10. Intruder

334 64 8
                                    

18 April 2018

Halooo...
Aku up chapter baru lagi nih. Mian lama (Padahal mungkin ga ada yang nungguin juga😂)
Anyway, alhamdulillah...berkat kalian cerita ini sudah tembus  100 bintang lebih. Horeee😄...

Thank u buat semuanya. Semoga selanjutnya tetap dukung Love to Heal dengan vote dan comment kalian😁. Selamat membaca...

Uribluebell

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Seungwan melangkahkan kakinya dengan cepat meskipun semuanya tampak kabur di matanya.

"Seungwan-ssi! Tunggu!"Suara seorang lelaki memanggilnya.

Seungwan semakin mempercepat langkahnya, tak menghiraukan panggilan itu. Lelaki itu mengejarnya. Ya, itu Min Yoongi, lelaki yang beberapa saat yang lalu duduk di hadapannya, menatapnya tajam, dan menghujaninya pertanyaan yang sungguh membuatnya kewalahan.

"Apa karena peristiwa itu? Karena aku berada di sana sama seperti tunanganmu? Karena aku selamat dan dia tidak? Apa kau membenciku?" Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya.

Seungwan terkejut ketika Min Yoongi mendadak berbasa-basi dan  bertanya soal pekerjaannya. Namun, itu semua tidak apa-apanya dengan rasa terkejut yang dirasakannya saat lelaki itu tiba-tiba menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan pribadi yang membuatnya tersudut.

Berbagai emosi bercampur di dalam hatinya saat itu, antara terkejut, sedih, marah , dan malu. Terkejut karena ia tak menyangka Min Yoongi akan bertanya selugas itu. Sedih karena pertanyaan itu membuatnya mengingat hal yang menyakitkan. Marah karena ia merasa lelaki itu sangat lancang. Dan malu karena lelaki itu bisa menebak isi hatinya dengan tepat.

Grepp...
Tiba-tiba tangan kirinya ditarik dengan kuat, membuat tubuhnya ikut tertarik ke belakang, membentur sesuatu yang keras dan kokoh. Seungwan mencoba memberontak tapi sebuah tangan menahan pundaknya dengan erat.

"Maafkan aku. Tapi lampunya sudah hijau,"bisik sebuah suara maskulin di telinga Seungwan.

Seungwan mengusap air mata yang menghalangi pandangannya. Karena sibuk dengan pikiran dan air matanya, ia tak menyadari jika ia berdiri di tepi jalan dan hampir saja menyeberang tanpa melihat lampu lalu lintas.

"Lepaskan aku!"ucap Seungwan setengah membentak. Ia melepaskan diri dan dengan cepat berbalik, menatap Yoongi dengan sengit.

"Maaf,"ucap Yoongi lagi. Sorot matanya menunjukkan penyesalan. Tapi suasana hati Seungwan sudah sangat buruk.

"Apa hakmu menanyakan semua itu padaku, Min Yoongi-ssi? Kau tak tahu apa pun tentangku, perasaanku ataupun  kehidupanku!"bentak Seungwan.
Orang yang berlalu lalang mulai memperhatikan mereka.

Seungwan tak ingin menjadi bahan tontonan maka ia pun menyetop taksi untuk pergi dari tempat itu, meninggalkan Min Yoongi yang berdiri termangu menatap kepergiannya.

***

Kepulangan Seungwan pada jam 2 siang membuat ibunya sangat heran. Apalagi ia langsung masuk ke kamar tanpa menyapa, tidak seperti biasanya.

Begitu pintu kamarnya tertutup, tubuh Seungwan meluruh, bersandar di pintu seiring dengan isak tangis pilu yang meledak tak tertahankan. Ia menangis meraung-raung melepaskan rasa sakit dan sesak di dadanya yang serasa menghimpitnya. Wajahnya yang ia surukkan di antara pahanya yang tertekuk tak mampu meredam tangisannya.

Tok...tok...tok...
"Wannie, ada apa nak? Kamu tidak apa-apa?" Terdengar ketukan di pintu diikuti suara ibunya yang bernada cemas.

Seungwan mengabaikannya. Hatinya terlalu sakit dan ia tak ingin ibunya melihat keadaannya yang seperti ini.

"Wannie sayang, ada apa hem? Ini Eomma. Buka pintunya ya sayang,"bujuk ibunya.

"Apa yang terjadi? Kamu membuat ibu khawatir nak,"

"Baiklah. Kamu bisa ceritakan pada eomma nanti,"kata ibunya lagi dengan lembut.

Seungwan masih larut dalam tangisnya sampai tak menyadari kalau ibunya tak lagi bersuara. Dengan lunglai, ia bangkit dan meraih gagang pintu lalu membukanya. Wajah ibunya yang lembut menyambutnya dan ada sorot kekhawatiran di matanya. Melihat itu, Seungwan tak bisa menahan diri untuk menubruk tubuh ibunya, memeluknya erat dan menumpahkan kembali air matanya.

"Eomma...eomma...nan...appo..." isaknya di pelukan ibunya. Tangan kirinya memukul-mukul dadanya yang terasa sesak.

Sang ibu memeluk dan membelai rambut Seungwan dengan penuh kasih sayang.

"Kwenchanha...menangislah...menangislah putriku. Eomma ada di sini."

***

Seo Hyunjin, ibu Seungwan, mengusap anak rambut di dahi putrinya itu dengan lembut. Matanya tak lepas dari wajah Seungwan yang memerah dan berantakan. Jejak air mata terukir di wajah cantiknya sementara kedua matanya terpejam. Anak gadisnya itu tertidur setelah menangis selama berjam-jam, tanpa mengatakan  apa penyebab tangisannya. Namun, sebagai seorang ibu ia dapat menebaknya hanya dengan melihat tangan kanan Seungwan yang menggenggam erat sebuah benda berwarna perak.

Ya, tangisan Seungwan pasti ada hubungannya dengan Hwang Minhyun, tunangannya. Lelaki itu adalah bagian terbesar dari kehidupan Seungwan selama lima tahun terakhir. Tak ada hari tanpa Minhyun bagi Seungwan. Gadis itu memuja Minhyun walaupun awalnya hubungan mereka merupakan hasil perjodohan yang diatur oleh dirinya dan suaminya serta orang tua Hwang Minhyun.

Ia dan suaminya mensyukuri kenyataan bahwa Seungwan menerima perjodohan itu bahkan kemudian jatuh cinta pada tunangannya. Memang bukan hal yang aneh karena Minhyun juga lelaki yang baik, lembut, dan sangat perhatian pada Seungwan. Semuanya berjalan sempurna sampai peristiwa tragis itu terjadi. Minhyun meninggal dalam kecelakaan pesawat.

Ia masih ingat dengan jelas hari kelabu itu. Seungwan sedang mencoba gaun pengantinnya di butik ditemani Yerim. Ia menghubungi Yerim dengan perasaan kebas tapi berusaha tetap tenang, takut anak bungsunya itu panik dan membuat Seungwan mengetahui berita buruk itu di sana. Ia ingin memberitahu Seungwan saat anak gadisnya sudah ada di rumah. Namun malang, entah bagaimana Seungwan mengetahui berita itu. Seungwan langsung tak sadarkan diri, dengan masih memakai gaun pengantinnya.

Ketika Seungwan akhirnya sadar, semua anggota keluarganya menduga akan ada tangisan duka atau teriakan marah dari gadis itu tapi itu tak terjadi. Yang ada hanya wajah kaku dan pandangan kosong. Sampai pada upacara pemakaman Minhyun, Seungwan tak meneteskan air mata sedikit pun. Gadis itu berlaku seperti robot. Awalnya mereka menganggap itu adalah cara Seungwan mengatasi dukanya tapi seminggu pertama usai pemakaman gadis itu mengurung diri di kamar, tidak keluar kalau tanpa paksaan dan hampir tak makan atau minum. Mereka sudah berniat berkonsultasi pada psikiater ketika tiba-tiba Seungwan keluar dari kamarnya di suatu pagi, tersenyum dan menyapa mereka seolah tak terjadi apa pun.

Mereka tahu Seungwan tidak baik-baik saja karena di balik senyuman itu tersirat rasa sakit dan kehampaan. Seungwan yang ceria hanya tinggal bayang-bayang semu. Hampir setiap malam isakan pilu terdengar dari kamarnya padahal gadis itu tengah terlelap. Seungwan menangis dalam tidurnya tapi saat pagi datang gadis itu kembali tersenyum. Berbagai cara ia lakukan agar Seungwan meluapkan rasa sedih dan dukanya dengan wajar, menangis sepuasnya di depan keluarganya tapi nihil. Seungwan masih dalam fase denial sehingga ia membangun tembok pertahanan tinggi-tinggi dan tak seorang pun mampu menembusnya. Sampai hari ini.

Entah apa atau siapa yang berhasil menerobos dinding itu sehingga Seungwan akhirnya luluh. Yang pasti ia sangat lega karena anak perempuannya tak lagi harus memendam duka dan menanggungnya sendirian.

Love to HealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang