E I G H T E E N

606 71 20
                                    

Didalam apartmentnya, lebih tepatnya di sofa yang ada di depan tv, secara perlahan dan hati-hati Kendall mengobati luka dan lebam yang ada di wajah Dylan. Sesekali Kendall juga ikut sedikit meringis ketika dia mengoleskan obat merah pada luka yang disebabkan oleh tinju Harry tadi.

"Atas nama Harry aku minta maaf, ya. Karena dia yang salah paham kau jadi seperti ini. Harry dengan cepatnya akan berubah menjadi monster kita dia sudah tersulut emosi." Ujarnya, yang mana membuat Dylan sedikit terkekeh tapi disertai dengan ringisan kecil.

"Kau menyebut kekasihmu sendiri "monster"?"

"He is my ex, remember that." Balasnya, dan lagi-lagi Dylan terkekeh.

Meletakkan kembali obat merah ke dalam kotak P3K lalu Kendall mengambil satu buah plester luka untuk ditempelkan pada tulang pipi kanan Dylan yang memang terluka parah.

"Awww!"

"Oops, sorry."

Selesai mengobati setiap luka yang ada di wajah Dylan, Kendall mulai membereskan kotak P3K dan bangkit dari duduknya untuk kembali meletakkan kotak itu di dapur.

Kembali dari dapur, Kendall sempat melirik kearah jam yang saat ini menunjukkan pukul 11 malam. "Dylan..." ucapannya terhenti ketika melihat Dylan yang sedang mengenakan jacket nya dan tampak bersiap untuk pergi. "Kau mau kemana?"

"Pulang. Tidak enak rasanya jika aku terlalu lama berada disini selarut ini. Apa kata orang-orang nanti? Kau tidak ingin jadi bahan pembicaraan lagi bukan?" Ujarnya membuat Kendall sedikit menghela nafasnya.

"Tapi Dylan, kondisimu masih belum sepenuhnya baik. Jadi lebih baik kau istirahat dulu disini malam ini, ok?"

"Tidak Ken, aku tidak enak dengan mu."

"Hey, justru aku yang merasa tidak enak karena Harry kau jadi sepert ini. Dan anggap saja tawaranku ini sebagai permintaan maafku atas nama Harry, ok?" Ucapnya, dengan sedikit memohon agar Dylan mau bermalam dulu di apartment nya.

Menghela nafasnya, Dylan pun tampak mengangguk. "Baiklah." Ucapnya, dan senyuman di bibir Kendall langsung saja mengembang ketika mendengar balasannya itu.

"Kalau begitu ayo, biar aku tunjukkan dimana kamarmu." Balasnya, kemudian membimbing Dylan untuk mengantarkannya menuju kamar tamu.

**

Ketika pagi menjelang, Dylan segera bergegas untuk pulang. Walau Kendall sempat menahannya untuk sarapan lebih dulu, tapi Dylan menolaknya. Jadi sekitar pukul 7 pagi Dylan pulang. Dan ketika dia sampai di rumah, dia langsung ditanyakan begitu banyak pertanyaan oleh Ibu nya kenapa dia baru pulang tanpa memberi kabar sebelumnya, terutama soal wajahnya yang lebam. Dylan pun merespon seadanya dan mengecup sesaat pipi Ibu nya untuk membuatnya lebih tenang, dan setelah itu dia segera beranjak pergi menuju kamarnya.

Setelah selesai membersihkan tubuhnya dan berpakaian rapih, Dylan kembali melangkah turun untuk menuju ruang makan. Memasuki ruang makan, langsung terlihat Ibunya yang sedang menyiapkan sarapan untuknya.

"Dad sudah berangkat ke kantor, ya?" Tanya nya sambil membuka lemari pending dan mengambil sekaleng coke.

"Iya." Dan Ibunya yang melihat Dylan ingin meminum coke langsung melebarkan matanya dan merebut kaleng coke itu dari tangan Dylan. "Kau ingin sakit minum ini pagi-pagi begini, hm? Itu sudah mom buatkan susu coklat, kau minum itu saja. Dan jangan lupa makan rotinya." Ucapnya lagi, dan Dylan hanya tersenyum sambil menggaruk tengguknya.

Berjalan menuju meja makan dan mendudukkan dirinya disana, Dylan pun langsung menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh Ibunya itu.

"Jadi, kenapa kau menginap semalam dan tidak memberitahukan mom ataupun dad? Dan kenapa wajahmu sampai seperti itu?"

ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang