Nabila bangkit dari bangkunya dan berjalan keluar kelas menggendong tas cokelatnya, karena bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi.
Ia kaget saat menyadari Reynal tengan berdiri di ambang pintu, menatapnya seolah ada yang penting yang ingin segera ia sampaikan.
Merasa tidak pernah ada masalah dengan cowok ini, Nabila dengan PDnya berjalan melewati Reynal.
"Gue udah nunggu lo dari tadi dan lo ninggalin gue gitu aja?"
Mendengar itu, Nabila menghentikan langkahnya tanpa berniat menoleh ke arah Reynal.
"Gue hari ini lagi males naik motor, jadi gue nebeng ya?"
Tak ingin membuang waktu lama, Nabila melanjutkan langkahnya. Dan tak ingin menyerah, Reynal mengikuti gadis itu.
Bukan Reynal namanya kalau tidak menyelesaikan semua rasa penasarannya. Kali ini, ia harus tau mengapa gadis ini memilih untuk nggak suka ngomong dang membiarkan orang-orang sebal padanya.
"Nggak papa sih kalo lo nggak mau buka pintu mobilnya. Gue bisa tidur di sini. Habis itu orang tua gue nyariin. Terus gue tinggal bilang aja semua karna lo."
Entah apa yang dipikirkan gadis itu, ia membuka pintu mobilnya untuk Reynal. Reynal kembali tersenyum luas atas apa yang ia dapat saat ini.
Gadis itu tetap tak berniat untuk mengeluarkan suaranya, membuat Reynal kebingungan apa yang harus ia lakukan sekarang.
"Lo nggak tanya dimana rumah gue?lo tau?"
Tak ada jawaban.
"Orang tanya itu dijawab."
Lagi, tidak ada jawaban dari gadis itu. Ia masih fokus dengan kemudinya.
"Lo kenapa sih nggak mau ngomong?"
"Bisu?"
"Atau tuli?"
"Tau alamat rumah gue enggak?"
"Gue sih terserah ya, lo mau mulangin ke rumah lo juga gapapa. Lumayan penginapan gratis."
Reynal menyunggingkan senyumnya dan menyenderkan kepalanya santai di kursi, menikmati gadis itu mengemudikan mobilnya.
Sesaat kemudian ,Reynal mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan video dari grul linenya.
"Hai bro, udah pada sampai rumah?"
Reynal memulai percakapan."Udah buang air besar juga malah."
Jawab Bryan."Enak bener lu. Gue dari tadi dimarahin emak gue gara-gara njatuhin tupperware adek gue. Padahal cuma lecet satu goresan doang." cerita Vino.
"Lo sih barang-barang emak lo dilawan." sahut Bryan.
Reynal hanya memperhatikan percakapan kedua temannya sambil cecengiran. Hingga akhirnya ia membuka suara.
"Eh man, lo berdua tau nggak?"
"Apa tuh?" tanya Vino.
"Gue dapet tumpangan gratis hari ini."
Reynal menghadapkan ponselnya ke Nabila."Wah lo bener-bener Rey. Nebeng cewek nggak ngajak-ajak."
"Baguss!tikungan tajam ya Rey ya."
"Haha, tenang dong bro. Udah ya, gue cuma mau kasih liat itu aja. Sayang paketan."
Setelah itu Reynal segera mematikan panggilan videonya. Mungkin disana, Vino dan Bryan tengah mengata-ngatainya.
"Tuhan, Nabila harus nurunin ni corap dimana."
Nabila menggigit bibir bawahnya."Masih lama sampainya? Gue tinggal tiduran bentar ya?"
"Ah, nggak jadilah. Lo ntar ngapa-ngapain gue lagi."
Kalimat barusan membuat Nabila menoleh kearahnya.
"Kenapa?"
"Wah lo pasti mikirnya ngeres kan?"
"Haha lucu ya lo ini. Pengen banget gue lelang ke musium biar jadi patung bersejarah."
"Cantik-cantik pelit ngomong."
"Gue serius nih, kenapa lo nggak mau ngomong?"
"Kepo."
"Nggak mau ngomong gue cium nih."
"Iming itu mah."
Namun tak di sangka, sebuah ciuman benar-benar mendarat di pipi kiri Nabila. Membuat darah Nabila seketika membeku. Menampakkan blush on merah alami di pipinya.
"Makanya jangan main-main sama gue."
"Tuh alamat maps rumah gue."
Dentuman detak jantung Nabila masih berirama kuat didalam dadanya. Ciuman pertama kali yang ia rasakan benar-benar membuat setengah kesadarannya hilang.
Entah perasaan apa yang kini tangah merasuk dan menjalar dalam dirinya.
Ia tak pernah merasakan hal semacam ini sebelumnya.
-----
Ditulis: 8 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Say In Heart
किशोर उपन्यास#12 - Sendu (6 Desember 2018) Sebuah cerita cinta dipadu oleh seorang indigo yang tak bisa henti membaca pikirannya Orang bilang aku terlalu cantik untuk jadi gadis cuek. Orang bilang aku terlalu pintar untuk jadi gadis nyebelin. Orang bilang aku te...