Aku takpernah bosan menuliskan tentang hujan. Meskipun takkan pernah bisa melampaui Sapardi, hujan adalah sesuatu yang memiliki makna tersendiri. Menulisi hujan seperti menulisi tentang kamu.
Tentang air mata yang jatuh dan menjadi awal pertemuan kita. Air mata itu jatuh bersamaan dengan deras hujan di kota yang tak mengenal musim untuk menjatuhkan rinai ke pelukannya. Di kota itu diam-diam aku merajut asa padamu. Gadis berkacamata yang hadirnya tiba-tiba.
Puisi-puisi Sapardi kuresapi dan petrikor yang kuhirup, membuat hujan menjadi terasa berbeda. Rasanya kata-kata mulai memenuhi kepala dan memaksaku untuk mengeluarkannya ke atas lembar-lembar kertas.
Walau pada akhirnya, kertas itu hanyalah menjadi debu di dinding hatimu yang takpernah terbuka untukku. Aku tahu, dari sekian banyak orang yang ingin mengetuk pintu hatimu, hanya aku yang takmembawa apa-apa kecuali segara rasa yang telah diciptakan untuk kita.
Tapi, kamu mau lebih. Kamu mau aku menjadi sempurna dalam sudut pandangmu. Aku tahu itu dari caramu membicarakan masa depan. Karena aku tahu segalanya—kamu saja yang tidak tahu.
Aku ingin kamu tahu, bahwa perbedaan itu bukanlah dinding pemisah antara aku dan kamu. Mungkin kamu memang pantas untuk mendapatkan sesuatu yang baik. Mendapatkan kesempurnaan yang kamu damba.
Tapi, percayalah, aku ingin menjadi sederhana saja. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti mencintai hujan yang membasahi relung perasaanku.
Seperti kenangan dan rindu yang deras menghunjam kekeluanku. Dan untuk itu, aku minta maaf. Aku hanya bisa menulisi tentangmu. Semoga suatu hari nanti, kita bisa dipertemukan lagi dalam keadaan yang lebih baik.
Meskipun takkan ada yang bisa menebak, apakah kita akan menjadi kita, atau hanya sekadar pertemuan saja. Tidak ada yang tahu, pun aku dan kamu. Jadi, sampai waktu itu tiba aku hanya cukup menunggu dan menuliskanmu kala hujan tiba.
Karena hujan adalah perihal aku yang tetap membasahi perasaanmu, sekalipun kamu enggan menerimanya.
Stasiun Pondok Cina
1 Maret 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Hujan
PoetryHujan tidak selamanya menjadi sosok antagonis. Hujan tidak selamanya menjadi kesalahan di antara kehidupan. Namun, hujan ternyata mampu menjadi jembatan pertemuan bagi dua hati yang saling menyebut nama dalam doa sepertiga malamnya. Hujanlah yang me...