12. Kesempatan

19 8 0
                                    

Dengan seragam sekolah yang melekat ditubuhnya, Kia melangkah mendekati meja makan yang sudah ditempati oleh Kinan dan kedua orang tuanya

"Kia pamit ya" ia berkata setelah mencium punggung tangan orang tuanya

"Kamu kenapa gak pernah ikut sarapan?" Kia mengalihkan tatapannya kearah Kinan saat mendengar pertanyaan dari kakaknya itu

"Kia gak biasa sarapan kak, suka sakit perut" Kia mengeluarkan alibinya

"Kamu juga gak pernah ikut makan malam?" Kia termenung memikirkan jawaban yang tepat

Berada disatu meja atau tempat yang sama dengan orang tuanya membuat Kiara canggung. Ia hanya akan merasa diabaikan jika berada ditengah-tengah mereka.

Sebab itulah, Kia selalu menyediakan stok makanan ringan di kamarnya, karna ia tidak akan keluar kamar jika orang tuanya sudah berada dirumah. Ia hanya akan keluar kamar jika ada keadaan yang mendesak.

"Ki"

"Hah?" Kia tersadar saat mendengar panggilan dari kakaknya

"Aduh kak, Kia kayanya udah terlambat deh" Kia mencoba mengalihkan pembicaraan sambil melihat jam ya melingkar ditangannya

"Ini baru jam 6 kurang lima belas menit loh Ki?" Kia menggaruk dahinya salah tingkah, bingung harus menjawab apa

"Hari ini Kia ada piket pagi kak" ia berujar saat menemukan alasan yang pas "lagian angkutan umum datengnya suka lama" lanjutnya lagi

"Udah kakak bilang, kamu gak perlu naik angkutan umum. Kan ada pak Surya, kamu bisa minta tolong anterin sama beliau" pak Surya itu supir pribadi kak Kinan, ayah dan bundanya memang tidak pernah mengizinkan Kinan untuk menyetir sendiri

Kia meringis mendengar perkataan Kinan "gak enak lah kak, kan pak Surya juga harus anterin kak Kinan ke Kampus"

Kinan menggelengkan kepalanya "Anak ayah yang ini selalu aja gak enakan" ayahnya hanya tersenyum kecil mendengar guyonan Kinan

Kiara menatap ayah dan bundanya yang terlihat tak perduli dengan pembicaraan mereka, ia tersenyum kecil. Tak apa, hal ini sudah biasa ia hadapi. Apapun mengenai dirinya memang bukan hal yang penting untuk orang tuanya

"Oh iya, ini untuk kamu" Kia kembali mengalihkan tatapannya ke Kinan, ia memandang bingung paper bag kecil yang diulurkan Kakaknya

"Ini, oleh-oleh buat kamu" Kinan meraih tangan Kiara agar segera mengambil barang yang diberikannya

"Kakak gak tau selera kamu, tapi semoga aja kamu suka" Kia tersenyum mendengar perkataan Kinan, setidaknya Kinan masih ingat keberadaan dirinya

"Makasih kak" ia berkata sambil memasukkan paper bag itu kedalam tasnya

"Kia berangkat dulu ya" ia menyalami tangan kakaknya terlebih dahulu sebelum melangkah menuju sekolah

¤¤¤¤

Seperti biasa, tempat yang pertama kali Kia tuju saat sampai disekolah adalah kantin.

Ia menghampiri teman-temannya yang sudah berkumpul disana

"Tumben Ki dateng terakhir?" Kia mendudukan tubuhnya dihadapan Kari sebelum menjawab

"Gila ya, gue nunggu angkutan umum lewat lama banget. Berasa mau patah tau gak sih kaki" Kia berkata sambil meminum teh hangat yang ada dihadapannya

Keempat temannya memandang Kia dengan tatapan aneh "pada kenapa?" Kia bertanya bingung

"Lo sembarangan banget sih minum minuman orang" Ranti yang duduk disampingnya berujar kesal

"Pelit banget sih lo. biasanya juga gue minum punya lo, lonya biasa aja" Kia mencebik kesal

"Ya masalahnya itu bukan punya gue" Ranti berujar gemas

"Terus punya sia.."

"Punya gue" Kia memalingkan wajahnya keasal suara, ia membulatkan mulutnya saat melihat Dion yang berdiri disampingnya dengan sepiring nasi uduk yang ada ditangan cowok itu

"Kemaren ngabisin uang gue, sekarang ngabisin minuman gue. Kayanya lo hobby banget ya ngabisin kepunyaan gue" Dion berujar sambil mendudukan dirinya disamping Kiara

Kia menatap tajam Dinda yang sedang menahan tawa, ia menggeser gelas teh yang tadi di pegangnya kehadapan Dion "sorry, gue gak tau"

Dion tersenyum kecil "Gue emang sengaja beli itu buat lo ko" ujarnya sambil menggeser kembali gelas berisi teh itu bersamaan dengan sepiring nasi uduk dihadapannya

"Makan yang banyak ya, biar sehat terus" lanjutnya sambil mengacak pelan rambut Kia.

Kia menatap teman-temannya, ia melihat Dinda dan Kari yang sedang menahan tawa sedangkan Ranti dan Dina sibuk memainkan ponselnya yang hanya menampilkan menu home.

Rasanya Kia ingin diangkat ke kayangan saat ini juga agar bisa menyembunyikan rasa malunya, aduh kenapa Kia jadi seperti mimi peri sungguhan sih??
.
.
Pagi ini matahari begitu terik, amanat pembina upacara yang tak tau kapan berakhirnya membuat Kia mendengus kesal.

Ia berdiri dibarisan nomor dua dari belakang, posisinya berada dipinggir tepat dimana cahaya matahari menyorot langsung kearahnya

Kia sudah tidak bisa diam ditempatnya berdiri, keringat terus menetes dari pelipisnya. Hingga seseorang menggeser posisinya menjadi ditengah, menghalangi cahaya matahari agar tidak lagi menyorot langsung kearahnya, membuat Kia menghela nafas lega. Ia berterima kasih kepada orang yang rela menggantikan posisinya itu.

"Sama-sama" Dari suaranya Kia tau siapa orang yang ada disampingnya saat ini

"Kenapa lo masuk barisan kelas gue?" Kia mendesis tak suka "gaya-gayaan mau niru Dilan lo ya?" tuduhnya

"Emang kenapa? Masa gue harus diem aja liat bidadari gue kepanasan?" Kia hampir memuntahkan isi perutnya mendengar ucapan Dion.

"Najiiss!" sungguh kali ini ia benar-benar merasa geli mendengar gombalan Dion.

Dion terkekeh melihat ekspresi yang ditunjukan Kia "lo gemesin banget sih" ia berujar sambil menarik gemas hidung Kia, membuat Kia memelototkan matanya

"Kenapa kemaren lo pergi gitu aja?" Pertanyaan Dion membuat Kia gelisah

"Gue harus jawab apa?" Kia bertanya, lebih kepada dirinya sendiri

"Gue gak minta lo buat jawab saat itu juga Ki, gue tau lo pasti kaget denger pengakuan gue. Gue ungkapin perasaan gue, supaya lo bisa ngasih kesempatan ke gue untuk nempatin posisi dihati lo. Jadi salah satu orang yang berharga dihidup lo barangkali" Dion menjawab santai, tak perduli jika teman-temannya yang lain mendengar perkataan yang ia ucapkan "Gue bakal berjuang keras supaya bisa dapetin hati lo Ki" lanjutnya

"By the way, gue itu tipe cowok setia loh" Dion mencoba mempromosikan dirinya, membuat kia menggeleng takjub

"Lo buktiin aja" Kia menjawab sambil membubarkan diri dari barisan

Dion yang mendengarnya tersenyum senang, Dion anggap itu adalah kesempatan yang diberikan Kia untuknya

About FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang