Ny Seo memanjakan Shin Hye seperti terhadap anak kecil. Seperti ingin membayar semua hal yang sejak kecil tidak bisa ia berikan. Ia ingat disaat Seo Hyun ia ajak berlibur, Shin Hye harus bekerja membantu ibunya. Baru Shin Hye bisa berkunjung ke rumah neneknya untuk berlibur, bila Cha Ajhumma sudah ia cereweti supaya mengijinkan Shin Hye pergi menengok neneknya sekalian liburan. Sekarang ia paham semua itu rupanya cara wanita itu untuk menyiksa anaknya.
Ny Seo menggenggam jemari Shin Hye, lalu ia tatap tangan itu yang tidak sehalus jemari Seo Hyun. Jemari Shin Hye besar-besar cerminan dari jemari wanita pekerja kasar. Ny Seo sangat merasa berdosa. Matanya selalu ingin menangis, tapi Shin Hye memperhatikan parasnya.
"Wheo, Eomma?" tanya Shin Hye melihat mata ibunya menahan air yang ingin keluar.
"Aniyo. Aniya amuthu." gelengnya cepat sambil tersenyum. "Geunyang... Eomma hanya memperhatikan tanganmu hangat seperti tangan Appa." elaknya.
"Tapi tanganku juga tidak sehalus tangan Eomma. Jemari Eomma kecil-kecil dan lentik, jemari aku seperti juga jemari Appa." senyum Shin Hye menatap pula tangannya.
"Apa memang bagusnya jemari lentik dan halus kalau tidak berfungsi, yang penting fungsinya bisa memegang dan dipergunakan untuk segala kebutuhan kita." pungkas Ny Seo menggenggam kedua belah tangan putrinya. "Kita sekarang cari makan dulu, Ajhussi. Setelah itu lanjut ke pemandian tradisional air hangat. Kau harus mencobanya, Sayang. Dijamin wajahmu segar secerah rembulan." senyum wanita lembut itu merekahkan senyum di bibir Shin Hye semakin lebar.Sementara itu Cha Suk Mi sedang menerima ganjaran dari perbuatannya selama ini. Pengacara mantan majikannya sedang memperkarakannya ke pengadilan. Dia dituntut dengan hukunan berlapis yang sekurang-kurangnya kurungan seumur hidup. Begitu pula Seo Hyun tidak bisa lepas dari tanggung jawab. Ny Seo juga menuntutnya atas penyiksaan yang dilakukannya terhadap Shin Hye hingga Shin Hye mengalami perdarahan dan partus prematurus yang mengakibatkan kematian bayi yang dilahirkannya. Ini tidak main-main, sama dengan pembunuhan.
Itu sebabnya Ny Seo menunjuk banyak pengacara untuk menyelesaikan kasus itu. Namun Shin Hye, tetap saja mencemaskan wanita jahat itu. Saat belanja di pusat pertokoan modern di jantung kota Tokyo, Shin Hye tetap memilihkan mantel bulu dan topi rajut untuk Cha Ajhumma.
"Seo Hyun Eomma suka kedinginan kalau pergi ke pasar, dan kepalanya sering Migrain. Mudah-mudahan topi rajut ini sedikit menghangatkan kepalanya." ocehnya saat memilihkan penutup kepala itu membuat Ny Seo terdiam speacless.
"Apa kau tahu, Sayang? Seo Hyun Eomma dan Seo Hyun sekarang sudah ditangkap polisi. Mereka sudah berada di kantor polisi?" tatap Ny Seo.
"Nde, Appa sudah memberitahuku, Eomma."
"Jadi tidak perlu kau repot-repot membelikan dia oleh-oleh. Karena dia tidak akan bepergian kemana pun."
"Apa aku tidak boleh menengoknya ke penjara bila dia sudah dipenjara, Eomma?" Shin Hye balas menatap wajah ibunya.
"Nde, aku tidak mengijinkanmu. Kau tidak boleh berurusan lagi dengannya. Makanya letakan lagi coat dan topi rajut untuk wanita itu." perintah Ny Seo tegas.
Shin Hye terdiam. "Tapi kau boleh ambil bila suka, hanya bukan untuk diberikan kepada siapa pun melainkan untuk kau kenakan sendiri." lanjutnya.
"Bagaimana kalau untuk Harmeoni saja? Apa aku boleh membelikan Harmeoni oleh-oleh, Eomma?"
"Ah... Shin Hye-ya! Hatimu tampaknya belum seutuhnya bersama kami. Kau masih saja mengingat keluarga lamamu itu." desah Ny Seo.
"Mianhe, Eomma! Aku hidup dengan membawa nama keluarga mereka seumurku sekarang. Selama 24 tahun. Tidak mudah benakku untuk begitu saja melupakan mereka." ujar Shin Hye sambil merangkul pinggang ibunya, penuh penyesalan.
"Nde, karena kau gadis baik. Eomma bersyukur pada Tuhan dikaruniai putri sepertimu, uri tal." Ny Seo membalas pelukan Shin Hye, lalu bibirnya mengecup kening belahan hatinya itu.Dan memang akhirnya dilarang tinggal dilarang, saat mengemasi belanjaannya di kamar hotel, Shin Hye tetap membelikan banyak oleh-oleh untuk nenek dan ibu lamanya tersebut. Ny Seo hanya bisa menatapnya dengan senyum. Dan ia mengernyit kala menemukan sepasang sarung tangan pria berbahan kulit di dalam tumpukan belanjaannya itu.
"Ighoyo, mhoya?" tanyanya usil.
"Wheo?" lirik Shin Hye.
"Sarung tangan pria itu? Untuk siapa kau beli itu? Apa untuk ayah mendiang bayimu?"
"Ah..." Shin Hye tersenyum. "Tentu saja bukan, Eomma. Ini untuk ajhussi sopir."
"Hah... ajhussi sopir terlalu bagus mendapat oleh-oleh semahal itu. Diberikan kepada Yong Hwa pun pantas.""Eomma." lirik Shin Hye tiba-tiba dengan raut serius.
"Whe?"
"Jika aku bertemu dengan pria yang status sosialnya tidak sama seperti kita, apa aku boleh menikah dengannya?" tanyanya.
"Apa kau punya pacar selama ini, Sayang?"
"Aniyo. Seandainya?"
"Kau tidak mungkin mempertimbangkan ayah mendiang bayimu?"
"Ah, lupakan Eomma! Aku hanya becanda. Aku sebenarnya tidak pernah memikirkan hal itu. Seperti yang Appa katakan, aku ingin kuliah saja. Tidak masalah terlambat."
"Apa pun maumu, Putriku! Apa lagi hanya untuk kuliah. Seperti kata Appa pilihlah kampus terbaik di Amerika atau Eropa. Nanti kita bisa jalan-jalan disana. Dan kau tahu? Mahasiswa Korea yang menimba ilmu disana, tampan-tampan. Mudah-mudahan saat pulang kau bisa membawa salah satunya untuk jadi mantu Eomma."
Shin Hye tertawa terkikik.
💰Yong Hwa tahu Presdir Seo bukan hanya melakukan lawatan ke Tokyo, tapi juga ke Nagoya dan Kyoto. Namun entah Ny Seo dan Shin Hye apa turut serta ke 2 kota itu, atau tidak. Sebab saat Yong Hwa melakukan sambungan telepon terhadap mantan mertuanya itu, Presdir Seo menjawab hanya berangkat berdua saja dengan asistennya. Yong Hwa malas untuk bertanya langsung kepada Shin Hye sebab pasti tidak akan dijawab, bahkan disahuti pun tidak akan.
Yong Hwa mengusap kepalanya. Tidak mau berspekulasi bahwa Shin Hye berada di Tokyo, setelah selesai dengan bisnisnya ia memilih kembali pulang saja. Tapi turun dari taksi di depan hotel tempatnya menginap, telepon genggamnya berbunyi. Ia mengangkatnya sambil berjalan.
"Yobseyo." ia menyahutinya.
"Yong Hwa-ya, eodiga?"
"Eoh, Abeonim. Hotel. Ada apa, Abeonim?"
"Kau belum kembali ke Seoul? Kapan pulang?"
"Aku sudah memesan tiket untuk penerbangan nanti malam tujuan Seoul."
"Oh, begitu..." suara di ujung telepon terdengar kecewa.
"Wheo, Abeonim? Apa ada yang bisa kubantu?"
"Kalau kau sudah mau pulang, ya sudah."
"Tidak, Abeonim. Ada apa?"
"Abeoji dan Eommoni tiba-tiba harus ke Bangkok, karena salah satu relasi senior kami tutup usia disana. Dan Shin Hye akan pulang sendiri. Tapi Abeoji khawatir membiarkannya pulang sendiri, bagaimana pun ini perjalanan udara dia yang pertama. Kalau kau tidak keberatan, Abeoji akan menitip Shin Hye untuk pulang bersama denganmu, Yong Hwa-ya?" pinta Presdir Seo dengan berat hati namun Yong Hwa malah tersenyum dalam.
"Nde, Abeonim. Baiklah. Aku akan mengundur kepulanganku. Shin Hye sekarang berada dimana?"
"Mereka baru tiba dari Kyoto siang tadi, sekarang berada di hotel di Tokyo."
"Aku minta alamat hotelnya, Abeonim. Aku akan melakukan penerbangan ke Tokyo sore ini juga."
"Apa kau masih di Osaka?"
"Iya."
"Maaf, Abeoji merepotkanmu, Yong Hwa-ya!"
"Aniyo, Abeonim. Tidak repot sama sekali. Aku senang melakukannya."
"Terima kasih sebelumnya, Yong Hwa-ya."
"Nde, sama-sama Abeonim."Yong Hwa mematikan telepon genggamnya dengan senyum terukir di bibirnya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kalau rezeki tidak kemana. Yong Hwa mempercepat langkahnya menuju kamar. Ia ingin segera berkemas dan meninggalkan hotel. Ingin segera bertolak ke Tokyo dan bertemu dengan Shin Hye. Jika kondisinya seperti ini, apa Shin Hye akan tetap menghindarinya? Sulit. Sebab pilihannya jika tidak pulang bersamanya, ya dia sendiri. Masalahnya Shin Hye belum familiar bepergian dengan moda transfortasi udara. Pasti dia butuh teman atau guide. Dan dirinya akan menjadi teman yang sempurna dalam melakukan perjalanan udara itu. Yong Hwa tidak sabar untuk segera berangkat dari kota kedua terbesar di Jepang itu.
💰Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
BELAHAN HATI
RomantikTakdir dan nasib seumpama gerbong panjang kereta api yang melintas diatas rel. Takdir seumpama rel, dan nasib laksana gerbongnya. Nasib begitu mudah direkayasa dan dipermainkan, nasib dapat dirubah sekehendak hati. Namun takdir adalah mutlak. Takdir...