EMPAT

4.9K 368 1
                                    

Sejak putus dari mantan gue yang terakhir, si Katy, gue nggak pernah lagi deket sama perempuan lain. Gue udah males pacaran. Ngabisin waktu dan juga duit. Apalagi kalo pacar lo sejenis Katy begitu, apa-apa selalu minta barang branded, makan harus direstoran mahal, belum lagi hobby nyalon dan juga perawatan. Yassalam. Belum jadi suami aja lama-lama gue udah bangkrut duluan. Untung aja, Tuhan belum terlambat menyadarkan gue betapa nggak baiknya Katy buat masa depan gue.

Katy yang gue kenal semasa SMA beda banget dengan yang sekarang. Dulu dia polos, baik, dan juga apa adanya. Sifat dia itulah yang akhirnya membuat gue akhirnya menaruh perasaan lebih sebagai seorang sahabat sama dia. Sampai akhirnya, obsesi dia menjadi model mengubah semua sifat baik yang dia punya.

Setelah lama LDR dan balik ke Jakarta, gue bahkan nggak lagi mengenali sosok Katy. Sampai pengkhianatan yang dilakukannya didepan mata kepala gue sendiri membuat gue akhirnya melepas dia. Gue sendiri nggak tau apa yang ada dipikiran Katy sampai rela menjual harga dirinya hanya demi obsesinya itu.

Sejak awal nyokap gue memang nggak begitu suka dengan Katy. Apalagi begitu tau profesi dia sebagai model. Nyokap nggak mau gue punya istri yang tubuhnya sering di pertontonkan didepan publik. Sampai pada akhirnya, kabar putusnya gue dan Katy pun disambut meriah oleh beliau. Gue sendiri cukup merasa terpuruk setelah beberapa hari putus dengan Katy. Maklum, selain sebagai pacar kami juga sudah bersahabat sejak lama. Dan jujur aja, gue merasa sedih ketika Katy berubah sedemikian jauh.

Kembalinya gue ke Indonesia sepertinya sampai juga ditelinga mantan gue itu. Setelah putus beberapa Bulan yang lalu, gue emang udah nggak pernah lagi ketemu sama dia. Bahkan gue udah blokir semua kontak dia karena gue cukup nggak terima dengan pengkhianatan dia dulu.

Sampai pada suatu hari, Katy nekat muncul dirumah sakit dan membuat kekacauan bagi semua pihak. Dia bahkan sengaja membawa beberapa wartawan dan mengancam akan membuat kehebohan sehingga nama rumah sakit akan menjadi headline dibeberapa televisi dan media cetak lain. Gue langsung menghampiri dia yang terlihat sedang adu mulut dengan kepala ruangan gue, Bu Merlin.

Gue meminta maaf pada Bu Merlin atas kekacauan yang dibuat oleh Katy. Untung aja Bu Merlin mau mengerti dan menyuruh gue membawa mantan gue itu untuk segera meninggalkan ruangan ini. Gue tarik paksa pergelangan tangan Katy, gua bawa dia kedalam ruangan gue. Jujur aja gue malu banget sama semua orang yang ada disana. Bisa-bisanya Katy ngaku-ngaku sebagai tunangan gue dihadapan semua orang. Mau taruh dimana Wibawa gue?

"Ram, lepas sakiiit. Kamu kok kasar banget sih."

Gue melepas kasar cengkraman tangan gue. Ada bekas merah di tangan Katy. Dan gue nggak peduli sama dia. Karena gue sebenarnya udah muak banget sama perempuan didepan gue ini. Bayang-bayang pengkhianatan dia kembali muncul diingatan gue.

"Ngapain lo kesini? Segala bilang tunangan gue. Lo lupa kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi?" Ucap gue tajam. Gue udah males berbasa-basi sama dia.

"Kamu kenapa ngomong gitu sih, Ram? Aku tuh kangen sama kamu. Kita udah lama banget nggak ketemu, Rama."

"Stop! Jangan mendekat!" Teriak gue saat Katy berjalan mendekati gue. Dress diatas lutut dengan belahan dada rendah yang dipakainya benar-benar membuat gue semakin jijik sama dia. Apa begini cara dia mendapatkan semua kontraknya sebagai model selama ini?

"Rama, please. Aku masih sayang banget sama kamu. Aku mau kita balik lagi kayak dulu."

Gue mendecih. Gue yakin air mata yang keluar dari matanya itu palsu. Kepercayaan gue sama dia udah musnah sejak dia sendiri yang menghancurkannya.

"Sayangnya, gue udah nggak ada perasaan apa-apa lagi sama lo. Lo sendiri yang memilih pergi dari gue."

"Aku minta maaf, Ram. Aku tahu aku salah. Tapi please, kita balik lagi ya kayak dulu."

Gue tertawa miris. Enak banget dia minta maaf terus minta balikan. Dia pikir gue masih mau sama dia? Hmm... Gue harus bersikap tegas sama dia. Gue nggak mau Katy terus-terusan ngejar-ngejar gue kayak gini.

"Sorry, Kat. Gue udah punya perempuan lain dihati gue." Ucap gue pada akhirnya. Tiba-tiba bayangan wajah Bila melintas dikepala gue. Apa dia melihat kejadian tadi ya? Bisa mati gue kalo dia sampai salah paham.

"Kamu bohong!" Teriak Katy. Gue sampai kaget denger teriakannya yang begitu melengking penuh emosi itu. "Aku tahu kamu masih cinta sama aku, Ram. Iya kan? Bilang iya, Ram. Bilang!"

Gue menggeleng tegas. "Sorry, Kat. Gue nggak bisa. Gue udah nggak cinta lagi sama lo. Lo yang membuat semua jadi begini."

Tubuh Katy luruh ke lantai. Dia menangis histeris, seolah tidak terima dengan ucapan gue. Ada rasa iba saat melihat sosok yang sangat gue sayang kini jadi seperti ini. Hati kecil gue berteriak, gimanapun juga Katy adalah sahabat gue. Tapi dilain sisi gue nggak mau Katy mengharapkan sesuatu yang lebih lagi dari gue.

Setelah bimbang cukup lama, akhirnya hati nurani gue menang. Perlahan gue mendekat ke arah Katy. Dengan ragu gue sentuh ujung kepalanya lembut. Katy refeks mendongakkan kepalanya, lalu menghambur ke pelukan gue. Gue agak terkejut dengan pergerakannya yang tiba-tiba. Gue bingung harus gimana. Akhirnya gue biarin aja dia memeluk tubuh gue untuk yang terakhir kali. Karena setelah ini gue udah nggak mau lagi berhubungan sama dia.

"Maafin aku, Ram. Maafin aku." Katy terus saja menggumamkan kata maaf. Gue sendiri masih tetap bergeming ditempat, gue menahan diri untuk tidak membalas pelukan Katy.

Setelah tangisnya mereda, Katy melepaskan pelukannya dan menatap gue dengan sorot mata sayu. Gue sendiri memilih mengalihkan pandangan gue. Gue nggak mau lagi tertipu oleh drama yang dilakukan Katy.

"Gue anter lo pulang." Ucap gue pada akhirnya. Gue sendiri cukup nggak enak sama para pegawai yang lain, terutama Bu Merlin. Gue nggak mau mereka berpikiran macam-macam karena terlalu lama berada diruangan berdua bersama Katy.

Katy akhirnya menghela napas panjang, lalu mengangguk pelan. Buru-buru gue meraih kunci mobil dan juga membereskan semua pekerjaan gue. Saat gue mau membuka pintu ruangan gue, Katy tiba-tiba menghentikan langkah gue.

"Ada apa?" Tanya gue datar.

"Eumh, Ram. Boleh nggak aku minta satu permintaan terakhir?" Tanya Katy dengan raut wajah penuh harap yang membuat hati nurani gue kembali menang. Lagipula ini untuk yang terakhir kan? Akhirnya gue pun mengangguk mengiyakan.

"Aku ingin kita tetap bersandiwara layaknya sepasang tunangan setelah keluar dari ruangan kamu ini. Aku malu, Ram. Semua pegawai kamu tahunya aku ini tunangan kamu. Belum lagi masih banyak wartawan diluar sana. Kamu mau kan?"

Sial! Kenapa harus begini sih permintaan terakhirnya. Nggak ada yang lain apa ya? Kalo gini ceritanya sih sama aja mereka semua bakal ngira gue dan Katy memang tunangan.

"Mau kan, Ram?"

Gue menghela napas kasar. Oke gue turutin permintaan terakhir mantan gue ini. Semoga aja keputusan gue ini nggak salah. Akhirnya gue pun mengangguk. Entah ini perasaan gue atau gimana, gue sempet lihat senyum Katy yang menurut gue aneh. Seolah dia memang sengaja menjebak gue. Sebelum gue sempet menolak, Katy dengan agresifnya memeluk lengan gue dan gelayutan manja disana. Jujur aja gue risih. Beberapa kali gue coba ngelepasin diri tapi Katy tetep aja ngeyel.

"Ingat, Ram. Cuma pura-pura aja kok. Ini kan permintaan terakhir aku." Bisik Katy saat kami sudah keluar dari ruangan gue. Beberapa pasang mata para pegawai menatap kami dengan pandangan kepo.

Gue akhirnya menyerah dan pasrah saat sepanjang jalan menuju tempat parkir, Katy terus-terusan menempel ke gue. Tanpa gue sadari beberapa blitz kamera wartawan yang tadi dibawa Katy menangkap drama ini. Gue cuma berharap satu hal, semoga aja Bila nggak mergokin gue saat ini. Tapi sayangnya, semua diluar kendali gue. Tepat saat gue membukakan pintu mobil untuk Katy, yang ternyata juga sudah diatur menjadi bagian dari skenario dia, mata gue menangkap sosok Bila sedang berada di parkiran bersama dengan Bagas, Kinar dan juga Dili.

Pandangan mata kami bertemu. Entah ini perasaan gue atau gimana, gue melihat ada sorot kesal dikedua bola mata Bila. Perempuan itu bahkan langsung mengalihkan pandangannya, lalu kemudian berlalu pergi meninggalkan Dili yang meneriakkan namanya berulang kali. Tubuh mungil itu menjauh hingga hilang dari pandangan gue.

Gue menghela napas panjang. Gue berharap apa yang gue lihat tadi memang benar. Dia kesal melihat gue sama Katy. Itu artinya, Bila peduli sama gue. Boleh kan gue berharap kalo dia pun menyimpan rasa buat gue?

***

RAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang