LMTF » 33

1.4K 304 51
                                    

Jangan lupa vote sama commentnya 💞💞

✨✨✨



Satu jam sebelumnya...

"Papa gak ada kerja'an?" Yeri yang masih berada di dalam pelukan Yasa itu bertanya, dengan suara pangaunya.

Sudah satu jam lamanya Yeri menangis dengan posisi sedang di peluk dan di pupuk punggungnya oleh sang Papa. Dan satu jam itu lama, karena dalam sejarah yang pernah Yeri lalui. Makan bersama Papa selama lima belas menit adalah sebuah keajaiban. Sekarang? Enam puluh menit waktu yang sudah terlewatkan.

"Kamu pengen Papa pergi?"

Kepala Yeri mengangguk, lalu menegakkan badannya untuk menatap Yasa. "Papa bisa pergi sekarang. Aku baik-baik aja." dan diakhiri dengan senyuman setipis hertas aempat.

"Papa anter pulang ya?"

Kepala Yeri menggeleng. "Aku butuh waktu sendiri."

Yasa menghela napas. "Papa gak mau dapet berita kalau kamu gantung diri di kamar!"

Yeri terkikik pelan. "Aku gak se nekat itu. Udaaaaahhhh, pergi sana." tangannya yang ringkih itu bergerak mendorong kursi Yasa agar menjauh.

"Oke. Oke." Yasa tersenyum sebentar. "Kalau sedih lagi, coba telfon Mama. Dia kangen banget sama kamu." lanjutnya sembari menepuk pelan kepala Yeri.

Yeri hanya mengangguk menanggapi.

"Papa pergi." Yasa bangkit dari duduknya dan memakai jas hitam dengan garis putih yang sengaja ia lepas tadi.

Senyum tipis kembali tercetak di bibirnya ketika melihat seorang pemuda yang bergerak tergesa menuju sebuah meja. Meskipun tidak ada dirinya, setidaknya ada orang lain yang bisa menjaga miliknya.

***

"Lo habis nangis?! Jatoh lagi????" Jerka yang baru datang itu langsung berjongkok mengecek keadaan kaki Sri. Masih mulus atau malah sebaliknya.

"Aku gak apa-apa kok."

Lalu. Jerka berdiri dan duduk di depan Sri. "Udah lama disini?" Tanyanya lagi ketika melihat satu gelas kosong dan satu gelas kopi yang masih separuh.

"Lumayan."

Jerka hanya menghela napas. Jawaban dari pita suara Sri dapat menjelaskan semuanya kalau gadis itu sehabis menangis, didukung dengan hidung dan kelopak mata yang memerah, meskipun tertutup kacamata, mata Jerka masih jeli.

Ia bukanlah pria yang sebodoh itu. Setengah umur hidupnya ia habisnya hanya untuk mengurus dua orang wanita yang memiliki kepribadian yang pastinya juga berbeda.

Jerka tahu.

"Mau jalan-jalan?"

Kepala Sri yang kecil itu mendongak menatap Jerka yang saat ini tengah berdiri dan memberikan tangannya.

"Kemana?"

"Suatu tempat yang bikin kita lupa kalau dunia itu kejam." setelah berkata seperti itu, Jerka langsung meraih tangan milik Sri dan menggandengnya penuh dengan kasih.

Ia tidak akan bertanya kenapa Sri hari ini menangis.

***

"Kalau ke pasar malem gini lo suka ngapain?"

Kepala Sri menoleh ketempat Jerka berdiri. Tepatnya di sebelahnya, yang saat ini tengah mengamati gemerlapnya malam ini.

"Aku belum pernah ke tempat kayak gini sebelumnya."

Lifestyle : Missing The FashionistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang