Chapter 23

114 7 2
                                    

Pukul 7 malam Nabila melakukan perjalanan ke rumah Hendra. Rumahnya memang benar tak jauh dari sekolah.

Lalu lintas malam ini cukup macet, mau tidak mau Nabila harus menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya.

Ia pun berhasil keluar dari kesesakan kendaraan dan tiba di sebuah rumah yang sungguh berkebalikan dengan rumah miliknya. Hampir setiap sudut rumah ini memiliki patung. Penerangannya sedikit remang dengan tembok luar berhias batu.

Tak lama setelah dirinya mengirim pesan sebuah pintu terbuka dan terlihat cowok berbaju hitam keluar menjemputnya ke arah mobil. Lalu mereka berdua memasuki rumah itu.

Nabila merasa ngeri dengan rumah ini. Walau terlihat biasa saja tapi ada sesuatu hal aneh yang ia rasakan, atau mungkin itu perasaan dia saja.

Hendra mengajaknya memasuki ruangan yang kata Hendra itu adalah ruangan pribadi miliknya. Dalam ruangan itu terdapat 1 buah meja dan 2 bangku yang saling berhadapan. Lampunya hanya berkisar 5 watt berwarna merah dengan kain hitam menutupi seluruh tembok ruangan itu. Lalu mereka duduk saling berhadapan.

"Nggak usah takut, ruangan ini tak seseram yang lo bayangin." ucapnya sambil tersenyum menenangkan.

"Rumah ini hanya ada aku dan teman-temanku, tapi mereka tak ada di ruangan ini karena aku melarangnya masuk. Jadi jangan takut berbicara."

Nabila menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Aku ingin membantumu, namun aku hanya bisa memberi informasi tentang dia."

"Dia?"

"Iya. Reynal."

"Kenapa kamu tahu?"

"Tolong jangan tanyakan hal bodoh. Aku disini hanya akan membantumu membaca kisah mu dengan Reynal agar kamu tahu sebaiknya kamu berhenti aku tetap bertahan."

Hendra memajukan sedikit bangkunya.

"Gue hanya minta lo memejamkan mata dan tolong jangan pikirkan hal apapun. Gue akan pegang kedua tangan lo."

Hendra menggenggam kedua tangan Nabila dan memejamkan matanya. Entah bagaimana cara dia bisa membaca masa depan manusia yang menurut kita sangat mustahil untuk dilakukan. Bagaimana cara dia memasuki ruang waktu yang menurut kita itu hanya khayalan.

Namun semua hal yang dibaca Hendra melalui pikirannya selalu benar. Serasa ia telah melakukan konsultasi dengan Tuhan lalu Tuhan menceritakan semuanya dan Hendra membawanya kembali ke bumi.

"Buka matamu." kata Hendra

"Mau tidak mau gue harus menceritakan semua yang gue liat."

"Ceritakan saja."

"Ini kali pertama lo jatuh cinta?"

"Iya."

"Gue rasa lo akan sulit berhentiin rasa suka lo tapi lo selalu penasaran sama hati lo sendiri. Yang gue lihat lo akan terus mengejar Reynal. Cowok itu akan selalu perhatian sama lo tapi dia nggak ada rasa sama lo. Dia seperti ingin menjagamu. Ini yang gue lihat dekat waktu, gue nggak mau ngomongin yang gue lihat jauh ke depan karena itu bisa berubah."

Memang ada goresan kekecewaan dari raut wajah Nabila karena ia hanya mencintai seorang diri.

"Saran dari saya lo harus bertahan. Lo bisa kejar dia. Dan jangan takut bicara dengannya karena lo nggak bisa selamanya naruh setiap kata-kata lo di hati. Jangan takut, semuanya akan baik-baik saja."

"Aku akan coba."

"Gue akan bantu lo."

"Terima kasih Ndra. Tapi aku takut."

"Takut apa?"

"Aku takut ngomong, aku nggak bisa."

"Cerita saja."

Nabila terdiam sejenak, sebenarnya ia tak mau menceritakan semua kejadian itu. Namun ia juga berpikir bahwa dirinya tak akan bisa seperti ini terus. Ia juga ingin seperti anak-anak lainnya yang saling bercanda dan bercerita. Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk memberanikan diri dan mengubah hidupnya menjadi Nabila yang sesungguhnya.

"Tujuh tahun yang lalu orang tua Nabila berdebat hebat. Mereka saling menuduh dan menyalahkan. Kata-kata mereka sungguh menyakitkan. Mereka saling memaki-maki, aku ketakutan. Mulai dari itu aku takut bicara, aku takut menyakiti orang lain seperti apa yang dilakukan Mama kepada ayah dan seperti apa yang dilakukan ayah kepada Mama. Aku takut dengan bentakan, dengan teriakan. Tapi sampai saat ini aku menyesal. Seharusnya aku melerai mereka. Seharusnya aku menenangkan mereka. Namun semuanya telah usai, mereka tak pernah kembali lagi ke rumah."

Tanpa sadar Nabila meneteskan air mata. Entah itu air mata yang keberapa namun ini adalah kali pertama ada seseorang yang mengusapnya.

"Nggak semua hal yang ada di dunia ini baik La, dan nggak semua orang itu buruk. Kalau kamu menggunakan perkataanmu dengan baik semuanya akan baik-baik saja. Coba lawan semua rasa takutmu. Kamu harus lakukan itu mulai dari sekarang."

Nabila kembali menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih Ndra. Aku akan coba."

"Hati-hati La karena kisahmu nggak akan berjalan mulus. Tapi bertahanlah karena yang gue lihat lo akan berakhir bahagia."

Lalu Hendra mengantarkan Nabila sampai di depan rumah. Tak terasa waktu cepat berlalu dan Nabila berpamitan pulang. Ia rasa hidup memang penuh misteri, kita tau apa yang terjadi kemarin tapi kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi kedepan. Seorang Indigo pun tak akan pernah bisa kita percayai dengan sepenuhnya.

Hendra berpesan satu hal lagi kepada Nabila sebelum  Nabila benar-benar pergi.

"Satu lagi la. Not all of word can saying at heart. Nggak semua kata bisa kamu katakan dalam hati. Menyatakan cinta nggak selamanya harus cowok. Dunia udah banyak berubah. Kemenangan hanya untuk orang yang pemberani. Lo harus berani ungkapin rasa suka lo ke  Reynal sebelum kamu benar-benar menyesal. Good luck La." katanya sambil tersenyum.

"I Will Try. Aku akan coba mengembalikan diriku yang dulu. Tolong bantu aku."

"Oke. Don't be afraid."

Nabila menjalankan mobilnya pergi setelah meninggalkan senyumnya untuk Hendra.






_____




Ditulis : 20 Juni 2018

Say In HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang