28- Mereka Sakit?

474 68 79
                                    

Beberapa hari yang lalu, secara misterius, Pak Gin mengadakan acara selamatan. Pria itu membagikan makanan berupa nasi merah muda berbentuk hati kepada anak-anak Kelas Internasional-1. Nasi goreng yang cukup aneh, karena Valentine's Day sudah lama berlalu. Tapi makanan gratis ngga pernah bisa ditolak para murid teladan itu.

Dan sehari setelahnya, Bu Mills cengo di kelas sendirian. Ia baru mendapat kanar kalau mereka semua dilarikan ke Rumah Sakit terdekat akibat keracunan massal dan Pak Gin hanya tersenyum penuh arti saat Bu Mills menanyakan apa yang pria itu berikan pada anak-anak lutchu tak berdosa itu.

Bu Mills lagi-lagi harus menjenguk murid-murid gemay itu untuk memastikan mereka baik-baik saja. Kali ini, Bu Mills tak sendirian. Pak Samuel selaku kepala sekolah dengan romantisnya ikut menemani sang gebetan ke Rumah Sakit menjenguk Mars dkk. Bu Mills sudah malu-malu anying, padahal ia tak tahu, Pak Samuel ikut karena ingin melarikan diri dari kejaran media yang mendatangi sekolah mereka perihal keracunan massal itu dan mengalihkan tugas itu pada Gin dan Gavariel.

Begitu Bu Mills dan Pak Samuel sampai di Rumah Sakit, mereka mendapati anak-anak Kelas Internasional-1 di rawat di satu ruangan lebar dengan sekat-sekat. Masing-masing kanan-kiri ruang itu terdapat enam ranjang yang kini di tempati oleh kedua belas murid yang terracuni oleh racun dunia.

"Ecie tumben barengan. Jadian yaaa... Pajak jadian dong, Bu, Pak..." Simca yang tidur paling dekat dengan pintu masuk langsung bersikap kurang ajar seperti biasa begitu melihat dua guru itu menjenguk mereka.

"Kamu ini ngga kapok-kapok, deh, Sim." Bu Mills berjalan mendekati gadis berrambut kemerahan itu dan menempelkan kelima jemarinya di kening kinclong Simca, "Demammu tinggi banget."

"Dia mah, meski ngga keracunan juga demamnya tinggi. Otaknya gila, overload." Sang sahabat menjelaskan sesuatu yang seharusnya ngga perlu dijelaskan karena sudah jelas. Angela yang tidur di ranjang yang bersebrangan dengan Simca, memutar matanya dengan menutup sebagian wajahnya dengan masker.

"Angela gapapa?" Pak Samuel mendekati Angela dan melihat kondisi gadis itu dengan khawatir.

"No, no, no!!!! Jangan mendekat!!" Angela menunjukkan kedua telapak tangannya pada Pak Samuel.

"Lho, kenapa?"

"Nanti bapak ketularan. Saya tuh nanti merasa bersalah gitu klo bikin bapak sakit, dan bapak jadi absen, terus kerjaan numpuk, terus bapak stress, terus karena stress kena penyakit komplikasi, terus meninggal. Nah, bahaya, kan?"

Pak Samuel menghela napas sedih karena anak-anak itu memulai drama gila terkenal di antara para guru. "Keracunan itu ngga nular, Angela."

"Dia tuh cuma jijik sama dirinya sendiri soalnya dia bau mutah-mutah. Hah! Tadi pagi aja dia nangis habis ketahuan kentut di kamar mandi dan bunyinya macem halilintar." Simca membalas dengan ketus.

"Diem lu, Kerak Telor!"

"Lu yang mulai duluan, Kacang Koa!"

"Diem lah, yaampun kalian ini! Gue maskerin muka kalian pake mutahan gue, mau?!" Mars yang ranjangnya di sebelah Simca, marah-marah dan cemberut mengamati dua gadis yang bertengkar itu.

"Lu yang diem!"

Lalu mereka bertiga serempak mutah-mutah di baskom mereka masing-masing. Rakheem yang ranjangnya bersebelahan dengan Angela menepuk jidatnya dan menggelengkan kepala.

"Udah, udah... Kalian jangan banyak gerak. Istirahat aja." Bu Mills mengusap-usap punggung Simca.

Simca menegakkan punggung. Lalu kembali menghadap ke laptop yang dari tadi menemaninya sebelum Bu Mills dan Pak Samuel datang.

What If...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang