Chapter 26

106 9 0
                                    

“La, gue barusan liat poster di papan pengumuman. Nanti malam akan ada small party di lapangan basket. Bakal ada banyak pameran kesenian. Lo dateng bareng gue ya, entar lo gue jemput. Dan itu kesempatan lo buat ngedeketin Reynal. Gue bantu.” Kata Hendra setelah ia duduk dibangkunya.

Nabila mengarahkan pandangannya kepada Hendra. Datang ke party?  Lalu ia memalingkan wajahnya kembali dan mengetuk-ngetukkan jarinya di meja sambil memikirkan sesuatu.
Ia memang benci keramaian. Ia benci kebisingan. Ia benci keributan. Tapi itu dulu kan? Nabila yang sekarang telah berubah. Nabila yang sekarang nggak boleh pendiam. Nabila yang sekarang harus bisa memutuskan banyak hal.

“Okee siap.” Jawab Nabila tegas sambil tersenyum lebar
.
Hendra tak percaya Nabila akan merespon dengan jawaban itu. Ia berhasil menemukan sisi yang berbeda dari diri Nabila. Hendra merasa senang bisa membantu orang lain menemukan jati dirinya.

“Gitu dong. Jangan Cuma diem kaya kura-kura.”

“Siap mas dukun.” Jawab Nabila sambil mengangkat tangannya hormat.

“Yahh, dipanggil mas dukun.”

“Cocok kok, hehe.”

Hendra memandangi Nabila dengan senyum ketidakpercayaan. Dia pantas menjadi sosok yang sekarang dari pada sosok dirinya yang dulu yang selalu tersiksa dengan diamnya.

-------

Hendra dan Nabila berjalan mengelilingi stand yang di dirikan dalam pameran kesenian. Banyak pameran-pameran budaya yang disajikan dalam setiap stand. Ada juga pementasan berbagai seni di panggung yang telah di buat.

Di sepanjang perjalanan, Hendra tak henti memandangi raut muka Nabila. Gadis itu terlihat sangat bahagia. Senyum di bibirnya tak pernah berhenti meredup, membuat Hendra tertular ikut tersenyum.

Hendra merasa ia ingin memeluknya. Menenggelamkan kepalanya  di dada bidangnya. Hendra memang tak menaruh perasaan kepada Nabila, namun gadis itu membuat Hendra selalu ingin memberikan kenyamanan untuknya.

“Kenapa ngga dari dulu sih kamu kaya gini?”

“Kaya gini?”

“Kapan terakhir kali kamu tersenyum bebas kaya gini?”

Nabila hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis.

“Mas dukun, kamu percaya nggak kalo aku jago main gitar?”

“Engga.”

“Kok enggak?”

“Kamu tunjukin dulu baru aku percaya.”

“Boleh. Mau kapan?”

“Sekarang.”

“Kok sekarang?”

“Sekarang panggung lagi kosong. Di depan juga ada gitar. Sekarang kamu tunjukin biar aku percaya.”

“Ta—“

“Sekarang kan Nabila udah berubah. Ayo dong La tunjukin.”

“Hmm iya deh. Antar aku kesana.”

“Yuk.”

Mereka pun berjalan menuju panggung. Sejujurnya, Nabila takut menerima tantangan Hendra, apalagi menunjukkan itu di depan orang seramai malam ini. Namun apa boleh buat, keyakinannya untuk berubah telah bulat dalam tekadnya.

“Permisi kak, teman saya mau pinjam panggung sebentar boleh?” tanya Hendra kepada penitia penyelenggara.

“Boleh dek, silahkan.”

“Makasih kak.”

“Good luck ya, gue tunggu di depan sana.” Sambil menunjuk ke arah yang ia maksud.

“Aku takut.” Nabila mengerutkan dahinya.

“Udah tenang aja, lo bisa. Okee ya, gue ke depan.” Sambil menepuk-nepuk ringan pundak Nabila lalu berjalan ke depan.

Nabila berjalan menaiki panggung lalu mengambil gitar dan mengalungkan tali gitar ke lehernya. Ia membenahi microfon agar sejajar dengan mulutnya. 

Lima detik belalu ia masih diam, sampai akhirnya ia melihat ke arah Hendra yang sedang memberinya ibu jari. Kemudian ia menganggukkan kepalanya dan mulai memetik gitarnya.

Nabila menghasilkan melodi-melodi yang indah dari petikkannya sehingga sekarang ia menjadi pusat perhatian. Ia mendengar sayup-sayup pembicaraan mengenai dirinya. Ketidakpercayaan teman-temannya akan seorang Nabila yang tidak pernah mau berbicara sekarang bisa tampil di depan. Lantas ia berfikir ini memang saat yang tepat orang-orang tau akan perubahannya.

Lalu tak sengaja ia melihat keberadaan Reynal. Dan lagu You are The Reason tiba-tiba terlintas dalam kepalanya lalu ia pun dengan setengah kesadarannya menyanyikan lagu itu.

“Rey, menurut lo itu Nabila bukan?” tanya Vino

“Mana?”

“Itu yang di panggung.”

“Bukan. Ehh iya. Bukanlahh, Nabila ngga mungkin bisa tampil.”

“Bener kok itu Nabila.” Sahut Hendra yang memang ia berdiri di dekat mereka.

“Lo yakin?” tanya Reynal memastikan

“Iya. Lo tau nggak dia tampil buat siapa?”

“Siapa?”

“Gitarannya buat gue, nyanyiannya buat lo.”

Reynal bingung dengan apa yang di maksud oleh Hendra.

“Tunggu aja, bentar lagi dia mau ngomong sesuatu.”

Dan benar, tak lama setelah Hendra mengatakan itu, Nabila menghentikkan petikannya dan mengatakan sesuatu.

“Saya Nabila, si cewek pendiam yang tidak pernah mau bicara. Si cewek dengan ekspresi datar yang selalu bikin teman-teman sebal. Persis seperti apa yang temen-temen bicarakan. Dan malam ini, aku memberanikan diri berada di atas panggung ini. Bermain gitar dan bernyanyi. Aku punya dua alasan kenapa aku memberanikan diri untuk ini semua. Dan dua alasan itu sedang sama-sama melihatku. Alasan yang pertama, seseorang yang membuatku berubah. Seseorang yang membantuku menemukan jati diriku yang dulu hilang. Yaitu Hendra. Dan Hendra membantuku karna satu alasan juga. Satu alasan itu yang menjadi alasanku yang kedua. Yaitu seseorang yang menjadi motivasiku berubah. Dia adalah seseoang yang aku suka. Yaitu Reynal. Pria pertama yang membuat hatiku merasakan sesuatu hal yang aneh. Aku rasa aku jatuh cinta. Meskipun dia tidak menyukaiku, tapi aku bersedia berjuang buat dia. Hendra bilang, tidak adil kalo cuma cowok yang berjuang. Aku tidak tau berapa cewek yang pernah Reynal perjuangin, tapi aku mau jadi cewek pertama yang merjuangin dia. Reynal, biarkan aku mencoba mengambil hatimu, tapi jika suatu saat kamu merasa terusik, bilang saja. Karna lebih baik aku mundur dan sakit hati, daripada kamu terusik lalu membenciku.”

Lalu Nabila memetik gitarnya kembali dan menyenyikan reff lagu itu. Lagu yang menceritakan sebuah perjuangan besar demi mendapatkan cintanya.

Dan malam itu semua orang yang hadir seolah-olah tidak percaya. Bahkan Reynal pun sulit rasanya mempercayai kejujuran Nabila.

Lalu apa yang hendak Reynal lakukan setelah ini? Apa pantas seorang Reynal di perjuangin oleh cewek seperti dia? Si gadis lugu, cantik, pintar, dan baik. Reynal seperti kehilangan arah, ia tak tau kemana akan pergi setelah ini.

Setelah itu, Hendra berjalan menghampiri Nabila. Kemudian Nabila berlari kecil kepada Hendra lalu secara tiba-tiba memeluknya. Saat itu Nabila memang sedang dipenuhi dengan rasa takut. Ia tau itu baru awal, langkah awal dari semuanya.

“Sekarang aku percaya kamu jago main gitar.” Kata Hendra lirih.


-------

Ditulis: bulan September

Say In HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang