Part 21

690 19 12
                                    


"Ini perkara perasaan,dan tak ada yang berhak menawan" -Rana jaya

Kelas ini sudah mulai saling berinteraksi. Menarik. Berbeda dengan kelas sebelumnya yaitu kelasku dulu. Kini kelas 11 IPS 1 menjelma menjadi kumpulan Gembong Trouble Maker sekolah entah sejak kapan tapi nyata nya aku tak peduli dan tak pernah mau peduli.

"Sorry kemarin gua PMS jadi. . ." ujarku menghampiri meja manda dan visca

"Iya gue tahu" Kata visca tenang

" mau gue bantuin nanti Sabtu? " Manda menawarkan jasa nya

" boleh deh "

Sesederhana itu pertemanan, bahkan sebelum meminta maaf semuanya telah termaafkan. Aku harap kalian pun memiliki teman seperti mereka.

" kemaren lo nggak liat? " Viska memecah kesibukan kita yang sedang mengunyah makanan

" lihat " kata Manda yang sukses membuatku bengong tujuh keliling Mau dibawa ke mana pembicaraan kita bertiga sekarang

" si Alfa yang suruh bersihin tai kucing di dekat gerbang itu kan ? " ucap Manda dan tak berdosa

" Ih bukan itu mong " marah visca

" lihat apa sih? gua gak liat apa-apa kemarin " pasrah dan penasaran kini menjadi satu dalam hati ku

" Seriusan neh lu nggak liat ? Duh gue jadi nggak enak bilangnya "

" apaan sih emang ? "

"Ya elah udah sih bilang, lebay aja lu" ucap kita berurutan seperti tadi

" Ga maksud apa apa yak gue cuma mau cerita. Jadi gini git, kemarin kan jamnya pak thoriq kosong terus anak-anak pada keluar kelas nah kelas nya jaya tuh pada lagi main basket terus gue ngeliat Jaya sama Risti Tuh bercanda-canda berdua Kayak lu bercanda sama dia "

" wah parah git labrak git jangan takut sama kakak kelas nanti. . . . . "

Manda terus sibuk dengan sumpah serapah nya. Dan aku sibuk dengan pikiran ku, kecemburuanku tapi aku ini siapa? Aku... siapa? Apa pantas perempuan seperti ku cemburu dengan perempuan sebaik secantik dan sesempurna Ka Risti? Gita putri ini bukan pacarnya Ranajaya. Dan apa ini saatnya aku berhenti dengan imajinasi memiliki seorang laki-laki sepertinya?

***
" Eh "

" Kak saya buru-buru perut saya sakit "

Sesingkat itu percakapan kita hari ini. Tetesan air hujan mampu menyapu lenyapkan tetesan dari ujung mata ini. Hujan, tetap temani Gita si gadis kecil yang sedang patah hati sebab cinta.

" Git lo nangis ? " kata Fayza membantu ku memindahkan motor

" eh seriusan Gita nangis? " lanjut Aulya di sana

"Lu kenapa nangis Git? " kata Amara

Sebakul pertanyaan itu membumbung tinggi tanpa kujawab satupun

" Git lo mau bablas? lumayan deres nih " peringatan dari indah ku gubris sama sekali

" Neduh aja dulu sini kata bareng kita " menjurus pada sekumpulan geng yang kompak-kompak ini. Fayza, indah, Aulia dan Amara

" Makasih " seutas senyum tergambar di Bibirku senyum sejuta Haru

Adegan-adegan seperti ini sering terjadi di sebuah sinetron. Si tokoh utama perempuan yang menangis ditengah hujan. Namun sayang hidupku bukan sinetron, semuanya terjadi dengan nyata dengan sebenar-benarnya. Tangisku menyapu bersih jalanan dari sekolah menuju ke rumah bersama hujan sebagai saksi bisu menitinya sendu di bawah langit kelabu.

***
Bergemalah nada tinggi penuh dengan seruan di dalam rumah. Ibu yang sedari tadi sibuk mengomel sambil mengeringkan rambutku.

" Makasih Bu " jawabku seraya mengambil kotak tisu

" Habis itu minum teh anget campur Antangin tuh ambil di lemari obat "

Aku terduduk merenung di kamar bahkan tangisku pun tak ada artinya. Lantas apa yang kau tangiskan sudahilah semua. Kadang melepaskan lebih baik daripada menjaga dan karena hari ini yang terlalu Kelabu aku lupa kalau waktu tetap berlalu.

CHAT LINE

Jaya : Udah sholat?
Gita : Udah, kakak?
Jaya : Barusan selesai
Gita : Iyakah?
Jaya : Iya, langsung nanyain kamu. Oiya, kamu tau ga sih rasa nya lagi ngaji trus ada orang dangdutan kenceennggggg banget(?)
Gita : Engga :v , emang kakak pernah?
Jaya : Barusan, saya lagi ngaji trus ada tentangga dangdutan kenceng banget. Kalau kamu jadi saya mau gimana?
Gita : Lanjutin atuh ngaji nya
Jaya : Tapi ke ganggu
Gita : Samperin, trus bilang "bapak/ibu ini magrib waktu untuk ibadah bukan dangdutan"
Jaya : Ga berani
Gita : Cemen ah
Jaya : Saya cemen aja kamu sayang
Gita : Ah kakak mah~
Jaya : Ah adek mah~ Tadi di parkiran kamu menghindar kenapa?
Gita : Di bilang sakit perut
Jaya : Iya saya tau
Gita : Trus kenapa nanya lagi?
Jaya : Siapa tau kamu lupa sama saya, abis nya kemaren motor sendiri aja lupa
Gita : Kakak kan terkecuali. Kak saya mau nanya
Jaya : apa?
Gita : Kakak belum bisa ngelupain cinta pertama kakak kan?
Jaya : Nama nya juga cinta pertama. Emang kamu belum pernah ngerasain?
Gita : Pernah, dan sekarang saya tau seberapa susah ngerelain cinta pertama.

***

Pulang sekolah hari ini aku bersama kak jaya. Bukannya pulang dia malah membawa ku ke sebuah alun-alun dekat sekolah. Aku dan kak jaya berjalan santai di sore hari. Melihat banyak pengunjung yang datang,anak-anak kecil yang berlarian sambil meniup gelembung ditangannya. Aku bersandar di sebuah tembok dia pun juga.

"Keluarga yang harmonis banget ya kak"

"Apanya?"

"Kalau di belakang mobil ada gambar stiker keluarga gitu"

Jaya menatap aku lama. 5 detik dia menatapku itu merupakan waktu yang cukup lama untuk saling bertatapan dan melihat tatapan satu sama lain. Ia langsung mangambil sebuah benda dari dalam tas nya. Ia berjalan ke sebuah mobil di samping.

"Yah~ mulai deh" ucapku.

Dia menggambarkan pasangan suami istri dan diberi nama jaya dan gita beserta 6 orang anak.

Aku datang menghampirinya,tersenyum sekaligus marah.

"Mobil orang kak! Ya allah" ucapku pasrah

"Ini apa lagi jaya dan gita"
"Gambar 6 orang anak lagi"
"Kenapa gak ibu dan bapa aja?"

"Itu udah terlalu mainstream kalau ibu dan bapa,gapapa nama kita aja"

"Apaan si kak?"

"Keluarga bahagia" senyumnya.

Karya : Marintan Maharani & Shafira Nur Shaumu

Dia Bukan DilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang