendengar perkataan Dion, mereka saling menatap sebelum akhirnya tertawa. Entah apa yang mereka tertawakan, padahal tidak ada yang lucu dalam obrolan mereka.

Setidaknya Kia sudah bisa tertawa dan Dion senang melihat Kia yang kembali ceria. Ia tidak ingin memaksa, ia akan menunggu Kia siap untuk meceritakan masalahnya. Sedangkan Kia sendiri sedang memantapkan hatinya untuk menceritakan masalalunya kepada Dion. Ia tidak ingin terus menyembunyikannya. Bagaimanapun, sepasang kekasih harus saling terbuka bukan? Jadi, Kia akan menceritakan semuanya kepada Dion. Pasti.

¤¤¤¤

Kia baru saja menghabiskan jagung bakar yang Dion beli, mereka sedang berada di pantai saat ini. Langit mulai berubah jingga dan Kia sangat suka melihatnya. Ia menyandarkan kepalanya dibahu Dion sambil menikmati pemandangan yang ada dihadapannya.

Dion tersenyum sambil sesekali mengusap punggung Kiara, ia menikmati kebersamaan mereka yang terasa menyenangkan.

"Bunda sama ayah gak sayang aku" Dion menoleh menatap Kia saat mendengar perkataannya. Ia ingin bertanya namun diurungkan saat melihat gadis itu akan melanjutkan kalimatnya.

"Dari bayi, oma sama kakek yang rawat aku. Bunda sibuk mengurus butiknya yang sedang bermasalah sedangkan ayah sibuk dengan pekerjaan kantornya. Apalagi saat kecil Kak Kinan lebih butuh banyak perhatian karena keadaan fisiknya yang lemah. Kehadiran aku diwaktu yang gak tepat, akhirnya buat ayah dan bunda mutusin untuk nyerahin aku ke oma sementara waktu. Awalnya aku bisa nerima semua alasan itu, terlebih saat oma bilang kalau aku bakal tinggal sama mereka setelah masalah ayah dan bunda selesai dan kak Kinan kembali sehat. Tapi, saat aku gak sengaja denger pembicaraan oma dan bunda tepat dihari meninggalnya kakek, aku sadar bahwa kehadiran aku memang gak diinginkan sama ayah dan bunda" Kia mendesah lelah, ia menatap Dion yang sedari tadi tak mengeluarkan suara sama sekali.

"Dion"

"Emangnya apa yang kamu denger saat itu?" Kia mengangakat kepalanya dari bahu Dion, ia menatap cowok itu sambil tersenyum sedih sebelum menceritakan semua yang ia dengar dihari meninggalnya sang kakek. Sedangkan Dion hanya bisa menyimak cerita Kia dalam diam.

About FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang