[18] Invitation

7K 342 13
                                    

Michelle baru saja masuk ke apartemennya dan jaket yang ia gunakan sedikit basah karena ia sempat menerjang hujan untuk mencari taksi tadi. Ia tidak menyangka kalau akan pulang larut malam ini, jadi ia memutuskan untuk tidak menyetir sendiri dan sialnya hujan malah turun tepat ketika Michelle selesai dengan pekerjaannya.

Perempuan itu langsung berjalan menuju dapur dan menuangkan air ke dalam gelas, kemudian meminumnya hingga tandas. Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya.

Sudah genap seminggu dirinya mencampakkan Alan, tepatnya setelah pesta ulang tahun Jonathan malam itu. Ia sudah memutuskan akan menjaga jarak dengan Alan.

Michelle hanya akan menganggap hubungannya dengan laki-laki itu sebatas perjanjian yang mereka buat—Michelle akan menikah dengan Alan sebagai ganti dari Alan yang membantu perusahaan keluarga Michelle, untuk selebihnya akan menjadi urusan pribadi bagi keduanya. Ia tidak akan mencampuri kehidupan Alan dan Alan tidak bisa mencampuri kehidupan Michelle.

Kalau kalian bertanya apakah Alan tahu tentang keputusan Michelle itu, tentu saja jawabannya tidak. Bahkan seminggu ini serasa seperti neraka bagi Michelle ketika ratusan telepon dan puluhan pesan masuk ke ponselnya, yang tentunya semua itu dari Alan. Michelle hanya sekali membalas pesan Alan yang mengatakan kalau ia akan sibuk beberapa minggu ke depan dan setelah itu ia mengabaikannya kembali.

Hal ini Michelle lakukan demi membuat Alan semakin menjauh darinya, syukur-syukur Alan akan menemukan perempuan lain dan dengan segera menggantikan posisi Michelle. Ia juga tidak ingin sampai terbawa perasaan dengan laki-laki itu. Ia harus ingat kalau Alan tidak pernah memandangnya, karena yang dilihat laki-laki itu hanya mantan pacarnya.

Mengabaikan panggilan atau pesan dari Alan bisa ia lakukan dengan menyibukkan diri, hanya saja perasaan aneh di hatinya itu terus-terusan mengusik pikirannya. Sebenarnya di satu sisi Michelle merasa lega, namun di sisi lain entah kenapa ia merasa sedikit tidak rela. Rasanya mengesalkan sekali ketika mengetahui Alan yang tidak memandang dirinya itu. Rasanya ingin Michelle menjambak atau memukul wajah orang itu.

But wait, kenapa Michelle jadi tidak suka begini? Bagus kalau ternyata Alan masih memikirkan mantannya, dengan begitu ada hal lain yang bisa menjauhkan Alan darinya, bukan? Bukankah sejak awal Michelle tidak menginginkan pernikahan ini? Kalau memang Alan masih menyukai mantannya, kesempatan untuk melepaskan diri akan semakin besar. Benar juga, ia hanya perlu bertahan lebih lama mencampakkan Alan hingga laki-laki itu lelah sendiri. Ia juga tidak boleh membuka dirinya kepada laki-laki itu atau kalau perlu ia bisa membangun dinding yang membatasi dirinya dengan Alan.

Perempuan itu hampir menjatuhkan gelas yang ia pegang ketika ponselnya berbunyi di apartemen yang sangat sepi. Ia bahkan sampai mengumpat sebelum akhirnya mengambil ponsel itu dari dalam tasnya.

Dahi Michelle langsung berkerut ketika mendapati nomor tak dikenal terpampang di layar ponselnya, tapi dalam sekejap ia tahu siapa orang itu ketika ia menyadari kalau itu adalah panggilan internasional. It's him. Tidak perlu berpikir dua kali bagi Michelle untuk meninggalkan ponselnya dan mengabaikan panggilan itu.

Ia langsung berjalan menuju sofa dan menyalakan televisi untuk menghilangkan kesunyian apartemennya. Di saat seperti ini, sendirian di tempat yang sunyi, entah kenapa berhasil membuat Michelle berpikir yang tidak-tidak. Yah... kalian pasti mengerti maksudnya.

Michelle kembali terkejut ketika ponselnya berbunyi lagi. Astaga, ini memalukan sekali. Ia seperti bocah penakut yang akan terkejut karena suara-suara kecil sekalipun. Ia melihat kalau nomor tadi masih berusaha meneleponnya. Kali ini tidak Michelle biarkan, ia lebih memilih untuk menolak panggilan itu dan tidak lupa untuk mengganti ponselnya menjadi mode diam.

Tak berselang lama, sebuah pesan masuk dan berhasil menarik perhatian Michelle. Memang masih berasal dari nomor yang sama, tapi isinya langsung membuat Michelle membulatkan matanya.

He Wants MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang