1. Mourn

766 94 8
                                    

Seungwan terbangun bermandikan keringat dingin. Terduduk di kasur, ia menundukkan kepalanya yang terasa pusing. Kelima jari tangan kanannya mengusap rambutnya yang kusut. Ia bergerak menyingkirkan selimut, berniat beranjak dari ranjang meskipun sekujur tubuhnya terasa lemas dan jantungnya tak berhenti bertalu-talu. Namun, matanya tak sengaja tertumbuk pada kalender di meja kecil samping tempat tidurnya. Sebuah tanggal terlihat dilingkari dengan tinta warna pink dan di bawahnya tertulis " My Big Day". Selama beberapa detik, ia termangu hingga tanpa ia sadari cairan bening mengucur deras ke pipinya. Seungwan menyurukkan wajahnya ke gumpalan selimut yang masih setengah menutupi tubuhnya. Tak lama, tubuhnya berguncang hebat; Seungwan menangis tanpa suara.

***

"Wannie, Sayang, ayo bangun."sebuah suara mengiringi ketukan pelan di pintu kamarnya.

"Iya, Eomma. Aku sudah bangun kok."

Seungwan membuka pintu kamarnya dan mendapati seraut wajah lembut menyambutnya hangat.

"Eomma sudah buat sarapan. Makan yuk!"

"Ok, Eomma. Aku cuci muka dulu ya."

Seungwan tersenyum meskipun ia sangat yakin senyum itu akan tampak aneh di wajahnya yang sembab dan matanya yang bengkak. Belum lagi rambutnya yang super berantakan. Namun, mamanya tidak berkata apa pun, hanya mengangguk dan pergi ke lantai bawah.

Seungwan muncul di ruang makan dengan wajah sedikit memerah tapi ia kelihatan lebih segar dari sebelumnya. Di meja makan, sudah ada empat orang yang duduk.

"Eomma sudah memasakkan kimchi chiggae dan telur gulung kesukaanmu."

"Gomawo, uri Eomma."sahut Seungwan ceria.

"Hari ini apa acaramu, Eonni?"celetuk gadis yang duduk di sebelahnya, Yeri, adiknya.

Ada jeda selama sekian detik sebelum Seungwan menjawab.
"Ke rumah Minhyun oppa. Eomonim memintaku datang untuk membantu membereskan barang-barangnya."

Yeri memejamkan mata dan menggigit bibirnya, tampak menyesal menanyakan hal itu. Kakak mereka, Seokjin, menatap Yeri dengan tajam dan menggelengkan kepala. Tanpa suara, Yeri menggetok kepalanya sendiri, merasa bodoh.

Ibu mereka tersenyum dan berkata dengan tenang, "Pergilah. Jangan lupa sampaikan salam Eomma dan Appa padanya."

"Iya, Eomma." Seungwan mengangguk sambil menyendok kimchi chiggae dari mangkuk di depannya.

"Jin, nanti antar adikmu."celetuk ayahnya tenang tapi tegas.

"Siap, Appa." sahut Seokjin sambil menempelkan tangannya di kening dengan posisi hormat.

Sebenarnya Seungwan ingin membantah. Ia bisa menyetir sendiri ke sana. Namun keinginan itu diredamnya karena ia tahu bahwa sikap semua orang sekarang merupakan bentuk dukungan dan penghiburan mereka padanya. Ia tak kuasa melarang meskipun dalam keadaan biasa ia adalah tipe gadis mandiri. Saat ini, ia tengah berada dalam situasi di mana semua orang mengkhawatirkan keadaannya dan sangat berhati-hati menghadapinya. Terus terang, ia sudah muak tapi kenyataannya ia memang tidak baik-baik saja. Sebagai buktinya, mimpi buruk itu masih terus menghantuinya sampai tadi malam. Mimpi yang membuatnya terjaga di tengah malam dengan rasa sesak dan perih di hatinya. Mimpi yang sama setiap malam sejak hari yang naas itu; ketika orang yang ia cintai pergi darinya, direnggut oleh Sang Pencipta, tiga minggu sebelum hari pernikahannya.

Love to HealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang