Maaf ya buat yang nunggu cerita ini. Jujur aja sebenernya aku pengen banget kelarin ff ini T.T tapi, ketika mau nulis konflik itu malesnya luar biassssaaaaaa.
Buat yang masih setia nunggu, aku juga makasih banget. Dan aku usahain cerita ini cepetan kelar. 🙏🙏🙏
Selamat membaca, jangan lupa tap tap bintang sama komennya. 💞💞💞
✨✨✨
"Aku pulang duluan ya." Sri langsung lari terbirit meninggalkan Mika dan Jerka yang tengah bertanya dengan sevarik surat dari amplop coklat tersebut.
Dan ketika berada di lift, ponsel buntutnya itu kembali bergetar dan menunjukan nama yang masih sama.
Keringat dingin mulai membasahi dahi Sri yang tertutup poni pagar yang tipis. Tangannya bergetar seirama dengan ponselnya.
"Ha-halo?"
"Halo Yeri?"
Sri merinding. Kakinya sungguh lemas. Ia takut. Sungguh, apalagi saat ini dirinya berada di lift sendirian. Apapun itu bisa terjadi jika berhubungan dengan mahluk dunia lain.
"Hidup kamu enak ya?"
Sri enggan menjawab.
Lalu terdengar suara tawa nyaring dari ujung sana. Sri mau menangis.
"Kamu udah terima surat kan? Itu peringatan, sayang."
Dan terlemparlah ponsel blackberry itu. Tubuh Sri ambruk dengan napas yang memburu, tiba-tiba napasnya juga terasa sangat berat.
Ting
Pintu lift terbuka. Namun Sri tidak bisa berdiri, kakinya masih terlalu lemas untuk berdiri. Tenaganya habis, entah menghilanh kemana. Sri tidak tahu, ia hanya ketakutan, sangat takut.
"MBAK? ARE YOU OKAY?"
Lalu, dunia rasanya gelap. Seperti apartemen dengan sepuluh lantai ini mengalami pemadaman listrik.
***
"Pah, aku gak bisa biarin Yeri terlantar sendirian disana." Irene mengambil mantel bulunya. Mengabaikan sang suami yang tengah berkutat di meja kerja dengan dokumen-dokumen perusahaan.
"Dia gak bakalan terlantar sayang. Percaya sama aku." ucap Yasa yang masih sibuk dengan tumpukan kertasnya.
Irene memandang dengan sebal kearah suaminya. Bagaimana bisa seorang bapak membiarkan anaknya hidup luntang-lantung dengan persediaan super terbatas?! Irene tidak tega, bahkan ia sangat merasa bersalah melihat bagaimana penampilan putrinya sekarang.
"Kalau Danu tahu tentang rencana gilamu, mungkin aku bisa percaya sama kamu, Pah." ucap Irene yang berjalan menjauh dari meja Yasa. "Bahkan, Mika gak tau tentang hal ini." lanjutnya.
Kepala Yasa hari ini benar-benar pusing. Meskipun harga minyak meroket naik, tapi entah kenapa kepalanya menjadi puyeng bukan kepalang. Dan sekarang ditambah dengan Irene yang berperilaku seperti ini.
"Mah! Mamah!" Yasa menyusul Istrinya. "Nanti oke. Aku selesain berkas dulu, nanti kita bareng-bareng nengokin Yeri." katanya dengan kedua tangan yang bertumpu pelan di pundak Irene.
Irene menghela napas. "Yang cepet."
Yasa tersenyum lebar. "Cium dulu." dan mendapat pelototan manis dari Istrinya. "Katanya pengen cepet?"
***
Sekarang identitas Sri yang asli bisa ia umbar. Menjadi Yeri yang sewajarnya ketika sampai di kos-kosan.
Untung, tadi yang menemukan dirinya adalah Somi dan Alin. Otomatis, setelah mendapatkan perawatan singkat di lantai bawah, Yeri meminta Alin untuk mengantarkannya pulang.
Yeri ingin menenangkan dirinya. Ia ingin otaknya sedikit bisa merasakan bagaimana segarnya oksigen yang mengalir bersama aliran darah ke otaknya. Menjadi dirinya sendiri adalah yang terbaik.
Lalu, ia kembali teringat dengan Suri.
Ini belum genap empat puluh hari meninggalnya Suri. Menurut orang jawa, berarti arwah Suri masih berkeliling di dunia. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, emang setan bisa mainan hp?
Mendadak pikiran Yeri menjadi selogis ini. Atau jangan-jangan ada orang yang ingin bertindak iseng dengannya? Mungkinsih, mengingat kalau banyak orang yang membencinya.
Bisa jadi juga Jerka dan Mika kongkalikong membuat skema drama ini sedemikian rupa.
Astaga, Yeri jangan berprasangka buruk terus. Lama-lama bisa temenan sama setan lo.
Dan Yeri harus menyelidiki ini. Tapi kalau Yeri ingat-ingat lagi, meninggalnya Suri itu sedikit aneh.
Loncat dari gedung, dan juga meminta maaf kepada Tuhan.
Kalau masalah beasiswa, Yeri sedikit tidak percaya. Tapi,
"Aaaahhhh pusingggggggg. Gue kangen Judha masaaaaaaaaaa." gaduh Yeri yang mengacak-ngacak rambutnya.
Kalau di situasi seperti ini biasanya Judha menjadi pelarian disaat pusing. Tapi saat ini dirinya tidak mungkin berlari dan membocorkan segala hal yang sudah ia pendam kepada lelaki itu.
Ah, lelaki yang mengaku menyukai Jiva. Yeri hampir melupakan satu fakta itu.
Mata Yeri memberat ketika pelupuknya menggenangkan air mata. "Apa gue hubungin Al aja ya?" tanyanya kepada ponselnya. "Enggak deh. Gue udah janji sama Papa kalau mau berubah dengan cara kayak gini." Yeri menghela napas.
Dok dok dok
Pintu kos Yeri digedor. Membuat Yeri yang tengah frustasi itu harus membuka pintu.
"Eh, Rayla. Ada apa?" tanya Yeri dengan wajah sumringahnya, berbanding terbalik dengan keadaan yang sebenarnya.
Rayla adalah seorang perempuan yang tinggal disebelah kamar Yeri. Seorang mahasiswi seangkatannya, anak fakultas hukum kalau tidak salah. Dan Yeri iri terhadap gadis itu. Yang memiliki postur tubuh ala-ala model, tinggi, dada dan bokongnya juga oke.
"Gimana ya gue ngomongnya?" Rayla menggaruk lehernya.
"Ngomong aja, La. Gapapa kok.ada apa?"
Rayla memandang Yeri untuk memantapkan batinnya. "Sri sebenernya gue bisa lihat hantu." katanya dengan lirih.
Yeri langsung kaget.
"Dan ada satu hantu perempuan yang ngikutin elo kemana-mana."
Rayla Trifarta Kilani
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifestyle : Missing The Fashionista
Roman pour AdolescentsKetika wanita paling ribet dan ruwet di kampus menghilang bagai ditelan bumi tanpa meninggalkan jejak barang sehelai rambutpun. Jungkook ❌Yeri Kdr, 10/02/2018