Yong Hwa mengulurkan tangannya untuk membantu Shin Hye bangun, lalu menyiapkan makanan yang dibawanya di atas meja. Shin Hye dengan penampilannya yang seperti orang sakit menyantap makanan itu tanpa selera.
"Apa Seo Hyun tahu tentang ini?" tanyanya.
"Mwoga?"
"Kau datang kesini?"
"Ani."
"Lalu kenapa kau datang kesini?"
"Untuk memberi makan anakku."
"Jangan khawatir, karena ini juga anakku, aku pasti akan memberinya makan."
"Makanan apa? Bahkan di dalam lemari pendingin tidak ada makanan apa pun. Ramen?"
"Makanan apa pun tidak ada yang bisa kumakan." Shin Hye berhenti makan, tangannya memegang dada merasakan lagi mual. Rasanya ia ingin memuntahkan lagi makanan yang sudah disantapnya.
"Apa kau sangat menderita?" tatap Yong Hwa sangat iba.
Shin Hye teroek dan lari ke kamar mandi. Makanan yang baru sedikit dimakannya itu termuntahkan lagi.Yong Hwa hanya menatapnya. Kasihan sekali. Dan ia harus merasakan penderitaan itu sendirian. Tanpa suami dan orang tua yang menemaninya. Yong Hwa merasa bersalah telah membuatnya harus menderita seperti itu.
Shin Hye kembali ke dalam kamar setelah termuntah-muntah, Yong Hwa mengikutinya.
"Jika embrio yang ditanam, apa akan mengalami gejala seperti ini juga?" tanyanya.
Shin Hye mengangguk sambil memejamkan mata. "Kata dokter iya." jawabnya.
"Apa ada obat untuk menghilangkan mualnya?"
"Untuk mengurangi, ada. Tidak akan benar-benar hilang sebab alamiah seperti ini."
"Apa kau kuat menahannya?" tatap Yong Hwa sambil menggenggam tangan Shin Hye.
"Semua wanita mampu melalui ini, aku pun pasti bisa. Jangan khawatir." senyum Shin Hye disela-sela matanya yang cekung dan wajah pucat.
"Tapi kau menghadapinya sendirian. Maafkan aku, Shin Hye-ya! Harusnya aku tidak melakukannya padamu." Yong Hwa mendekatkan tangan Shin Hye ke mulutnya.
"Aniya, kalau pun bukan bayi kita yang aku kandung, aku tetap harus mengandung bayi kalian. Seo Hyun tidak akan menyerah jika tahu percobaan pertama gagal."
"Aku harus kembali ke kantor. Jangan lupa dimakan makanannya. Ada bubur di dalam lemari pendingin, tinggal kau panaskan kalau lapar. Roti dan biskuit di atas meja. Ada buah-buahan juga. Aku pergi dulu ya!" Yong Hwa membungkukan badan mengecup kening Shin Hye. "Jangan lupa dimakan!" pesannya lagi sambil mengusap pipi Shin Hye dengan punggung tangannya. Terlihat seperti berat untuk meninggalkannya. Shin Hye hanya mengangguk.Yong Hwa bahagia dengan kehamilan Shin Hye mengandung darah dagingnya dan darah daging Shin Hye, bukan darah daging Seo Hyun. Tapi ia merasa bersalah sebab ketika Shin Hye harus menghadapi penderitaan karena hamil muda, ia tidak bisa bersamanya. Menemaninya, terlebih memanjakannya. Sebab Shin Hye bukan istrinya. Hatinya sedih kala melihat Shin Hye harus menjalani kehamilannya seorang diri. Bagaimana jika malam hari ia menginginkan sesuatu? Shin Hye tidak bisa memintanya kepada siapa pun sebab ia hanya sendirian. Yong Hwa terus memikirkan itu.
Sayang Shin Hye hanya putri ajhumma yang bekerja bertahun-tahun di rumah orang tua Seo Hyun, jika kondisinya tidak seperti itu Yong Hwa akan memperjuangkan perasaan cintanya kepada Shin Hye, sebab ia tidak pernah mencintai Seo Hyun, pun hingga detik ini. Yong Hwa mempermainkan ballpoint di tangannya seperti mempermainkan stick drum. Apa yang bisa ia lakukan untuk Shin Hye sekarang jika dirinya ingin menjaganya?
Ia tidak memiliki cara apa pun, ia tidak mungkin pulang ke apartemen Shin Hye meninggalkan Seo Hyun. Wanita itu bisa gila jika tahu dirinya memperhatikan Shin Hye. Terlebih bila tahu Shin Hye kini tengah mengandung darah dagingnya dengan Shin Hye sendiri bukan darah dagingnya dengan Seo Hyun. Sayangnya Seo Hyun putri pemilik perusahaan yang berkolaborasi dengan perusahaan ayahnya, sehingga posisinya begitu kuat.
Yong Hwa meninggalkan kantor menuju klub. Ia butuh minum. Benaknya buntu memikirkan hal pelik itu.
💰Tiba di kantornya Yong Hwa meraih HP, menekan nomer kontak lalu tersambung dengan seseorang di ujung telepon.
"Yobseyo! Ada Seo Hyun disini." sahutan dari ujung telepon dengan suara pelan, lalu sambungan itu pun mati.
Yong Hwa menghela napas, sambil meletakan kembali HPnya ke atas meja. Jadi Seo Hyun sedang di apartemen Shin Hye.Seo Hyun yang tengah mengisi lemari pendingin di apartemen Shin Hye dengan buah-buahan dan sayur itu menolehnya. Sebab Shin Hye seperti batal mengangkat telepon.
"Dhugu?" tanyanya.
"Temanku di pasar." dusta Shin Hye.
"Kenapa lekas dimatikan?" Seo Hyun curiga.
"Dia mematikannya, mungkin tidak sengaja nomerku tertekan."
"Geurae, Shin Hye-ya! Aku telah memenuhi lemari pendingin ini dengan buah dan sayur bergizi tinggi. Kau akan mengalami emesis selayaknya wanita hamil muda pada umumnya. Ingat, jangan banyak mengkonsumsi makanan yang terbuat dari tepung, sebab bisa merangsang emesis lebih berat. Karena itu janinku dengan Yong Oppa yang aku titipkan padamu. Kau harus menjaganya dengan baik." pesan Seo Hyun. "Apa sekarang kau sudah mulai merasakan mual?" tatap Seo Hyun.
"Nde, mulai mual dan pening." angguk Shin Hye.
"Bagus. Berarti janin kami mulai tumbuh di rahimmu. Pelihara dia dengan baik, Shin Hye-ya! Jangan sampai terjadi hal tidak diharapkan. Jika itu terjadi, selain kau harus mengembalikan seluruh uangku yang telah kuberikan padamu, kau pun harus mengganti rugi. Itu kesepakatan khusus kau dengan aku. Sebab seharusnya aku yang mengalami penderitaan hamil muda itu, bukan kau. Karena itu darah daging kami." oceh Seo Hyun seenak perutnya sendiri membuat kesepakatan tambahan sebelah pihak.
Siapa suruh kau tidak bisa hamil? Batin Shin Hye gemas. Tapi mulutnya hanya bungkam.Tidak lama Seo Hyun berada di apartemennya, Shin Hye kembali berbaring sepeninggal Seo Hyun. Kepalanya terasa pening dan mual yang juga sangat menyiksa. Demi Tuhan jika itu janin Seo Hyun, Shin Hye tidak sudi menahannya meski mendapat uang sangat banyak. Tapi itu janinnya sendiri. Ia bahagia walau terasa sangat menyiksa.
Sementara Seo Hyun memacu mobilnya ke kantor Yong Hwa. Ia ingin melaporkan apa yang telah dilakukannya. Dan ia ingin melaporkan tentang perkembangan janin mereka yang menurutnya baru ditanam di rahim Shin Hye.
"Oppa, aku datang." senyumnya begitu membuka pintu.
"Eoh, Seo Hyun-ah. Kau sengaja mampir kesini?" tanya Yong Hwa.
"Nde, aku habis dari apartemen Shin Hye. Oppa tahu, Shin Hye mulai menderita hyperemesis. Aku habis mengiriminya sayur dan buah-buahan berserat supaya dia tidak makan sembarangan. Maklum dia hanya tinggal sendiri meski pun punya ibu dan nenek." lapornya.
"Bagus, Seo Hyun-ah. Selalu perhatikan dia, sebab sekarang dia sedang mengandung anakku." angguk Yong Hwa setuju.
"Nde, itu makanya aku pergi ke apartemennya."
"Apa Shin Hye yang memberitahumu bahwa dia sekarang sudah mulai merasakan gejala hamil muda?"
"Iya, aku meneleponnya. Aku khawatir percobaan ini gagal, sebab kita sudah mengeluarkan banyak uang, baik untuk biaya penanamannya itu sendiri atau biaya sewa yang kita beri pada Shin Hye."
"Apa sekarang kau bahagia, Seo Hyun-ah?" tatap Yong Hwa. Jika saja tidak ingat dia pun sudah mengkhianati istrinya itu, rasanya Yong Hwa ingin memarahinya karena Seo Hyun sudah berbohong tentang rencana pembuahan buatan yang sangat diinginkannya itu adalah gambling. Sebab sel telor miliknya buruk.
"Aku ingin tahu dulu jawabanmu, apa kau bahagia, Oppa?" Seo Hyun malah balik tanya.
"Ya, aku sangat bahagia." tukas Yong Hwa menyeringai kecil, smack evil.
"Begitu juga aku. Noum noum haembokhe!" angguk Seo Hyun antusias. Yong Hwa mengangguk.Karena Seo Hyun rajin datang menemui Shin Hye, Yong Hwa kebalikannya. Tidak menemui. Hanya menghubunginya lewat telepon. Namun hatinya amat sangat rindu ingin bertemu. Ingin melihat perubahan fisik yang terjadi terhadap Shin Hye yang mengandung darah dagingnya.
"Apa perutmu mulai buncit sekarang?" tanyanya siang itu setelah 2 minggu sejak ia menemuinya.
Shin Hye tersenyum kecil sebelum menjawab. "Aniyo, ajig. Belum terlihat, sebab baru 9 minggu usianya sekarang."
"Mual dan pusingnya masih?"
"Iya, masih. Tapi lumayan sudah mulai masuk makanan."
"Makan yang banyak, Shin Hye-ya! Supaya dia cepat besar." pesannya. Tidak terdengar jawaban "Saranghe, Shin Hye-ya!" ucapnya lagi. Semakin tidak ada jawaban.Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
BELAHAN HATI
RomanceTakdir dan nasib seumpama gerbong panjang kereta api yang melintas diatas rel. Takdir seumpama rel, dan nasib laksana gerbongnya. Nasib begitu mudah direkayasa dan dipermainkan, nasib dapat dirubah sekehendak hati. Namun takdir adalah mutlak. Takdir...