Ada jejak yang rapuh, langkah yang luruh, dan jarak yang tak tertempuh. Kunamai dengan masa lalu. Kala tentangmu masih saja berkelindan di relung dada yang mulai membeku. Kala perasaan kita mulai terjatuh dalam jurang kehilangan dan menderu. Serupa angin melaju dan tak sedikit pun ragu.
Namun hari ini, semua itu siap-siap kumakamkan. Perihal kenangan yang aku belajar untuk melupakan. Mungkin kisah kita di masa silam adalah sebuah sejarah yang kini harus dirobek lembar demi lembar hingga tak tersisa apa pun lagi. Mungkin rumah yang kita tuju bukanlah lagi sebuah ikatan yang katanya menguatkan. Mungkin kini rumah yang kita tuju adalah kekosongan yang berdiri kaku di ujung jalan masing-masing.
Percayalah, menautkan perasaan padamu sudah kulakukan sekuat kumampu. Dan, kau hanya duduk di peraduanmu tanpa peduli berulang kali kuketuk pintu dan jendelamu. Kaupikir aku adalah lalu angin yang kehadirannya tak terasa.
Aku lelah. Aku ingin menyerah.
Mungkinkah ini waktu yang tepat?
Bogor,
31 Januari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Hujan
PoetryHujan tidak selamanya menjadi sosok antagonis. Hujan tidak selamanya menjadi kesalahan di antara kehidupan. Namun, hujan ternyata mampu menjadi jembatan pertemuan bagi dua hati yang saling menyebut nama dalam doa sepertiga malamnya. Hujanlah yang me...