Yeri tidak bisa menghentikan pandangan nakalnya ke sekeliling ruangan yang penuh dengan baju mahal yang bling-bling sampai make up keluaran terbaru dari brand yang di sukainya.
Ia tahu ia memiliki kesamaan dengan Dona. Maka dari itu ia membencinya. Karena segalanya yang ia miliki pasti Dona iri, dan beli juga. Begitu juga sebaliknya.
Yeri nggak suka.
Dan sekarang dirinya tengah mengangkat kardus yang entah apa isinya yang pasti berat banget.
"Sorry ya Sri gue nyuruh-nyuruh gini." Dona tersenyum tipis lalu menggaruk lehernya. "Mau nyuruh abang, eh dia lagi tidur. Gak tega." Lanjutnya.
Seketika itu rasanya Yeri ingin mencekik Mika, menarik rambut cowok itu, dan menendang-nendang bokongnya biar gak molor terus.
"He he." Sudah hanya begitu tanggapan Yeri yang sebenarnya sudah dongkol gak ada ampunnya.
Kemudian Dona kembali lenyap dari ruangan indah itu.
Yeri alias Sri itu kini dapat menghembuskan napas. Ia menyender di sebuah rak baju yang begitu besar. Mendadak badannya dingin dan kepalanya pusing bukan main. Ah, ia juga haus sekarang.
"Ini, kurang apa lagi ya?" Gumamnya sembari menatap sekeliling.
Ada sekitar empat kardus yang sudah ia bopong ke dalam ruangan ini. Ruangan yang letaknya di fakultas hukum. Yang katanya angker di saat-saat jam tertentu.
Yeri melihat pergelangan tangannya, "mau magrib ini." Gumamnya. "Gue pulang aja ah. Ini biar di lanjut-
DAK
seketika itu lampu padam total tanpa penerangan. Sungguh gelap. Dan Yeri panik bukan main.
Ia langaung merogoh saku rok plisketnya untuk mengambil ponsel buntut blackberrynya. Setidaknya ada penerangan.
Panggilan tak terjawab
Setan (2)Langsung, Yeri menghubungi nomor tersebut.
"Kak. Angkat dong." Katanya dengan suara yang bergetar. Menunggu kapan Jerka mengangkat panggilannya, karena sungguh ia tidak kuat disini sekarang, ia takut.
Dan kalau boleh jujur, rasanya sekarang ia tak kuat berjalan. Kakinya lemas, badannya sedikit menggigil, dan kepalanya pusing bukan main.
"Halo?! LO DI-
"kaakkk~ tolong." Yeri sudah menangis.
"Kamu dimana?!"
"Di-
Tuuuuuuttttt
Lalu ponselnya padam. Handphonenya mati, padahal itu adalah satu satunya akses cahaya yang ia miliki.
Sebisa mungkin, Yeri berjalan dengan meraba-raba segalanya, menggunakan instingnya untuk menemukan pintu keluar.
Ia harus keluar, napasnya sudah sangat berat dan ia bisa beneran mati kalau berlama lama disini.
Klik
Ah, ia menemukan pintunya. Dan sekeliling sini masihlah gelap gulita tanoa cahaya.
Entah kenapa, saat ini Yeri merasakan kalau dunianya seakan meringan, dengan tubuhnya yang mendadak oleng dan matanya yang terpejam dengan sempurna.
👩👧👩👧
"Sri, gimana? Masih pusing?"
Yeri mengedipkan matanya berulangkali, ketika retina matanya terbuka dengan sempurna dan dilihatnya Rayla yang tengah duduk di tepian ranjangnya.
"La, kok aku bisa disini?"
Seingat Yeri tadi, ia masih di kampus dengan lampu padam dan menangis disana. Ia tidak ingat kapan ia bisa berjalan pulang menuju kosnya sekarang.
"Tadi pas pemadaman gue masih di kampus."
"Makasih ya."
"Jangan bilang makasih ke gue."
Sontak Yeri langsung menatap Rayla. "terus?"
"Tadi yang datang duluan bukan gue. Tapi kak Jerka."
"Sekarang, dia dimana?"
Rayla menggendikkan bahunya. "Gue gak ngerti. Setelah nemuin headband atau apa ya? Gue lupa di lantai kamar lo. Dia langsung pulang gitu aja."
Headband?
Bodoh, Yeri bodoh. Pasti habis sudah penyamarannya kali ini. Jerka mungkin tidak akan pernah meliriknya lagi. Bahkan, cowok itu bisa mendadak amnesia karena rasa sebal dan jengkel terhadap dirinya.
Dan cowok itu bakalan lupa dengan Sri. Dengan apa yang mereka berdua lakukan malam kemarin.
👩👧👩👧
Ting nong ...
Sri dengan memberanikan diri datang ke apartemen Jerka. Sebenarnya ia sendiri tidak tahu kenapa ia bisa berada disini saat ini.
Hanya saja ia merasa ada yang mengganjal di hatinya jika dirinya belum berbicara secara empat mata dengan Jerka. Ia harus menjelaskannya.
Karena pada dasarnya, Sri atau Yeri tidak ingin menyakiti lelaki itu. Tidak ingin pergi dari sisinya.
"Ada apa?"
Yeri dapat mencium bau rokok dari mulut Jerka.
Ia tersenyum sebentar. "Ada yang mau aku omongin."
"Gue gak ada urusan sama elo." Jawab Jerka dengan malas dan hendak menutup pintu apartemennya. Namun di tahan oleh Yeri.
"Kak, bentar aku minta wak-
"Ganggu banget sih lo! Pergi sana!"
"Tap-
"GUE BILANG PERGI YA PERGI!! UDAH KAMPUNGAN! BUDEK YA LO!"
lalu, pintu kayu itu bersuara bedebum ketika Jerka menutupnya dengan paksa.
Ehehehehehehe ada yang sudah menebak kalau jadi seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifestyle : Missing The Fashionista
Подростковая литератураKetika wanita paling ribet dan ruwet di kampus menghilang bagai ditelan bumi tanpa meninggalkan jejak barang sehelai rambutpun. Jungkook ❌Yeri Kdr, 10/02/2018