Kamu

181 4 0
                                    

Apakah aku boleh memilih untuk jatuh merindu?

Pertanyaan itu hadir di sepanjang perjalanan menuju kota hujan, di antara kosong gerbong kereta, dan keheningan yang riuh. Pertemuan dengan seorang kawan lama, wanita, yang hampir tujuh tahun takbertemu, membawaku pada sebuah ruang berisi penuh pertanyaan. Perihal rindu dan kenangan yang (masih) belum kutemukan jawabannya dengan pasti.

"Muara yang kita tuju adalah pernikahan," ucapnya tentang tujuannya kelak dengan orang yang sudah dipilihnya untuk hidup bersama.

Seketika jawaban itu membuatku kelu. Perbincangan kita banyak ditautkan perihal perasaan pada seseorang yang ditunggu masing-masing. Perihal cerita yang berbeda tetapi dalamnya sama. Sakitnya sama. Membicarakan jatuh hati memang sakit. Lalu, saat dia banyak bercerita tentang bagaimana rindu yang dipupuknya mulai tumbuh subur dan mulai memenuhi ruang di dalam dadanya, aku belajar satu hal: setiap orang butuh kepastian.

Setiap kita, baik lelaki atau perempuan, butuh kepastian. Untukku, sebuah kepastian apa aku harus memperjuangkanmu atau tidak. Bagiku, memperjuangkan tidak melulu harus selalu aku yang maju duluan. Kamu pun boleh memberiku sedikit isyarat lalu aku akan maju, walau kutahu aku tidak pernah sendirian.

Untuk sang perempuan, dia butuh kepastian apakah harus menungguku atau tidak. Dan yang ada, kami sama-sama menunggu. Pada akhirnya, hanya berdiam diri, sendiri, dan bertanya-tanya dalam hati. Seketika aku teringat seseorang yang tetiba begitu saja hadir dalam hidupku.

Dia datang di saat aku sedang kalut dan hati penuh kemelut perihal dua orang yang kutunggui namun takpasti. Kedatangan orang itu membuat mataku terbuka; jika selain keduanya, ada orang lain yang bisa kutitipkan harap padanya.

Dan seseorang itu kamu.

Bogor,

2 Februari 2017

Aksara HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang