: SIX :

9 1 0
                                    

Ada hal menarik di mading lobby. Itulah kata hati Nadin yang hobi membaca mading setiap Senin. Dia mendekati mading dengan tergesa.

Terdapat samar – samar lem yang masih sedikit basah di pojok kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah setiap kertas yang menempel pada mading itu. Nadin dapat menebak kalau grup majalah itu baru saja memasangnya.

Tidak menghabiskan banyak waktu dalam membaca mading yang artikelnya semakin hari semakin banyak dan tentunya semakin menarik. Tahun ini sang penyalur ide untuk mading atau majalah sekolah mulai meningkat pesat. Bukan khusus mading dan majalah sekolah saja, ada juga yang merekomendasikan konsep – konsep dalam penyelenggaraan program – program sekolah seperti Pensi, Perayaan HUT sekolah, HUT Kemerdekaan RI, dan lain – lain. Sehingga tidak anak OSIS saja yang menanggung ide – ide, tetapi anak – anak kelas sepuluh tahun ini yang sangat memukau di mata kakak kelas dan guru – guru.

Banyak adik kelas Nadin yang memiliki bakat di bidang sastra atau kesenian, Nadin sangat senang melihat keahlian emas mereka. Siapa tahu keaktifan mereka mampu mengembangkan kualitas sekolah.

Deretan puisi, humor, cerpen, komik karya Komunitas Komikus Sekolah, serta pengumuman agenda mingguan terkumpul menjadi satu.  Membaca itu menghibur. Dapat memudarkan pikirannya yang akhir – akhir ini.

Siapa yang menjadi teman di konser Red Fire?

“ Nadin, kamu sudah belum tugas PKN? Aku belum. Kemarin aku lupa, ayo kita ke kelas. aku mau lihat tugasmu.” Kata Vina tiba – tiba menarik lengan Nadin agar dia mengikuti langkahnya ke kelas.

“ Aku belum selesai baca, Vin!.” Kata Nadin tidak terima kebiasaan literasi Senin pagi-nya diganggu.

“ Nanti aku mati Na kalau tidak bikin. Ini gara – gara opa.” Decak Vina mengeluarkan buku tulisnya dengan panik.

...

Literasi yang sempat tertunda dilanjutkan lagi sepulang sekolah, sebelumnya di perjalanan menuju lobby Nadin berjumpa dengan Wawa. Teman satu kelas Nadin dan selaku anak mading.

“ Ada kejutan buat kamu di mading.” Katanya menaikkan satu alis.

“ Pasti kamu kan yang habis nempel?” Kata Nadin.

“ Iya dong. Aku lanjut dulu ya.”

“ Lanjutkan.” Sebelum berpisah, mereka bertos ria terlebih dahulu. Ritual yang biasa mereka lakukan setiap senin, di lobby, bila mereka bertemu lalu berpisah.

Nadin serta semangatnya yang membara menghampiri mading, matanya seketika membulat senang mendapati sebuah brosur yang dia nantikan sejak lama.

“ Kamu mau ikut TOEFL?” Tanya seseorang membuat Nadin berjengkit kaget. Di sampingnya ada Riko. Lelaki itu memasukkan kedua tangannya di sisi kanan kiri saku jaket.

“ Kayaknya ikut.” Kata Nadin ragu – ragu. Sebenarnya Nadin yakin mengikuti TOEFL, dia ragu – ragunya ke Riko. Pertama gestur, kedua sekedar saling sapa, ketiga pertanyaan yang harus ada jawaban. Kemudian posisi Nadin menjawab pertanyaan Riko. Sudah lama tidak berinteraksi.

“ TOEFL itu penting, sebagai tolak ukur kalau ingin masuk PTN. Jangan sia – siakan segala sesuatu yang disukai.” Kata Riko mengeluarkan ponsel untuk membidik brosur berisi perihal akan diselenggarakannya TOEFL.

“ Kamu beneran ikut?” Tanya Nadin.

“ Buat apa aku foto tapi aku tidak ikut. Percuma kan?.” Jawabnya memasukkan ponsel ke dalam tas. Nadin terlihat seperti orang lemot. Entah mengapa dia dengan lancar mengeluarkan pertanyaan bodoh seperti itu.

“ Aku pulang dulu.” Pamitnya meninggalkan Nadin yang terdiam menatap punggungnya.

Pandangannya beralih ke brosur, segeralah ia melakukan hal yang serupa dengan lelaki itu. membidik agar lebih jelas segala informasi kapan dan dimana TOEFL diselenggarakan.

Favorite thingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang