[9] But She Can't Runaway from Him

8.9K 368 7
                                    

Michelle sedang termenung di depan jendela besar milik salah satu coffee shop yang ia lewati dalam perjalanan pulang ke apartemen. Ia memutuskan mampir terlebih dahulu untuk mendinginkan kepalanya. Bagaimana pun juga ia masih anggota keluarga Lee, jadi tidak mungkin dia menutup mata dari masalah ini dan bertingkah seakan ia tidak tahu apa-apa, sementara anggota keluarganya sedang berharap cemas dan berusaha semaksimal mungkin untuk keluar dari masalah ini.

Karena wanita itu tengah tenggelam dalam pemikirannya, ia sampai tidak sadar kalau hujan mulai turun dan membasahi bumi. Air mengalir deras di jendela yang ada di depannya. Meski begitu, tatapan Michelle tetap kosong karena pikirannya sedang tidak bersama raganya.

What she can do? Is there nothing that she can do to help her family? She felt very useless.

Kalau ingin, memang apa yang bisa dia lakukan? Sekarang dia menyesal kenapa dulu dia tidak pernah sedikit pun mempunyai niatan untuk menekuni bidang yang sama dengan kakaknya. Mempelajari tentang perusahaannya itu, hingga di saat seperti ini ia tidak akan merasa seperti orang bodoh yang tidak berguna. Tapi nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin dia bisa mengulang waktu.

Michelle menghela nafas dan menyeruput latte macchiato yang sudah dipesannya sedari tadi. Bahkan lidahnya terasa kelu untuk sekedar merasakan minuman itu. Ia pun menyandarkan bahunya dan memejamkan kedua matanya.

Harapannya hanya tertuju pada Jonathan, yang jelas-jelas bisa membantu perusahaan keluarganya. Tapi bagaimana? Apa dia harus meminta tolong secara langsung kepada orang itu? Itu menjadi hal gila mengingat dirinya sudah menolak mentah-mentah lamaran dari cucu Jonathan sendiri. Orang itu pasti tidak sudi mendapati Michelle meminta pertolongannya dan semakin membuat Michelle merendahkan harga dirinya. Ia pasti dicap sebagai wanita tidak tahu malu.

Sejenak pikiran gila menghampiri otaknya. Kalau memang terpaksa, Michelle tidak masalah harus menahan malu demi menyelamatkan keluarganya. Bagaimana pun memang dia yang membutuhkan disini. Tapi sekali lagi, bagaimana caranya agar Jonathan mau membantu Michelle? Ia sama sekali tidak mempunyai nomor atau alamat e-mail, atau apapun yang dapat membuatnya bisa menghubungi Jonathan. Seketika ia teringat kalau ia mempunyai kontak Alan. Mungkin Alan bisa membantunya untuk berbicara dengan Jontahan, but hey! tidak mungkin Michelle menghubungi Alan lagi! Apa yang akan laki-laki itu katakan padanya? Michelle langsung menggelengkan kepala begitu memikirkan semua cemoohan Alan yang akan dilontarkan padanya. It's crazy!

Michelle serasa ditarik kembali ke bumi ketika ponselnya bergetar menandakan kalau ada pesan yang masuk. Dengan malas ia mengeluarkan ponselnya itu dari saku celana dan melihat siapa yang sudah mengganggu perdebatan internalnya itu.

Alan : Are you sure there's nothing you want to talk to me about?

Seketika mata Michelle membelak-lak begitu membaca pesan itu. What?! Apakah laki-laki itu seorang cenayang? Atau dia punya indera keenam? Bagaimana mungkin dia tahu apa yang sedang Michelle pikirkan? Tak lama kemudian, kembali masuk satu pesan ke ponsel Michelle.

Alan : Of course I know. Speak now or never, Michelle.

Michelle mengumpat karena sekali lagi Alan seakan tahu apa yang sedang ia pikirkan. Ini gila, tapi sepertinya Alan memang punya indera keenam. Setelah pergulatan panjang di dalam pikirannya, akhirnya Michelle memutuskan untuk menghubungi Alan terlebih dahulu.

"Have you given up?"

Sungguh ingin sekali Michelle memaki laki-laki ini. "What are you talking about?"

"Don't lie to me, Michelle. I already know everything, about the accident and about the future of your family company."

"You didn't know anything, Alan. Not at all!"

He Wants MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang