LMTF » 24

1.5K 294 50
                                    

Ehehehehe siapa yang merindukan akuuuuuuuuuuuu??? 💞💞

Please, voment ya guys


🔸🔸🔸




"Lo mau gue tanyain apa yang di bawa sama Jiva?"

Sontak, Yeri -yang berada dalam mode Sri- langsung menatap Jerka. Pandangannya yang terlapis oleh kacamata itu berkata kalau ia tidak percaya. Ia tidak bisa percaya dengan mudah apa yang dikatakan oleh Jerka.

"Lo bisa percaya sama gue."

Yeri menghela napas dan memilih melanjutkan langkahnya.

"Beneran deh. Gue juga penasaran sih sebenernya. Karena gue juga gak pernah tahu kalau Jiva deket juga sama Suri." celoteh Jerka yang masuk telinga kanan Yeri dan di buang dengan mudah oleh telinga kirinya.

"Terserah kamu. Soalnya aku cuma mau ngambil ini lokernya Suri." Jawabnya sembari menunjukan sebuah kertas kwitansi.






***





Yeri bersyukur, kedai soto yang di serahkan kepadanya cukup ramai hari ini. Yang bikin ia sedikit risih adalah dandanan Sri yang tidak ia rubah. Kalau mau di rubah bakalan gawat, seorang Yeri akan mudah di kenali. Dan itu tidak baik. Ia harus menjalankan misi dari Papanya sampai habis.

Bahkan banyak banget bule yang mampir. Kalau ia bukanlah Sri melainkan si Yeri, pasti ia sudah datang dan ceriwis bersama. Apalagi bulenya ganteng-ganteng macam cameron dallas, manu rios ataupun benjamin jarvis. Gila, kelas model semua, ganteng semua pula.

Drrrttt drrrttt drrrttt

Yeri meraih ponsel buntutnya yang ia letakkan di samping meja kasir. Ketika memandang ponsel buntut dan kelewat jelek itu ia menghela napas.

Yeri rindu dengan iphonenya.

Incoming call
Rayla

Jantung Yeri berguncang begitu hebat ketika mendapat panggilan dari Rayla. Setelah pembicaraan keduanya kemarin, memang Yeri sedikit takut dengan Rayla. Takut, karena perempuan itu yang bisa melihat hantu, takut karena Rayla tahu bagaimana keadaan Suri yang pasti membuatnya tertekan akan rasa bersalah.

"Halo?"

"Lama bangetdah lo ngangkatnya!"

"Ehehe. Ada apa, La?"

"Lo sekarang ada dimana?"

"Emangnya ada apa?"

"Sendloc aja ya? Buruan, penting ini."

Lalu panggilan berakhir.

Semakin kesini, Yeri makin curiga dan hatinya merasa tidak enak bukan main. Perutnya juga mual. Astaga, rasanya seperti dia barusan menelan vodka beserta botolnya.

"Mbak, totalnya berapa?"

"Ah?!"

Yeri langsung kelabakan ketika mendengar pelanggan yang ingin membayar tagihan. Astaga, kebanyakan mikir aneh-aneh tentang Rayla jatuhnya jadi seperti ini.

"Meja berapa ya, Kak?" tanya Yeri lagi. Ia lupa tanya yang itu.

Astaga. Yeri kaget bukan main ketika yang berada di depannya saat ini adalah Judha. Cowok itu datang sendirian, dengan kacamata bulat yang jarang dikenakan. Kalau dilihat-lihat pipi Judha jadi semakin kempes, dagunya juga semakin lancip. Pasti jarang makan.

"Meja 17."

Jari-jemari Yeri langsung menyibak beberapa kertas nota dan mencari nota yang bertuliskan meja nomor 17 itu.

"Lo anak baru kan?" tanya Judha di sela-sela Yeri menghitung. "Yang katanya mirip sama Yeri." lanjutnya.

Sungguh, Yeri menjadi berat hati. Melihat bagaimana keadaan Judha, dan bagaimana cara cowok itu berbicara. Dimana Judha yang berbicara dengan senyum manis? Dimana Judha yang terlihat charming di setiap keadaan?

Seolah-olah hal itu lenyap dengan hitamnya keadaan.

Yeri hanya menganggukkan kepalanya ringan.

"Totalnya enam pul-

"Bener, lo mirip banget sama Yeri."

Yeri terdiam. Ia merindukan Judha, ia rindu dengan Judha yang ada untuknya walaupun ia tahu fakta kalau Judha tidak menyukainya. Lelaki itu masihlah seseorang yang berhasil mengambil hatinya.

"Aku bukan-

"Gue kangen banget sama Yeri."






***



Jerka muring-muring ketika sampai di apartemen. Bagaimana tidak?! Ia tadi sedang asik-asiknya melihat bagaimana mbak Sri membersihkan lokernya Suri, malah di bombardir telfon oleh Somi.

Tidak hanya itu, adik kurang ajarnya itu juga menelfon Sri berulang kali.

Sumpah sangat mengganggu. Padahal ia tidak pernah mengganggu kencan Somi dengan Alin. Paling ia hanya menelfon setiap lima menit sekali. Itu wajar sekali, karena ia adalah kakak yang ingin menjaga adik perempuannya.

"Ada apa sih, Som?! Gila lo ganggu gue aja!" Jerka mengempaskan punggungnya di sofa ruang tamu.

Somi menghampiri kakaknya dengan pandangan khawatir. Lalu duduk berhadapan dengan sang kakak.

"Kakak dapet telfon dari Bunda?"

Kepala Jerka menggeleng. "Emang ada apa?" kini ia menegakkan punggungnya. Ketika membicarakan Bunda, berarti itu pertanda kalau ada yang serius disini.

"Dad, want us to visit him. In China." ucap Somi dengan hela'an napas.

Seketika itu Jerka kaget bukan main. Setelah perceraian kedua orang tuanya, dan ikut bersama Bunda untuk tinggal di Paris. Jerka memutuskan untuk tidak menemui sang Ayah lagi.

"No! Kita gak bakalan pergi ke sana!" ketus Jerka yang langsung bangkit dari duduknya.

"I want to see him. Aku belum pernah ketemu sama Daddy." Somi berkata dengan suara lirihnya yang ingin menangis.

"Dia bukan Daddy kita Somi! Kakak udah berulang kali bilang sama kamu. You just have Bunda and me!" Jerka pergi menuju bilik kamarnya dan meninggalkan Somi yang tengah terisak di ruang tamu.

Tubuhnya merosot ketika pintu berplitur itu tertutup rapat. Ia menjambak rambutnya, pusing menyerang begitu dalam.

Jerka tidak sudi mengingat masa lalunya. Masa lalu kelam sebagai anak pengusaha terkenal.

Tidak, Jerka tidak punya Ayah. Lelaki itu bukanlah ayahnya. Lelaki itu adalah hewan buas yang tak memiliki hati, tak mempunyai belas kasihan.

Bukan, baik Jerka maupun Somi bukanlah anak lelaki itu.




***




Tak

Photo Yeri yang tertempel di dinding itu terkena oleh panah dengan sempurna. Panah yang di lemparkan oleh seorang gadis cantik.

"Yeri. Sebenernya lo sembunyi dimana? Atau jangan-jangan lo Si Sri itu?"

 Sebenernya lo sembunyi dimana? Atau jangan-jangan lo Si Sri itu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hmmmm ini konfliknya transparan yaaaaa

Lifestyle : Missing The FashionistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang