Delusi

1.4K 192 11
                                    

By :  ijariye

.

.

.

Aku mendengar dentingan piano dalam kekosongan...

Suaranya hampir lirih namun jelas..

Hujan deras bagai badai tak melunturkan tiap denting tuts yang ditekan..

Jantungku bedebar cepat..

Sekelebat bayangan melintas..

Tersenyum menggenggam erat jemari..

Benarkah kau kembali?

.

.

.

Satu masa ketika kau mengalami hidupmu selalu berada dipuncak. Mungkin sebuah kebahagiaan. Ketika kau cukup bisa tersenyum melihat papa dan mamamu bercengkrama dengan riang seolah keluarga kalian adalah keluarga yang paling harmonis. Mungkin di kehidupan sebelumnya kau memang orang yang paling beruntung. Bukan kau, tapi aku.

"Apa yang kau lihat dengan begitu serius saat ini?"

"Tidak ada. Aku hanya berusaha mengingat kehidupanku yang dulu.."

"Kau berbicara seolah-olah kau sudah pernah bereinkarnasi saja.. masuklah dulu, diluar begitu dingin."

"Tidak. Aku masih ingin menikmati hembusan angin sejuk ini. jika kau tidak tahan dingin, sebaiknya kau saja yang masuk. Jangan perdulikan diriku."

"Kenapa kau begitu egois?! Bisakah sedikit kau peduli dengan dirimu? Angin ini bisa membuatmu sakit!"

"Tenang saja. Aku bukan orang bodoh yang mudah tersakiti."

"Terserahmu saja.. aku tidak mengerti apa yang kau inginkan sebenarnya."

Kau selalu berusaha untuk memperhatikanku. Aku senang sekali. entah harus berterima kasih atau bersyukur, aku tidak sepenuhnya mengerti. Kita selalu berdebat, tapi kau selalu mengalah. Aku bersalah kadang-kadang. Tapi kau yang paling mengerti apa yang aku inginkan. Kau yang paling tau mengapa aku jadi seperti ini. aku tidak lebih dari boneka usang yang sudah dibuang. Dan kau berusaha memperbaiki aku, menjadikan aku sebuah pajangan yang layak untuk mereka pertahankan.

.

.

.

"Apa yang sedang kau kerjakan saat ini?" aku bertanya padanya. Dia sedang sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. Wajahnya begitu serius. Aku tau itu dari setiap kerutan yang dibentuk oleh keningnya. Sepertinya dia memiliki tugas yang sangat rumit.

"Kau tidak ingin menjawab pertanyaanku?" Dia masih diam. Bahkan tidak ingin sama sekali menoleh padaku. Aku hanya bisa menghela nafas. Mengerti sekali jika dia memang sedang tidak ingin diganggu. Tapi aku memang egois, terus saja mencari perhatiannya.

Dia masih belum bergeming. Tapi aku tau saat ini konsentrasinya sudah terpecah. Aku tidak ingin mengganggunya lebih dari ini.

"Baiklah kalau kau memang ingin mengabaikanku, biar aku bertemu papa dan mama saja.."

"Apa yang barusan kau katakan?!" aku bisa mendengar nafasnya memburu. Dia tersentak, tentu saja. Mungkin kalimatku barusan sangat mengejutkan untuknya.

SCIENTIST LIBRARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang