[8] Trouble

8.6K 388 3
                                    

Michelle berjalan dengan terburu-buru ketika memasuki gedung perusahaan milik keluarganya. Tujuannya hanya satu, ia ingin bicara dengan kakaknya. Sesuatu yang sangat penting dan tidak bisa ia tunda lagi.

"Oh hai, Michelle. Kunjungan lain?" Sapa Dimas—sekretaris Reno.

"Hai, Kak. Mas Reno ada di dalam?" Tanya Michelle tanpa basa-basi.

"Ada. Kamu udah buat janji?"

Michelle melipatkan kedua tangannya di depan dada dan memasang wajah tidak suka. Melihat itu, Dimas hanya menatap perempuan di depannya itu geli. Sedikit menggoda. "Kamu emang adiknya Reno, tapi peraturan tetap peraturan." Jelas Dimas masih dengan menahan tawanya.

Michelle yang mulai gemas pun menaruh kedua tangannya di meja kerja Dimas dan menatapnya kesal. "Biar saya dobrak aja langsung pintunya."

"Wah... nanti saya yang dilempar dari sini." Dimas pun mengangkat telepon yang ada di mejanya dan menekan angka satu, yang pasti terhubung dengan telepon yang ada di ruangan Reno.

"Pak, ada adik bapak di luar." Jelas Dimas sambil menatap Michelle.

"..."

"Baik, Pak." Dimas menaruh telepon itu kembali ke tempatnya dan bangkit dari kursi. "Kamu udah dibolehin masuk."

"Dari tadi juga udah dibolehin kali, Kak." Sungut Michelle sambil membuka pintu ruang kerja kakaknya itu.

Begitu masuk, Michelle disuguhkan oleh pemandangan kakaknya yang seperti sedang dilanda bencana. Tumpukan kertas memenuhi mejanya, seakan siap menenggelamkan orang itu. Bahkan tubuh Reno yang sedang duduk sudah tidak terlihat dan terlihat hanya bagian wajahnya.

"Hi, Michelle. Glad to see you here." Meski menyapa dengan nada yang sama riangnya dengan bocah SD, tapi Reno sama sekali tidak menatap Michelle yang sudah berdiri di depan mejanya. Jangankan menatap, melirik pun tidak.

"How is your day, Mr. CEO?" Michelle pun duduk tepat di depan kakaknya itu. "Quite busy, huh?"

"Unfortunately, yes." Reno menutup lembaran kertas yang sedari tadi sedang ia periksa dan bangkit menghampiri Michelle. "Sekarang apa?"

Michelle menghela nafasnya. Kekhawatiran sama sekali tidak bisa ia sembunyikan. "Enggak ada hal-hal aneh yang terjadi, kan?"

"Michelle..." Reno memasukan tangannya ke saku celana. "Lima hari berturut-turut kamu datang kesini dan nanyain hal yang sama, dua hari lagi genap seminggu."

"I'm just..." Michelle terdiam sejenak. "Worried."

Reno yang sudah jelas menyadari kekhawatiran adiknya itu hanya tersenyum. Ia kemudian berlutut di depan Michelle, tidak lupa dengan senyuman hangatnya. "Nothing is going to happen with us."

Michelle menarik nafas panjang dan menghembuskannya. "You know him better than me. Siapa tahu sekarang dia lagi merencanakan sesuatu yang udah pasti enggak baik buat kita."

"Enggak akan. Percaya sama Mas Reno."

Meski Reno menyuruh Michelle untuk tidak terlalu memikirkan hal ini, nyatanya dia sendiri juga khawatir akan apa yang bisa Alan perbuat dengan keluarganya. Bukan hal yang mustahil bagi Alan untuk mengganggu kehidupan keluarganya.

Lima hari yang lalu, untuk pertama kalinya Michelle datang dan menanyakan apa ada hal aneh yang terjadi dengan perusahaan keluarganya. Ia datang dengan wajah panik, khawatir, takut—entahlah ekspresi apa lagi yang dia tampilkan. Kemudian Michelle memberitahu kakaknya kalau ia sudah menolak lamaran dari Alan dan itu yang menjadi kekhawatiran terbesarnya. Michelle takut kalau Alan akan berbuat macam-macam karena lamarannya ditolak.

He Wants MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang