: THREETEEN :

5 1 0
                                    

Posisi Nadin tertuju pada monitor. Berulang – ulang dia mengecek setiap kalimat yang dia ketik sendiri agar tidak terjadi kesalahan dalam penulisan.

Biarpun cara dalam merangkai kata salah dalam penempatannya, orang – orang tetap mengerti maknanya. Tetapi Nadin berusaha merangkai kata – kata sebaik mungkin.

Dia mengingat nasihat Pak Sef, betapa pentingnya mengenal nominal sentece dan memahami 16 tenses ( verbal ) dalam merangkai kata. Awalnya Nadin kesulitan dan kadang lupa, namun semakin Nadin memperbanyak latihan sesuai saran Pak Sef, dia mengerti. 

Sekiranya lumayan benar, Nadin segera menekan tanda pesawat kertas, memastikan apakah sudah terkirim dan diterima oleh pihak. Nadin ingin memberikan hal yang layak di tengah - tengah hal yang disukai temannya.

“ Kak, bang Ejik datang ke sini!” Panggil Nasa dibalik pintu kamar Nadi yang terkunci. Satu jam lalu Nadin baru saja selesai mandi.

Dia belum sempat keluar kamar demi kepentingan tertentu yang sampai saat ini belum ada notifikasi apapun.

“ Oh Ya dik.” Sahut Nadin meninggalkan laptop-nya yang masih menyala, membuka pintu untuk menemui Bang Ejik.

“ Kamu yakin kan mau nebeng ke Jakarta? Terus pulangnya bagaimana?” Tanya Bang Ejik, kemarin mereka chat mengenai waktu keberangkatan Nadin menonton RF.

“ Naik kereta, urusan biaya pakai uang tabungan aku.”

“ Tapi kamu di sana sendiri, memangnya Nasa tidak mau ikut kamu?.”

“ Aku ada kegiatan pramuka kak, kalau tidak ikut bisa mengancam masalah kenaikan kelas.” Sela Nasa yang mendengar percakapan mereka berdua dari ruang keluarga.

“ Tata tidak bisa ikut?” Tanya Bang Ejik.

“ Dia mah abg labil, sudah punya pacar.” Nadin membayangkan betapa senangnya Tata duduk – duduk berdua bersama pacarnya sambil membawa hadiah di suatu tempat.

“ Jadi kamu pulangnya tidak ada siapa – siapa, sendirian di kereta.”

“ Nadin bawa teman kok.”

“ Cewek atau cowok?” Tanya Bang Ejik dengan mata membulat.

“ Cowok, namanya Riko.”

“ Dia bukan cowok kebanyakan?.”

“ Riko orang baik, coba tanya ibu.” Bertepatan ibu Nadin datang, duduk bergabung dalam obrolan di samping Nadin.

“ Ibu kenal anak itu sudah lama, sejak Nadin masih SMP. Jik, kamu antarkan mereka baik – baik ya. Takut terjadi apa – apa.” Pinta ibu memohon adiknya. Ibu Nadin orang yang mengenalkan Riko kepada Nadin. Sebelum mereka pertama kali bertemu di bimbel. Soal penyakit Ibu sudah tahu lebih dulu daripada Nadin. Itulah yang merupakan dorongan Ibu yang ingin selalu melindungi Riko selain anak kandungnya.

“ Ejik akan jaga mereka baik – baik.” Kata Bang Ejik mengulum senyum.

Tepat pukul sembilan Bang Ejik memutuskan pulang ke rumah. Setelah kepergian motornya, Nadin segera masuk ke kamar.

Mengaktifkan laptop yang tertidur cukup lama. Mata Nadin membulat menemukan notifikasi masuk sebanyak dua kali.

Pesan pertama berisikan bahwa mereka akan mendiskusikan permintaan Nadin agar tidak terjadi musibah yang nantinya bila terjadi, mereka harus turun tangan mempertanggung jawabkan titik kejadian.

Kemudian pesan kedua berisikan bahwa mereka setuju atas permintaan Nadin, keputusan mereka berlaku tidak untuk Nadin saja, tetapi siapa saja yang memiliki nasib serupa  sebagaimana mestinya harus ditempatkan yang lebih layak.

Riko sakit, Nadin tidak ingin Riko kelelahan bila harus berdesakan di antara jutaan penonton demi RF. Kalau dirinya tidak masalah. Riko harus ada ditempat yang bebas asalkan dirinya dapat melihat RF dengan jelas.

Nadin berandai – andai, semoga keputusan mereka sesuai harapan Nadin.

Favorite thingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang