#11

481 48 2
                                    

Sudah 6 bulan berjalan. Hari-hari Jimin jalani dengan sabar melihat tingkah Yoongi. Namja itu benar tidak main-main dengan ucapannya. Dia tidak pernah menganggap Jimin ada. Pergi ke kantor dalam diam, pulang pun begitu. Yoongi sering pulang malam dari kantor, entah kemana dulu dia. Jimin pernah menunggunya sampai tidak sadar tertidur diruang tamu dan Yoongi baru pulang jam 1 malam. Bersikap acuh pada Jimin yang tertidur di sofa menunggunya. Dan besok paginya kembali berangkat ke kantor sebelum Jimin bangun. 

Tidak pernah mereka berdua mengobrol atau Yoongi menjawab pertanyaan Jimin, jika tidak benar-benar terpaksa. Atau jika mereka berkumpul di keluarga Min, baru Jimin merasa dihargai. Karena mau tidak mau Yoongi akan mengajaknya bicara dengan lembut atau memperlakukannya dengan romantis di depan keluarga Min. Dan Jimin akan tersenyum bahagia, walaupun pura-pura.

Jimin akan bernafas lega jika sedang bekerja. Bekerja membantunya melupakan sejenak perlakuan Yoongi. Meskipun dia tidak bisa membohongi hatinya, bertanya-tanya apa yang sedang Yoongi lakukan, sudah makan kah dia, bagaimana urusan kantornya dan lain-lain.

Jimin merindukan masa lalu, yang meskipun dia dan Yoongi tidak akrab setidaknya Yoongi tidak kasar seperti sekarang, dan bisa mengobrol tanpa ada tekanan.

Pagi ini Jimin bangun lebih awal. Saat sedang di dapur, dia melihat Yoongi sudah siap berangkat dengan koper di tangannya.

"Kau mau kemana?" Jimin mendekat.

Yang ditanya hanya diam sambil tetap membereskan tasnya.

"Yoon, kau mau kemana?" Jimin mulai tidak sabar.

"Bukan urusanmu" sahut Yoongi dingin.

"Aku tahu tapi kali ini tolong jawab Yoon" kata Jimin mencengkram lengan Yoongi.

"Lepaskan!! Kau sudah berani, Jim?!" teriak Yoongi sambil menghalau tangan Jimin, "Pergi, aku tidak ingin bertengkar!"

"Aku berhak tahu Yoon, aku istrimu" kata Jimin setengah menangis.

"Cukup Jim! Jangan tampilkan tangisanmu pagi-pagi seperti ini. Kau benar-benar membuat moodku turun. Aku akan ke Busan seminggu untuk urusan kantor. Apa kau puas, hah?!"

Yoongi lalu pergi meninggalkan Jimin. Jimin sakit hatinya. Ini pertengkaran pertama mereka setelah menikah. Entah mengapa melihat Yoongi membawa koper, Jimin takut Yoongi pergi meninggalkannya. Oleh karena itu dia sedikit memaksa ingin tahu namja itu akan kemana.

"Bisakah sekali saja kau bersikap lembut padaku Yoon?" kata Jimin pelan disela tangisnya.

**

Busan.

Kota terbesar kedua setelah Seoul ini memang indah. Yoongi tidak berbohong saat mengatakan ke Busan untuk urusan kantor. Tapi urusan itu selesai dalam 2 hari saja. Meeting seperti biasa. Lima hari berikutnya dia habiskan dengan Irene seperti biasa. Dia memang sudah merencanakan liburan bersama Irene ke Busan bertepatan dengan meetingnya kali ini.

"Oppa... aku senang sekali bisa liburan denganmu" Irene menggelendot manja.

"Iya sayangku" Yoongi tersenyum hangat.

Irene tersenyum senang. Dia merasa menang atas Jimin, karena walaupun status mereka menikah, tapi hati Yoongi tetap bisa dia pegang. Dia tidak peduli bagaimana Yoongi memperlakukan Jimin. Dia tahu watak Yoongi, bila sudah bisa dipegang, Yoongi gampang dikendalikan sekalipun diluaran Yoongi terlihat kaku dan dingin. Dan sekarang Yoongi sudah dalam kendalinya.

Di Busan, mereka jalan ke banyak tempat. Haeundae Beach, Taejongdae Park, Busan Tower dan tempat lain. Selama di Busan, Yoongi dan Irene puas memadu kasih. Sementara itu di Seoul Jimin sendiri saja. Sepulang kerja dia memasak untuk dirinya, sesekali meratapi nasibnya. Dan kembali berpura-pura bahagia saat Eomma atau Jihoon meneleponnya.

Seminggu kemudian Yoongi pulang dari Busan saat Jimin sedang bekerja. Dan dia membawa Irene ke apartemennya karena Irene mengatakan sudah lama tidak main kesana. Tentu saja Yoongi tidak dapat menolak apa pun kemauannya. Dan disana, tanpa capek mereka kembali memadu kasih, bahkan dikamar Yoongi, kamar yang seharusnya Yoongi dan Jimin tempati. Malam saat Jimin pulang, begitu membuka pintu dia kaget karena ruang tamu begitu berantakan. Dan dari arah kamar Yoongi terdengar suara berisik.

"Yooon...harder please!!"

"Ahhhhh....ahhh...!! Aku mencintaimuuuu..."

"Chagiiiii....!!"

Itu suara teriakan Yoongi, suara perempuan juga, ada siapa disana? pikir Jimin, dia mendekat ke kamar dan mengintip di pintu.

Mata Jimin membulat melihat adegan di depannya. Yoongi dan Irene memadu kasih dikamar yang seharusnya menjadi miliknya.

"Yooon..!" panggil Jimin tercekat.

Yoongi dan Irene sama-sama terkejut melihat Jimin berdiri di depan pintu. Mereka lalu menghentikan kegiatannya, dan Yoongi berteriak marah pada Jimin menyeretnya ke ruang tamu, sementara Irene hanya memperhatikan sambil tersenyum sinis dan melilitkan selimut ke tubuhnya.

"Apa yang kau lakukan?" seru Jimin menahan tangisnya.

"Bukan urusanmu! Irene adalah pacarku, apa pun yang aku lakukan dengannya tidak ada kaitan denganmu" dengus Yoongi kesal.

"Tapi aku istrimu, Yoon!"

Plak!!

Tampar Yoongi malam itu.

"Aku sudah katakan jangan urusin hal yang bukan bagianmu!! Jangan gunakan statusmu itu. Walaupun kau istriku, aku tidak pernah mencintaimu. Aku tidak pernah menganggapmu ada. Kau....hanya sampah bagiku! Kau datang ke kehidupanku pasti ada maksud, ya kan? Apa yang kau inginkan? Hartaku? Harta keluargaku? Hah? Iya?!!"

Hati Jimin sakit mendengar perkataan Yoongi. Bahkan lebih sakit. Melihat suamimu bermesraan dengan wanita lain, dan suamimu lebih membela wanita itu dibandingkan istrinya sendiri, apa yang lebih sakit dari itu? Tamparan dari Yoongi tidak seberapa dibandingkan sakit hatinya.

Jimin menatap Yoongi dan Yoongi membuang muka.

"Oppa aku pergi saja dari sini." tiba-tiba Irene muncul disampingnya.

"Kau mau kemana sayang?" tanyanya kaget melihat yeoja ini sudah berpakaian lengkap.

"Aku mau pulang, lagipula istrimu sudah pulang" kata Irene melihat Jimin sinis.

"Oke tunggu disini, aku berpakaian dulu. Aku akan mengantarmu pulang."

"Ne.." Irene tersenyum manis, senyuman palsu tentu saja.

Begitu Yoongi pergi, Irene mendekati Jimin.

"Jimin-ah, jangan pernah berpikir merebut Yoongi dariku, arra? Kau tidak akan pernah menang melawanku. Yoongi tidak akan pernah tertarik padamu." seringainya kasar.

Jimin terdiam dan berkata, "Aku tidak pernah berniat merebut siapapun."

"Eoh? Betulkah? Bagus kalau begitu. Jangan jadi penghalang dalam rencanaku." ancam Irene lagi.

Setelah itu Yoongi datang dan pergi mengantar Irene tanpa berkata apapun lagi.

Jimin langsung merosot ke lantai dan menangis keras. 

Eomma aku tidak kuat lagi.


Please, Come Back To Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang