Stasiun kereta adalah tempat manusia belajar tentang penantian. Tentang sebuah hakikat atas sesuatu yang belum pasti. Hakikat dari sebuah penantian adalah menunggu. Apa pun, entah kedatangan, kepulangan, atau bahkan kepergian. Dengan menunggu, aku tahu perihal sabar dan menyalahkan diri sendiri berkali-kali. Setiap kusinggahi stasiun kereta di hari Rabu; sekelebat tentangmu muncul di ruang pikiranku.
Rabu adalah rindu, ujarku padamu setahun lalu. Saat napas dan detak rasanya begitu seirama mengalun di antara kita. Saat terik dan dingin rasanya tak menjadi bagian dari siang dan malam. Stasiun di hari Rabu adalah perihal aku mengantarkan kepergianmu, yang mana Rabu berikutnya aku menunggui kepulanganmu. Di jam dan stasiun yang sama. Selalu begitu.
Sampai suatu hari, tiga puluh Rabu kutunggui, kepulanganmu tak kunjung ditemukan. Angin berbisik tapi seolah merahasiakan sesuatu; stasiun rasanya menjadi sesuatu yang gelap dan pekat. Sempat beberapa kali bertanya pada penjaga stasiun yang dikenalimu selama ini, jawabannya sama; dia hanya melihat kepergianmu saja tiga puluh Rabu yang lampau.
Kuhabiskan waktu untuk sebuah penantian. Hakikat dari sebuah penantian adalah menunggu. Hingga sampai Rabu ketujuh puluh, kuputuskan untuk membeli tiket yang biasa kamu beli; kunaiki kereta yang membawamu di hari Rabu itu. Tentangmu terus berkelindan di ruang pikiran sungguh membuat derita itu nyata: kepulanganmu adalah satu-satunya hal yang kuingini saat ini. Jika kamu takbisa kembali, aku yang akan datang menjemput.
Kutelusuri satu per satu gerbong-gerbong; berharap suaramu terdengar di telingaku. Sampai-sampai di gerbong ketujuh kutemukan kamu menangis sesenggukan di atas bangku datar bertiangkan besi itu. Tak ada respon darimu, ketika pelan, kusibak rambut kemerahanmu. Seketika bibirku kelu. Mendadak gerbong yang tadinya kosong, kini menjadi penuh. Oleh senyap yang membuatku merinding. Satu hal yang tidak kusadari; gadisku menaiki kereta hari Rabu yang salah. Dia menaiki kereta hari Rabu yang hanya akan membawa penumpangnya dalam satu kali perjalanan bernama kematian. Kereta yang kini membawaku pergi.
Bogor,
3 Januari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Hujan
PoetryHujan tidak selamanya menjadi sosok antagonis. Hujan tidak selamanya menjadi kesalahan di antara kehidupan. Namun, hujan ternyata mampu menjadi jembatan pertemuan bagi dua hati yang saling menyebut nama dalam doa sepertiga malamnya. Hujanlah yang me...