3. Anak matematika = Jago ngitung? What?

1.4K 112 23
                                    

Ah, ini mungkin ini pengalaman saya yang udah agak lama, waktu saya masih di tingkat awal kuliah (Eh, anggep aja sekarang juga masih tingkat awal). Kadang-kadang, saya bener-bener bingung ketika ditanya oleh orang-orang tak dikenal dengan pertanyaan semacam ini :

"Mas mahasiswa ya? Jurusan apa?"
"Matematika."
"Ooohh."

Nah, dalam jeda sesaat itu, seolah-olah nggak akan ada kejadian apa-apa. Tiba-tiba ...

"Mas, 200 + 301 - 82 * 12932/82 + 2121 berapa?"

Just like, WTH, Dude!

Yaps, jujur kemampuan ngitung saya kurang. Bahkan, sampai SMA aja untuk ngitung hal-hal sederhana kayak 27 + 8 aja saya masih harus pake jari (Daaaann, dihitung 1, 2, 3 sampai 8). Widih, rendah banget kan yak kemampuan ngitungnya? Jadi, jujur, ketika ada orang yang baru kenal terus tiba-tiba ngasih pertanyaan kayak gitu, rasanya pengen ngebekem, neken lehernya biar nggak bisa bicara lagi, karena ... cuy! Saya bukan kalkulator!!

Mungkin, karena selama dua belas tahun wajib belajar di Indonesia itu matematika identik sama angka, yang sebenernya ngebuat saya sedikit sedih. Memang, pemusatan belajarnya itu mengenai 'Perhitungan', tapi tujuan utamanya sebenernya bukan cuma biar jago ngitung aja, tapi bisa berlogika dengan cepat (yaps, dan cepet ngitung adalah salah satunya, tapi BUKAN satu-satunya)

Aahh, di sini juga saya mau berbagi cerita sedikit, pengalaman yang sebenernya tidak saya dapatkan, melainkan orang yang saya kenal, dan ini benar-benar terjadi, loh.

Jadi, ceritanya ada pedagang menjajakan dagangannya seharga 20 ribu rupiah. Nah, kemudian sang teman menawar harga dagangannya menjadi 15 ribu rupiah. Taukah apa yang terjadi?

Diterima, cuy. Oke, itu cuma nawar, tapi masalah selanjutnya adalah ketika sang teman ingin membayar seharga 20 ribu rupiah. Sang pedagang menolaknya. BENER-BENER menolak, dan ini bukan lagi akting opera van java (masih ada nggak, sih?) yang bercandaan seperti itu bener-bener buat guyonan.

Tau alesannya kenapa?
Karena sang pedagang tau angka 5 itu lebih besar dari 2, tetapi ia tidak tau kalau nominal 20.000 itu lebih besar dari 15.000. Jadi, sang pedagang cuma melihat angkanya aja secara visual.

Nah, ngerti kan maksud saya apa? Di situlah logika harusnya diambil, logika bahwa 20.000 itu nilainya lebih besar atau lebih kecil dari 15.000

Anak matematika bukan kalkulator yang harus bisa menghitung segala bentuk persamaan atau pertidaksamaan, cuy (Ya, tapi kalau yang sederhana tapi nggak bisa sih, kebangetan juga). Kalau misalnya otak-otak anak matematika bisa ngitung semua hal random kayak gitu di dunia, buat apa diciptakan kalkulator?

Huwehehehe.

Kuliah di jurusan matematika itu ...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang