Malam itu dayat duduk sendirian di ruang tamu sanggar sambil sesekali memetik gitar di pangkuannya. Dia emang menunggu om tio yang sedari tadi belum juga pulang dari tempat kerjanya. Istri om tio ga ada dirumah karena kerja di luar kota. Biasanya dia tak menunggu om tio seperti ini. Tapi karena ada sesuatu yang ingin di bicarakan, dia jadi menunggu. Dayat sesekali melirik jam dinding yang tergantung di depannya itu. Hampir pukul 10 malam. Om tio belum juga datang. Oik yang sebelumnya tadi menemaninya, sudah pulas tertidur di kamar tamu sanggar itu. Tapi dayat masih setia menunggu om tio di ruang tamu sanggar itu. Dan penantiannya sepertinya memang tak sia-sia. Tak lama berselang, om tio akhirnya datang.
"eh, yat... Kok masih disini? Mau nginep disini ya?" sapa Om Tio ketika menjumpai dayat di ruang tamu.
"iya om...." sahut Dayat.
"kok belum tidur?"
"ee... Anu om... Eee...." dayat jadi sedikit ragu mau bicara dengan om Tio karena Om Tio tampak letih. Om Tio tersenyum ke arahnya.
"kenapa? Mau ada yang di bicarain sama om?" tanya om Tio yang seperti mengerti apa yang diinginkan keponakannya itu.
"eh, iya om... Tapi kalo om cape, ntar aja deh..."
"mau ngomongin apa sih? Kayaknya penting banget... Omongin sekarang aja, ntar kalau besok-besok, malah ga sempet lagi.." sahut om Tio sambil duduk di samping dayat.
"jadi gini om... Om tau kan tentang rencana kita buat bantuin dava?"
"iya... Katanya penghasilan kemaren belum cukup ya?"
"iya om... Nah, kita udah punya rencana lain buat menuhin itu... Kita mau ikut lomba ini om..." kata dayat sambil nunjukin selebaran yang di temukan irsyad kemaren. Om tio segera meraih selebaran yang ditunjukkan dayat itu, lalu membacanya.
"tadi siang aku sama cakka sempet nyamperin panitia pelaksanannya buat minta formulir dan nanya-nanya tentang lomba ini. Katanya setiap sanggar boleh menampilkan pertunjukkan musik apa aja. Boleh nyanyi, boleh ngeband, boleh apa aja... Yang penting, anggotanya ga lebih dari 15 orang. Daftar namanya di cantumin di formulir ini, dan dibubuhi tanda tangan pembina sanggar. Kira-kira kita sebaiknya nampilin apa ya om?" terang dayat panjang lebar.
"hmmm.. Apa ya? Terserah kalian sih... Om pasti dukung kalian kok... Tapi... Om kayaknya ga bisa dampingin kalian deh..."
"kenapa om?"
"om besok mau ke kalimantan, om ada tugas di sana selama sebulan, jadi om ga mungkin dampingin kalian... Kalian bisakan ngerjain sendirikan?" jawab om tio
"tapi om... Aku sama temen-temen ga mungkin jalan tanpa bimbingan dari yang lebih pengalaman kayak om..." sahut dayat. Mendengar jawaban dayat, om tio hanya tersenyum. Dia merangkul keponakannya itu.
"selama ini sanggar lebih sering kalian kan yang nanganin? Anak-anak juga kamu kan ngajarin? Jadi, om yakin kalian sanggup nanganin ini juga... Apalagi sekarang om liat, temen-temen sekolah kamu, seperti cakka suka bantuin kalian juga.. Om liat dia punya potensi besar di bidang musik... Om yakin, kalian pasti bisa..." kata om tio. Dayat hanya diam. Tapi dari sorot matanya, keraguan tak bisa di sembunyikan. Sekali lagi om tio menepuk pundak dayat sambil terus tersenyum hangat.
"om percaya sama kamu yat... Kamu pasti bisa mimpin ini semua.. Formulir ini biar om tandatanganin duluan, selebihnya biar kamu yang ngatur... Nanti om bantu ide dan masukan lewat telpon aja.. Oke?" kata om tio lagi. Melihat om tio yang tampak begitu percaya dengannya, dayat pun mengangguk.
"iya om... Kita bakal coba..." kata dayat kemudian sambil tersenyum tipis ke arah om tio.
"nah, itu baru ponakan om... Semangat yat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
Teen FictionPROMISE Karya : Tri Mustikawaty NOTE : Tulisan ini murni milik Tri Mustikawaty. Tidak ada penambahan, perubahan atau pengurangan huruf sama sekali. Jika ada kesalahan dalam penulisan dan sebagainya maka itu murni dari sang pengarang. Kami tidak akan...