Chapter 14

139 9 0
                                    

Nabila mendengus kesal. Cowok itu tak pernah berhenti mengikutinya. Mulutnya hampir sama dengan mulut cewek, kecuali dirinya. Dia cukup cerewet.

Apalagi sejak tadi cowok itu seperti menertawainya.

"Kenapa sih ngikutin Nabila mulu."

"Gue baru kenal lo di sekolah ini. Nggak masalah dong gue ngikutin lo."

"Kenalan lah sama yang lain."

"Males."

"Nggak capek apa ngikutin Nabila mulu."

"Capek sih, tapi gue penasaran sama lo."

"Penasaran kenapa?"

"Hampir sepenuh hati lo hitam, ada masalah apa?"

Nabila menghentikan langkahnya tiba-tiba. Refleks, Hendra juga menghentikan langkahnya.

Nabila menarik pergelangan tangan Hendra dan membawanya ke gedung sekolah yang memang sudah tampak sepi.

Kali ini tak ada alasan lain bagi Nabila untuk tidak bicara.

"Kamu tau semua kata hatiku?"

"Iya."

"Kok bisa?"

Cowok itu harus menghadapi pertanyaan yang sama untuk yang keseribu kalinya.

"Kamu juga tau aku punya masalah. Kamu tau juga masalahku apa?"

"Enggak. Gue bukan peramal masalah masa lalu."

"Terus?"

Cowok itu melangkahkan kakinya hingga begitu dekat dengan Nabila. Membuat Nabila juga ikut melangkahkan kakinya mundur hingga terpentok dengan tembok.

Namun Hendra tetap saja mendekatinya. Memajukan wajahnya hingga dekat dengan telinga Nabila.

Nabila merasakan hembusan nafas cowok itu dengan jelas, dan membuatnya geli.

Hingga sesaat, cowok itu berkata lirih,

"Gue indigo."

Nabila kaget medengar penjelasan singkat yang terucap langsung dari cowok itu.

Matanya terbelalak menatap mata Hendra dengan ketidakpercayaan.

"Cukup lo. Jangan kasih tau orang lain."

Nabila mengangguk-anggukan kepalanya mengisyaratkan bahwa ia memenuhi janji cowok itu.

"Kelebihan terbesar gue adalah membaca pikiran orang."

"Tapikan Nabila ngomongnya di hati, bukan di pikiran."

"Sama aja cantik. Apa yang lo katain dalam hati lo udah lebih dulu lewat di pikiran lo."

"Oh." jawabnya polos.

"Tapi gue butuh satu jawaban yang nggak bisa gue tebak."

"Apa?"

"Kenapa lo nggak pernah mau ngomong langsung dari mulut lo?"

"Nabila males jawab itu."

"Kenapa?"

"Nggak penting."

"Menurut gue penting. Dan yang gue tau sekarang, ada hubungannya antara lo nggak pernah mau ngomong sama warna hitam yang hampir penuh di hati lo."

"Maaf. Aku belum siap buat cerita itu."

"Oke. Santai aja."

"Udah jam 4. Nabila mau pulang."

"Naik?"

"Mobil. Kamu?"

"Tadi sih naik mobil. Mungkin sekarang mau naik mobil juga."

"Kenapa ragu gitu?"

"Tadi sama mobilnya ayah. Mungkin sekarang sama mobilnya supir taxi "
Padahal yang sebenarnya Hendra tau cewek itu akan memberinya tumpangan.

"Hendra?"

"Iya?"

"Tolong. Jangan cerita ke siapapun ya kalo hari ini Nabila bicara banyak."

"Oke."

"Oh ya, katanya tadi waktu perkenalan, rumah Hendra nggak jauh dari sekolah? Bareng Nabila aja."

"Boleh?"

Nabila menganggukan kepala.

"Oke."

Waktu memang cepat berlalu. Rencana Tuhan siapa yang tau. Nabila serasa melihat langit yang begitu cerah.

Ada seseorang yang mampu mempercayainya hari ini. Dikirim Tuhan langsung dari pulau sebelah.

Sudah lama ia butuh teman. Apalagi kini temannya begitu spesial, mampu mengerti dirinya tanpa harus ia mengeluarkan suaranya. Terimakasih Tuhan....


-----

Ditulis: 9 maret 2018.

Tolong vote ya:)

Say In HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang