: THREE :

14 1 0
                                    

Keesokan harinya di sekolah, Nadin  menyapa Vina yang sudah menempati bangkunya sambil memakan nasi bungkus.

Kebiasaan buruk Vina tidak sarapan di rumah membuat Nadin menggelengkan kepala prihatin.

“ Untung kali ini bawa nasi, kalau tidak bisa mules mirip kejadian itu. makanya biasakan sarapan di rumah, lebih nikmat dan sehat.” Kata Nadin meletakan tasnya di kursi samping Vina.

“ Namanya orang kesiangan, kemarin asyik nonton opa sampai jam sebelas.” Timpal Vina meneguk botol hingga tandas.

“ Usahakan juga bangun pagi.”

“ Iya bos...,” Sahut Vina cengengesan.

“ Vin, nanti sepulang sekolah tetap stand by di sini.”

“ Mau apa?”

“ Pokoknya stand by.”

“ Ya Boss.” Sahutnya melanjutkan menyendok nasi pecel.

Sepulang sekolah...

“ Na, aku ke kantin dulu. Beli cemilan lumayan buat ngisi di sela – sela pembicaraan kita nanti.” Kata Vina berlari keluar kelas. Tersisa lima anak yang masih menetap di kelas untuk beberapa saat sampai kondisi parkiran tidak terlalu penuh.

Setelah tidak ramai, mereka baru pulang dengan lancar tanpa mengantri mengeluarkan motor.

Nadin menunggu Vina di kursi panjang lobby, memperhatikan orang – orang yang mulai meninggalkan lingkungan sekolah karena hari ini hari Jumat.

Hari yang pulangnya lebih awal daripada hari – hari lainnya setiap minggu.

Nadin melihat Riko sedang merangkul temannya, dulu mereka pernah satu kelas dalam bimbingan belajar Bahasa Inggris. Begitu pula dengan Riko melihat Nadin. Dia langsung melambai sesaat sebelum berbalik mengikuti temannya menuju parkiran. Nadin cukup tersenyum.

“ Ayo ke kelas.” Ajak Vina menarik tangan Nadin sementara tangan kirinya membawa sekantung plastik berisikan makanan ringan.

“ Mau bicara apa?” Tanya Vina menatap kelas yang kosong, menyisakan mereka berdua yang saling duduk berhadapan.

“ Aku barusan dapat tiket konser. Dua lagi. satu untuk aku satu untuk kamu.” Kata Nadin menyerahkan selembar,  sama apa yang dia lakukan ke Nasa kemarin. Mengeluarkan bukti.

“ RF? Sorry banget. Aku wajar saja menolak, dulu pertama kali kamu suruh aku mendengarkan lagu near or far aku langsung tidak suka padahal menurut kamu bagus. Memang begitu karakter aku kayak bagaimana. Sudah bosan dahulu sebelum ending. Jujur saja aku suka nonton konser siapa saja, sehingga kita seakan merasa ‘ keren ‘ habis menonton atau mendengarkan dari penyanyi langsung di depan mata. Namun percuma kalau kita tidak merasakan atau memahami maksud dan tujuan musisi menyampaikan seni ciptaannya, sama saja kita menonton mereka tanpa kenangan. Bahkan foto belum tentu bisa mengenang. Ingat tidak kamu pernah bilang? Kenangan datangnya dari perasaan dan pikiran bukannya objek buatan tangan manusia. Benda hanya sebagai perantara agar hati dan pikiran kita terkoneksi untuk selalu mengenang.”

Nadin tertegun, dia ternyata pernah berkata seperti itu di depan Vina.

“ Jadi kamu tidak ...” Tanya Nadin tersenyum terpaksa.

“ Sorry ya..., apalagi aku punya opa. Tidak mungkin aku menduakannya sebelum dapat suami. Hehehe.” Kata Vina kembali cengengesan.

“ Terserah kamu.”

“ Jangan kesal dong, coba kamu tawar ke anak – anak lewat status sosmed. Pasti di antara mereka ada yang mau.” Usul Vina.

“ Tidak bisa. Aku yakin semua mau nonton konser. Tapi sebagian dari mereka nonton hanya demi ketenaran atau keren – kerenan saja. Setelah RF berakhir sikap mereka B saja tanpa meng-apresiasikan apa yang RF sampaikan atau tunjukkan.” Kata Nadin menghela nafas.

“ Ingat kata kita, melihat tanpa kenangan terasa percuma.” Lanjut Nadin.

“ Lalu kamu harus benar – benar menemukan seseorang yang juga menyukai RF.” Kata Vina mengembalikan tiket yang sempat dia pegang ke Nadin.

Favorite thingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang